Dr.M.J. Latuconsina,S.IP,MA
Staf Dosen Fisipol Universitas Pattimura
REFMAL.ID,-Donald H. McGannon adalah seorang eksekutif industri penyiaran berkebangsaan Amerika Serikat, kelahiran New York City pada 9 September 1920 lantas meninggal di Chesters, Connecticut pada 23 Mei 1984. Pada suatu kesempatan, dalam bahasa filosofis dan kontemplatif, dia pernah mengatakan bahwa, “pimpinan adalah suatu perbuatan bukan kedudukan”. Tentu ada benarnya kata McGannon, dengan itu menjadikan mereka para pimpinan sebagai pemimpin bermakna.
Mentransformasikan makna pentingnya pemimpin itu, maka Deddy Hermania Iskandar, salah seorang yang serius dalam Trainer, Coach & Author lantas menuliskan sebuah buku dengan judul populis : “Pemimpin Bermakna”, yang dipublis tahun 2019 dengan penerbit PT Gramedia. Tentu, judul buku yang mengulas tentang kepemimpinan sudah banyak. Namun buku ini hadir dari aspek lain, dengan tujuan mulia untuk memberikan motivasi-motivasi yang positif, sebagai kiat guna sukses dalam memimpin.
Fokus utama buku ini adalah pimpinan bermakna, dimana dipaparkan bahwa tidak semua pimpinan bermakna bagi lembaga maupun bagi orang-orang yang dipimpinnya. Banyak pimpinan yang bahkan telah menghancurkan lembaga, baik itu negara, organisasi politik, perusahaan maupun perkumpulan yang dipercayakan kepadanya. Mereka juga menghancurkan masa depan begitu banyak orang yang menjadi anggota dan bagian dari lembaga itu. Guna meminimalisir dampak negatif itu, maka tanggungjawab pemimpin adalah melahirkan pemimpin lain, yang memiliki kapasitas, integritas, kredebilitas, akuntabilitas, dan profesionalitas.
Hal ini sesuai dengan asas sustainability, yang sebetulnya tidak sulit untuk dilaksanakan. Apa yang penting bagi seorang pemimpin adalah menerapkan target bagi orang-orang yang dipimpinnya dan memberikan wewenang sedemikian rupa sehingga mereka berinisiatif, berinovasi dan berani mengambil keputusan dalam rangka mencapain target yang telah ditentukan. Pemikiran Lao Tzu, seorang filsuf terkenal Cina dari buku klasik Tao Te Ching lebih dari 2000 tahun lalu hadir pula untuk memberikan bobot buku ini, dimana Lao Tzu mengklasifikasikan pemimpin ke dalam empat kelompok, antara lain ;
Kelompok pertama terdiri dari pemimpin-pemimpin yang berhasil menyelesaikan tugas-tugas besar, dicintai dan dipuja oleh para pengikutnya. Kelompok kedua adalah para pemimpin yang menggunakan ancaman, menakut-nakuti pengikutnya untuk mencapai tujuan. Kelompok ketiga merupakan pemimpin terburuk dan paling tidak disukai karena sering menggunakan tipu daya dan kekuasaannya secara sewenang-wenang. Kelompok keempat adalah para pemimpin terbaik, yaitu mereka yang telah mencapai tujuan dan menyelesaikan tugasnya, lalu tidak segan mengatakan kepada para pengikutnya bahwa, sukses telah diraihnya adalah keberhasilan bersama.
Buku ini menarik, karena tidak saja menampilkan tipe-tipe kepemimpinan otoriter, demokratis, kharismatik, paternalistik, militer, dan laissez-faire yang sebagian besar termaktub dalam pemikiran Lao Tzu itu. Tapi juga mampu memotivasi para pembacanya, untuk dapat menjadi pemimpin bermakna, yang berguna bagi semua orang. Akhirulkalam, mengutip ungkapan kontemplatif Aristoteles (384 SM-322 SM) seorang filsuf Yunani, murid dari Plato dan guru dari Alexander Agung bahwa, “seorang pemimpin yang baik harus terlebih dahulu mau dipimpin”.
Discussion about this post