Oleh : Dr. M.J. Latuconsina, S.IP,MA
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pattimura
Referensmaluku.id,-”Kalian pemuda, kalau kalian tidak punya keberanian, sama saja dengan ternak karena fungsi hidupnya hanya beternak diri.” Demikian ungkap Pramoedya Ananta Toer, sastrawan Indonesia berhaluan kiri. Ia dijuluki sastrawan Pulau Buru, lantaran hampir sebelas tahun menjalani pembuangan sebagai tahanan politik (tapol), karena aktif sebagai pengurus Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) di tahun 1960-an lampau.
Konteks diksi pemuda dari sastrawan Lekra tersebut, dimaknai sebagai optimalisasi peran pemuda dengan keberaniannya dalam momentum penting kenegaraan. yang perlu tampil digarda terdepan. Untuk itu pemuda jangan apatis, sehingga dalam perspektif keberanian pemuda tersebut sosok Hijrah Hatapayo pemuda dari Negeri Tehoru, Seram Selatan itu tampil dalam lintasan badai reformasi nasional, yang turut menerpa Kota Ambon di tahun 1998 lalu.
***
Beberapa tahun sebelum jatuhnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998, nama Hijrah Hatapayo tidak asing lagi dikalangan aktifias kampus Universitas Pattimura (Unpatti), dan kalangan aktifis organisasi kepemudaan (OKP) serta organisasi massa (Ormas) di Kota Ambon. Ia dikenal sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unpatti, yang sejak kuliah selalu kritis dan suka protes.
Dalam perjalanannya, Hijrah pun memilih beraktifitas pada organisasi mahasiswa ekstra kampus yakni, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Di HMI-lah Hijarah muda mematangkan potensi leadershipnya, dengan berbagai pendidikan politik yang ia dapatkan di organisasi kemahasiswaan Islam tertua di republik ini, yang didirikan oleh Lafran Pane bersama kawan-kawannya pada 5 Februari 1947 lampau di Kota Yogyakarta.
Saya masih ingat adik-adiknya di HMI Cabang Ambon pernah menceritakan, saat Kongres KNPI tahun 1999 di Kinasih Resort&Conference Bogor. Mereka katakan, ”bang Hijrah tampil dengan sangat vokal, ia melakukan interupsi dengan suara besar dan lantang terhadap pimpinan sidang sampai dengan naik diatas meja.” Hal ini dilakukannya lantaran dinamika konggres begitu panas, sehingga tak cukup berbicara dengan slow, karena nanti tak akan didengar aspirasinya oleh pimpinan sidang.
Teranyata ini bukan kisah fiksi, dimana pernah diceritakan juga oleh Sahlan Heluth yang hadir di arena Konggres KNPI Bogor dari unsur Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (DPP IMM). Ia katakan, ”saya menyaksikan peserta dari Maluku, abangku Sam Latuconsina, suaranya cukup nyaring melakukan instrupsi. Peserta dari Maluku lainnya, Hijrah Hatapayo juga tak kalah instrupsinya. Suasana forum seketika memanas. Hijrah Hatapayo ngamuk, dan terjadilah aksi ‘bakupukul’.” (Malukunews, 2021).
Hijarah membenarkan aksinya dalam Kongres KNPI pasca reformasi di kota hujan tersebut, dimana konggres ini mendapuk Adhyaksa Dault sebagai Ketua DPP KNPI. Ia katakan, ”kita melakukan interupsi hingga berujung adu jotos, karena tuntutan kita untuk menghadirkan Presiden B.J. Habibie, tapi tak bisa dipenuhi oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Mahadi Sinambela. Pada akhirnya peserta Konggres KNPI meminta Menpora meninggalkan arena konggres.”
Kali berikutnya pada Konggres KNPI tahun 2021 di Bekasi, Hijrah juga menunjukan kepiawaiannya dalam mengolah forum nasional pemuda se tanah air itu. Ia tetap tampil dengan sangat vokal, dimana memprotes Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lantaran Pemerintah tak mampu menyelesaikan konflik kemanusiaan di Ambon. ”Saat itu saya memprotes keras terhadap Menkopolhukam SBY di arena konggres, karena tak mampu selesaikan konflik di Ambon.”
Momentum penting seiring dengan berjalannya waktu terdapuklah ia sebagai seorang tokoh pemuda, yang tidak saja kritis dan tukang protes, tapi juga populer di Kota Ambon. Hal ini tatkala ia tampil dalam Musyawarah Daerah (Musda) Dewan Pimpinan Daerah Komite Nasional Indonesia (DPD KNPI) Kota Ambon di tahun 1997 lampau pada era Walikota Ambon, Kolonel (Inf) Chris Tanasale sebagai calon Ketua bersama kawan-kawannya, yang turut juga dicalonkan dari OKP dan Ormas lainnya.
Pertarungan yang tidak begitu mudah, karena kala itu masih menguatnya politik identitas diantara para OKP dan Ormas, yang mengikuti komunitas masing-masing. Meskipun dinamika musda begitu tinggi, tapi tak membuat kendor tekadnya, dimana ia tetap maju dalam gelanggang pertarungan itu. Hijrah pun akhirnya terpilih sebagai Ketua DPD KNPI Kota Ambon. Menjelang pelantikannya terjadi insiden kecil, dimana salah satu delegasi OKP masih tidak puas dengan terpilihnya Hijrah sebagai Ketua DPD KNPI Kota Ambon.
Ia nyaris melemparkan kursi ke arah Hijrah, yang sedang di podium, namun insiden itu bisa diatasi. Sementara kabar yang tersiar di kalangan aktifis saat itu Hijrah pingsan akibat kena lemparan kursi dari salah satu delegasi. ”Tidak benar saya tidak kena lemparan kursi sampai semaput, tapi nyaris kena lemparan kursi dari salah satu perserta Musda saat sedang di podium pada acara pelantikan saya. Itu hanya ekspresi dari peserta yang tidak puas, tapi bisa diselesaikan,” ungkap mantan politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Ada kebanggaan darinya ia katakan, ”saya terpilih sebagai Ketua DPD KNPI Kota Ambon dalam usia 28 tahun, usia termudah dari seluruh Ketua DPD KNPI Provinsi dan Kabupaten/Kota se Indonesia saat itu,”ujar orang dekat mantan Bupati Maluku Tengah, Ir. Abdullah Tuasikal, M.Si itu. Jabatan ini diembannya sejak tahun 1997 sebelum konflik kemanusiaan sampai usainya konflik kemanusiaan di tahun 2023. Selanjutnya jabatan ini dilanjutkan Halimun Sahulatu, yang terpilih sebagai Ketua DPD KNPI Kota Ambon di tahun 2023.
Di masa kepemimpinan Hatapayo sebagai Ketua DPD KNPI Kota Ambon tersebut, setahun kemudian pentas politik nasional mulai memanas. Presiden Seoharto yang sudah memerintah sekitar 32 tahun mulai didesak mundur oleh kalangan aktifitas mahasiswa secara nasional dari kampus mereka masing-masing. Jargon reformasi pun mulai mengemuka untuk memberantas pemerintahan yang korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di tahun 1998.
Jargon reformasi itu pun bergema di seluruh tanah air, dimana berembus dari Jakarta bak badai hingga ke Kota Ambon. Para mahasiswa di ibu kota Provinsi Maluku ini juga gamang dengan reformasi, untuk menurunkan pemerintahan kala itu. Mereka pun melakukan demonstrasi yang konsentrasinya di depan Komando Resort Militer (Korem) 174/Pattimura, yang bermarkas di Jl Diponegoro, berhadap-hadapan dengan para aparat keamanan yang bersiaga.
Demonstrasi itu menjadi kacau balau, aparat keamanan pun turun tangan banyak diantara para mahasiswa tersebut lari menyelamatkan diri mereka masing-masing diseputaran pertokoan, warung, kantor swasta/BUMN dan rumah-rumah warga yang berada di kawasan Jl. Said Perintah, Jl. A.M. Sangaji, Jl. Diponegoro, Jl. dr.Soetomo, Jl. Imam Bonjol, Jl. dr. Setabudi dan Jl. Jenderal Ahmad Yani.
Saya saat itu tengah menyelamatkan diri di dalam Kantor PT. Santos Petrilium perusahan minyak asal negeri kanguru Australia, yang mengelola minyak di Bula Seram Timur dari amukan para aparat keamanan tersebut. Kantor ini bersebelahan dengan Gereja Silo, dari dalam kantor ini saya menyaksikan demonstrasi mahasiswa yang sudah mulai kacau balau berhadapan dengan aparat keamanan, yang menghalau mahasiswa dengan represif.
Tak lama saya menyaksikan Hijrah dari sela-sela pintu terali besi perusahaan minyak itu. Saat itu ia adalah Ketua DPD KNPI Kota Ambon. Nyalinya besar sekali, dimana berjalan sendirian mengenakan jas KNPI berwarna biru sambil mengibarkan bendera merah putih ke arah tugu Trikora dari Sekretariat DPD KNPI Provinsi Maluku di Jl. Said Perintah. Ia berhadapan dengan aparat keamanan yang berasal dari Seram Selatan sana.
Nampak ia gagah berani meskipun naas ia dihantam oleh sepatu lars dari beberapa aparat keamanan di Kawasan tugu Trikora, persisnya di zebra cross yang tak jauh dari Rumah Kopi Trikora saat ini. Sempat belum saya konfirmasi apa tindakannya tersebut, tapi diperkirakan ia hendak menghentikan tindakan aparat keamanan yang bertindak represif terhadap para mahasiswa tersebut.
Jika itu tindakannya, tentu itu suatu sikap patriot terhadap adik-adik mahasiswa dari kampus biru Unpatti, yang mendominasi demonstrasi di Kota Ambon saat itu. Akhirulkalam, sikapnya yang demikian mengingatkan pada qoutes Nelson Mandela, seorang revolusioner anti Apartheid yang pernah menjabat Presiden Afrika Selatan di tahun 1994-1999. Ia mengatakan bahwa, “pemimpin yang baik harus siap berkorban untuk memperjuangkan kebebasan rakyatnya”. Dan pengorbanan itu sudah dilakukan Hijrah Hatapayo. (*)
Discussion about this post