Referensimaluku.id.Ambon — Tahun Baru Imlek 2574 kongzili jatuh pada Minggu 22 Januari 2023. Dengan berbagai desain dengan model gambar kelinci dengan menandakan masuk tahun kelinci.
Warga tionghoa di Ambon merayakan Imlek di Vihara Swarna Giri Tirta yang bertempat di Gunung Nona Kelurahan Benteng Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon, Minggu (22/1/2023).
Perwakilan Umat Budha Indonesia (Walubi) Provinsi Maluku,Wilhemus Jauwerissa, menyampaikan, Imlek atau disebut dengan penanggalan lunar adalah satu tradisi atau muncul dari kebudayaan dari kita orang tionghoa yang notabennya ada terkait dengan penanggalan – penanggalan lunar. Dimana penanggalan – lunar berpatokan untuk beraktivitas berbagai lingkungan baik nelayan, petani serta serkulasi pasang surut semua itu adalah perhitungan dari penanggalan lunar, ujar Jauwerissa.
“Kita menyadari bahwa ada penanggalan internasional tapi penanggalan lunar adalah berpatokan pada dinamika kehidupan dalam perkembangan. Karena tanggal 1 sampai 15 adalah bulan gelap 10 itu sebagai realita dan kenyataan, ungkapnya.
Kalau kita merayakan Imlek secara serentak di seluruh dunia sebagai keturunan tionghoa untuk menyambut perayaan budaya sebagai ungkapan syukur yang mendalam perjalanan yang lalu sehingga kita melewati dengan baik dan kita akan menempuh tahun depan dengan harapan lebih baik, katanya.
Olehnya itu sebagai manusia kita bersatu hati , kita berdoa agar berupaya supaya kita menganggkat hati bersama – sama angkat hati kepada penguasa alam dan kita mengetahui bahwa kekuasaan alam dari macan, hari ini sudah berpinda posisi ke penguasa kelinci didalam realita itu ada, kekuasaan itu karena didalam realita ada 12 kekuasaan yaitu anjing, babi hutan, tikus, lembu, harimau, kelinci, naga, ular, kuda,domba, monyet, dan ayam jago. dalam penanggalan China tahun 2023 ini merupakan tahun kelinci, ujarnya.
Kata Jauwerissa, harapan kami dengan kekuasaan kelinci ini, kedamaian kita peroleh, mulai dari pribadi maupun sifat dari pada binatang kelinci ini sangat harmonis dan kekeluargaan. Tetapi di lain sisinya kita harus banyak berdoa kelinci juga binatang yang lemah yang di takuti bencana alam yaitu bisa terjadi gempa bumi, lonsor dan lainnya, harapnya.
“Kehadiran kita semua berada dimana pun orang – orang tionghoa pasti mereka berdoa, bersyukur mengharapkan lebih baik kedepan”.
Mereka yang merayakan sudah sesuai dengan tantanan kebudayaan tidak melihat dari masyarakat ekonomi menengah, atas dan sebagainya tetapi mereka merayakan sesuai kondisi yang ada. Misalnya ada kue karanjang dua, orang yang mampu buat yang lebih besar, yang lebih besar lagi mereka punya kemampuan mereka memberikan ampao kepada anak cucu atau orang yang tidak mampu.
Lebih lanjut kata Jauwerissa, mereka juga kadang kali mengadakan partisipasi berupa sumbangan kepada masyarakat yang membutuhkan, itulah realita harapan dari makna kebudayaan yang disebut Imlek ini. Semoga semua ini dapat berjalan sesuasi dengan kehidupan kita manusia yang selalu mengharapkan aman, damai, dan sejahtera, tutupnya. (RM-04)
Discussion about this post