Referensimaluku.id.Ambon- Chintya Tengens Kastanya kembali mengukir rekor tersendiri dalam atmosfer pendakian puncak tertinggi dan gunung tertinggi di Indonesia. Setelah sukses menaklukkan Cartensz Piramid di Papua setinggi 4.884 meter di atas permukaan laut (MDPL) yang merupakan salah satu dari tujuh puncak tertinggi di dunia (seven summits) pada peringatan 17 Agustus 2016 silam dan elang Hari Ulang Tahun (HUT) ke-77 pada 17 Agustus 2022, presenter jejak petualang Trans7 itu kembali berhasil menginjakkan kaki di Gunung tertinggi di Indonesia, yakni Gunung Kerinci di Sumatera Barat. Gunung Kerinci memiliki ketinggian 3805 mdpl. Putri bungsu pasangan Heygel Tengens dan Hilda Kastanya sendiri adalah wanita pertama “penakluk” puncak “Cartensz Pyramid” di Papua.
Setelah itu ada nama Rosna Pesilette dari Kanal Ambon. Sejarah mencatat baru dua perempuan asal Ambon, Maluku, yang berhasil sampai di titik tertinggi Cartensz Pyramid, yakni Chintya dan Rosna.
Dara manis jebolan SMA Negeri 1 Ambon itu mengisahkan sebelum pendakian Kerinci ada ajakan dari sesama pendaki Haura Nabila. “Berawal dari ajakan @hauranabila. Rencana ke Kerinci 4 cewek, 3 cowok. Tapi menjelang keberangkatan, cowoknya pada tumbang satu per satu.
Tapi gue tetap pingin berangkat. Pendakian ulang tahun di Kerinci ceritanya. Akhirnya gaslaaah ini kami cewek ber4, gue, Haura, Dj dan Emil,” tulis Chintya di akun IG sebagaimana diteruskan ayahnya Heygel Tengens kepada penulis melalui WhatsApp, Selasa (19/7/2022) malam. Chintya menyebutkan untuk mewujudkan obsesinya bersama ketiga rekannya itu mereka harus merogoh kocek memesan dan membeli tiket Jakarta-Padang pergi pulang (PP) berkisar Rp.2.200.000 hingga Rp.3.000.000 per orang.
“Menginap di basecamp@rumahkita66 Rp.25.000 per malam. Di sini ada shower air panas untuk mandi. Biaya makan di basecamp Rp.20.000. Menyewa Porter Rp. 300.000 per hari. Menyewa guide Rp.350.000 per hari dan simaksi Rp. 25.000 per orang,” urai Chintya. “Yang tak kalah penting dan seru adalah menyewa dan menggunakan pick-up dari basecamp ke Pintu Rimba PP sebesar Rp.50.000 per orang,” imbuhnya.
Sebelum pendakian dilakukan registrasi di mana pendaki perempuan dilarang membawa tisu basah dan ada dalam keadaan menstruasi. Chintya mengungkapkan rasa sukacitanya kembali mendaki gunung. “Seneng lagi bisa menggunung,” ucapnya. Dia menceritakan setelah turun dari pick-up para pendaki langsung berjalan di jalan tipis selama lebih kurang lima menit ke arah Pintu Rimba.
“Sebelumnya kita berdoa bersama lalu masuk hutan. Masuk masuk becek bener dan hutannya berkanopi rapat”. Dari Pintu Rimba ke Pos I yang disebut “Pos Bangku Panjang” para pendaki menempuh perjalanan selama lebih kurang 20 menit. “Carrier gue isinya air 1 liter, makanan, baju pribadi, obat-obatan pribadi, raincoat, tracking pole until jacket tebal, sleeping bag gue titip di Porter”. Pos II disebut “Pos Batu Lumut”. Untuk mencapai Pos II dari Pos I dibutuhkan waktu perjalanan lebih kurang 20 menit. “Di Pos II ini kita ketemu banyak pendaki dari Padang, Riau, Pekanbaru, dan daerah Sumatera lainnya”. Pos III disebut “Pos Panorama”. Jarak tempuh perjalanan dari Pos II ke Pos III sekira 20 menit. “Di area ini ditemui dan didengar suara burung navigasi yang biasanya menemani pendaki sampai di shelter. Kalau pagi juga banyak ketemu siamang”.
Selanjutnya perjalanan hingga sampai di titik tertinggi Gunung Kerinci di mana Chintya mampu melakoninya dengan baik. “Pokoknya gue happylah sampai di puncak Kerinci,” ungkapnya. Chintya juga mengisahkan bagaimana dia sukses menaklukkan Cartensz Piramid persis pada peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia, 17 Agustus 2016 atau enam tahun silam.
”Waktu itu Beta (saya) butuh waktu sekitar 12 jam sebelum berada di Cartensz Pyramid. Seng bisa (tak dapat) diukur dengan kata-kata ketika Beta (saya) sampe (sampai) di Puncak Cartensz Pyramid,” ungkapnya bahagia kepada penulis, Minggu (17/7/2021).
Chintya menguraikan misi menaklukkan gunung setinggi 4.884 mdpl itu sudah dirancangnya sejak dia sukses menaklukkan Gunung Tambora pada Mei 2016. ”Gunung Tambora di NTB, Gunung Bromo di Jawa Timur, Gunung Kinatibu Maluku Utara, Gunung Ciparay di Jawa Barat hingga Gunung Tidar di Jawa Tengah, berhasil Beta (saya) taklukkan dan Puncak Cartensz di Papua juga berhasil Beta (saya) daki,” urainya.
Kesuksesan menaklukkan sejumlah puncak gunung tertinggi di Tanah Air kian menebalkan asa Chintya terus berpetualang di alam bebas. ”Beta (saya) akan tetap berpetualang di alam bebas,” imbuhnya.Saat berada di Puncak Cartensz, kisah Chintya, tubuhnya langsung letih karena menempuh perjalanan yang panjang nan berliku dan sangat berisiko.
“Cuacanya sangat dingin, tidak ada tempat untuk berlindung. Katong (Kami) terpaksa bakar semua peralatan yang Katong (kami) bawah, termasuk jaket, celana hingga sepatu. Supaya hangat, Katong (kami) terpaksa bakar barang bawaan. Ini katong (kami) lakukan supaya bisa bertahan hidup,” tuturnya.
Chintya menjelaskan dari puluhan orang yang bermisi serupa menaklukkan Cartensz Pyramid hanya empat orang termasuk Chintya yang sukses menjamah puncak tertinggi di Indonesia itu.
” Bayangkan saja dari puluhan orang yang mendaki, hanya katong (kita) empat orang yang berhasil capai puncak, termasuk Beta (saya) Lebih bahagia karena waktu itu berbarengan dengan momentum peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia,” ujarnya.
Chintya masih menyimpan banyak misi di tahun-tahun mendatang. Salah satu obsesinya menaklukkan Mount Everest setinggi 8848 mdpl. ”Prinsipnya, puncak gunung bukan untuk ditaklukkan, tapi kami bersahabat dengannya,” bilangnya.
Sebelum itu Chintya sempat masuk bekerja sebagai staf Teten Masduki di Sekretariat Negara. Teten saat itu menjabat Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UMKM).
Heygel Tengens, sang ayah Chintya mengaku sempat melarang keras putrinya ikut olahraga di alam bebas itu.” Beta (saya) sudah larang dia, tapi Chintya itu wataknya cukup keras sehingga Beta (saya) seng ( tidak) bisa berbuat apa-apa,” akui Heygel yang pernah masuk nominator Pembina Olahraga Maluku terbaik versi SIWO-PWI Maluku pada akhir 2000an itu kepada penulis langsung dari Jakarta, Minggu (17/7/2016).
Kendati begitu, Heygel yang juga Direktur Sekolah Sepakbola Amboina ini selalu mengingatkan puterinya berhati-hati dalam beraktivitas, karena bermain di alam bebas sangat berisiko cedera.
”Puji Tuhan, setiap misi yang dia jalani selalu berhasil sesuai rencana,” tutup pelatih sepakbola pelajar Maluku di Popnas 1993,1995 dan 1997 dan pelatih pelatih pelajar Maluku di Arafura Youth Games 1997. (RM-03)
Discussion about this post