Oleh : Dr. M.J. Latuconsina, S.IP, MA
Pemerhati Sosial,Ekonomi&Politik
Referensi Maluku.id,- Sebuah kisah lawas, yang selalu membuat khalayak tertarik membacanya kembali. Karya ini merangkum berbagai sumber sebagai pembanding tentang sosok Ken Arok, seorang brandal yang tak jelas asal usulnya. Ia bersekongkol dengan para brahmana lantas menjatuhkan Tunggul Ametung suami Ken Dedes dari kekuasaannya sebagai Raja di Tumapel.
Bukan tentang keris Mpu Gandring yang digunakan Ken Arok untuk menghabisi rival politiknya Tunggul Ametung, yang sejak dahulu kala kita selalu terfokus dan memperdebatkannya panjang lebar. Tapi Ken Dedes lah determinasinya. Ada aspek privat, yang ada pada diri perempuan cantik di Tumapel itu, yang memancarkan cahaya, sehingga bagi siapa yang menjadikannya sebagai istri, maka dia akan menjadi maharaja.
Goresan pena dari M. Syamsuddin, terbitan Araska, Yogyakarta pada 1 Februari 2021 lalu ini menarik untuk dibaca para khalayak, dimana bukan sebuah karya sastra murni layaknya novel Arok Dedes, yang ditulis Pramoedya Ananta Toer seorang sastrawan berhaluan kiri, melainkan sebuah narasi sejarah, yang membuat kita menerawang perebutan kekuasaan pada masa lalu di tanah Jawa.
Mengakhirinya meminjam ungkapan kontemplatif Ahmad Fuadi, seorang penulis yang menulis novel berjudul : “Rantau 1 Muara”, yang dipublis di tahun 2013 lalu bahwa, “sejarah bukan seni bernostalgia, tapi sejarah adalah ibrah, pelajaran, yang bisa kita tarik ke masa sekarang, untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik.”
Discussion about this post