Oleh : Dr M.J Latuconsina, S.IP MA
Pemerhati Sosial Ekonomi dan Politik
Referensi Maluku.id,-“Pemikir akan binasa, pikiran tidak.” (Malcom Forbes, penerbit Forbes Magazine).
***
Buku yang mengulas sosok Arief Budiman/Soe Hok Djin abang dari Soek Hok Gie, seorang aktivis Indonesia keturunan Thionghoa ini di publis pada April 2021 lalu. Buku ini menarik para khalayak yang “kritis” dan gemar “protes” untuk membacanya. Pasalnya mendekripsikan perspektif pemikiran dan tindakannya dalam melawan rezim Orde Lama dan Orde Baru.
Begitu pula di sentil sedikit tentang berbagai pemikiran dan tindakannya dalam dunia seni. Meskipun ia tak seperti seniman kebanyakan, yang menggeluti seni dengan serius, dimana menghasilkan karya seni yang rill dari tangan trampil dan imajinasi kreatif mereka, tapi Arief Budiman telah memberikan berbagai kontribusi idenya tentang seni melalui tulisan-tulisannya pada berbagai media massa cetak pada zamannya.
Arief Budiman dari pemikiran dan tindakannya, tak melawan rezim dalam sepi, sebab ia menggerakkan berbagai protes terhadap rezim dalam suatu gerbong, yang dilakukan secara terang-terangan, yang kemudian menggetarkan atmosfir pergerakan nasional pada eranya, dengan titik fokusnya di Jakarta, Yogyakarta dan Bandung, dengan interaksi yang timbal balik antar para aktivis di tiga kota tersebut. Hal ini dikarenakan para aktivis di tiga kota ini pada saat itu menjadi penggerak lokomotif sikap kritik terhadap rezim.
Walaupun buku terbitan Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) ini, adalah sebuah kumpulan artikel yang dirangkum dari media massa dan media sosial, tapi memiliki bobot yang luar biasa bagus. Sebab para penulisnya adalah para cendekiawan, budayawan dan Indonesianis terkemuka di tanah air, yang tak lagi di ragukan kapasitas mereka, antara lain : Daniel Dhakidae, Ignas Kleden, William Liddle, Goenawan Mohamad, Fachry Ali, Saiful Mujani dan yang lainnya. Aspek ini, yang kemudian menambah kandungan pesan-pesan intelektual yang berkualitas, tentang figur Arief Budiman dalam pemikiran dan tindakannya untuk politik dan seni di tengah otoritarianisme penguasa pada zamannya.
Discussion about this post