Referensimaluku.id.Ambon-Pada Rabu 20 April 2022, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui enam dari sembilan Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H., M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.
Adapun enam berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah, sebagai berikut
Tersangka NURBAYA MASANG Alias BAYA dari Kejaksaan Negeri Maluku Barat Daya yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka HUSNI THAMRIN BIN MUHNI dari Kejaksaan Negeri Pesawaran yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka ERMAWATI Binti M. ALI ISMAIL Dkk dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka LATIF KUNIYO alias PA KUNIYO dari Kejaksaan Negeri Maluku Tengah yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka ELDO PUJI SAPUTRA ALS ELDO BIN HERI PUJIONO dari Kejaksaan Negeri Purwokerto yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka DARYANTO, S.T. BIN KASAN dari Kejaksaan Negeri Kebumen yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Para Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun;
Telah dilaksanakan proses perdamaian di mana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Adapun alasan lain pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan, yakni
dalam perkara Tersangka HUSNI THAMRIN BIN MUHNI, Tersangka melakukan pencurian dan menjual hasil curiannya yang nantinya akan digunakan oleh Tersangka untuk pengobatan sakit stroke yang dideritanya ke Yogyakarta karena ditelantarkan oleh keluarganya.
Dalam perkara Tersangka ELDO PUJI SAPUTRA ALS ELDO BIN HERI PUJIONO, Tersangka dan saksi korban adalah teman bermain dan sahabat, dan Tersangka melakukan pencurian handphone karena terdorong untuk melunasi hutang yang digunakan untuk keperluan berobat istrinya.
Sementara berkas perkara atas nama tiga orang Tersangka, yaitu
Tersangka HERMANTO Bin SUTARMIN dari Kejaksaan Negeri Metro yang disangka melanggar Pasal 310 ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka LA YADI BUTON alias YADI dari Kejaksaan Negeri Buru yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Pasal 310 Ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka JUNAIDI Bin SUTARTO dari Kejaksaan Negeri Metro yang disangka melanggar Pasal 310 ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
tidak dikabulkan Permohonan Penghentian Penuntutan. Berdasarkan Keadilan Restoratif dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
JAM-Pidum menyampaikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, maka Kejaksaan memiliki kewenangan di dalam menghentikan perkara demi keadilan restoratif sebagaimana dalam UU menjelaskan kewenangan Jaksa dalam melaksanakan diskresi penuntutan (prosecutorial discretionary ataut opportuniteit beginselen) yang dilakukan dengan mempertimbangkan kearifan lokal dan nilai-nilai keadilan yang hidup di masyarakat memiliki arti penting dalam rangka mengakomodasi perkembangan kebutuhan hukum dan rasa keadilan di masyarakat yang menuntut adanya perubahan paradigma penegakan hukum dari semata-mata mewujudkan keadilan retributif (pembalasan) menjadi keadilan restoratif.
“Untuk itu, keberhasilan tugas Kejaksaan dalam melaksanakan penuntutan tidak hanya diukur dari banyaknya perkara yang dilimpahkan ke pengadilan, termasuk juga penyelesaian perkara di luar pengadilan melalui mediasi penal sebagai implementasi dari keadilan restoratif yang menyeimbangkan antara kepastian hukum yang adil dan kemanfaatan,” ujar JAM-Pidum.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (RM-07)
Discussion about this post