Dr. M.J. Latuconsina, S.IP, MA
Pemerhati Sosial,Ekonomi&Politik
Referensimaluku.id,- Ambon-“Jika hanya ‘feeling good’ yang bisa memutuskan, mabuk bisa menjadi pengalaman manusia yang betul-betul valid.”
***
Kata-kata tersebut, merupakan ungkapan William James (1842-1910), seorang filsuf berkebangsaan Amerika Serikat, yang terkenal sebagai salah seorang pendiri Mazhab Pragmatisme. Relevansi quotes filsuf yang populer melalui essay “in Radical Empiricism” yang dipublis di tahun 1912 lalu, dengan kisah ini adalah diksi mabuk. Pasalnya kisah Abu Nashr Bisyr Ibnul Harits al- hafi, adalah seorang brandalan yang awal kehidupannya dilewati dengan mabuk-mabukan.
Dikemudian hari ia mengalami transformasi menjadi seorang yang beriman, dimana menempatkan sebagai seorang wali yang muliah di mata Allah SWT. Ceritanya ini dikutip dari “kisah Para Kekasih Allah, Rampai Teladan Kehidupan Yang Menakjubkan Dan Menggetarkan Jiwa”, yang ditulis Zaprulkan, terbitan Diva Press, tahun 2019. Abu Nashr Bisyr Ibnul Harits al- hafi, ia terkenal dengan panggilan singkat Bisyr al-Hafi, yang hidup pada pertengahan abad kedua hingga awal abad ketiga hijriah.
Di awal kehidupannya menjalani kehidupan hedonistik, berfoya foya dalam kemewahan hidup dan kemaksiatan. Kisah pertaubatanya berawal dari sebuah peristiwa yang sangat sederhana, tetap cukup menajubkan. Suatu hari, ia sedang berada dalam kondisi setengah mabuk dan berjalan sempoyangan sepanjang jalan. Tiba-tiba, ia menemukan secarik kertas bertuliskan” bismllaahirrahmaanir rahiim” yang telah terinjak-injak kaki dan kotor. Bisyr pun segera memungutnya. Kemudian, ia membeli air sari mawar dan mengoleskanya pada kertas tersebut sehingga menjadi harum.
Ia ciumi kertas itu dengan perasaan ta’dzim, penuh pegagungan. Kemudian, kertas yang sudah harum itu ia simpan dengan baik dan penuh rasa hormat di rumahnya. Malam harinya, seorang sufi bermimpi. Dalam mimpinya, ia diperintahkan untuk menyempaiakan pesan ini kepada Bisyr, “Engkau telah mengharumkan nama-ku, maka aku akan mengharumkan namamu. Engkau telah memuliakanmu. Engkau telah mensucikan nama-ku, maka aku akan mensucikanmu. Demi kekuasaan-Ku, sungguh aku akan mengharumkan namamu didunia ini dan di akhirat kelak.”
Rupanya persepsi sufi itu bertentangan dengan mimpinya, dimana menurutnya “Dia orang yang amoral,” pikir sang sufi itu, “mungkin mimpiku keliru” Maka, sufi itu pun berwudhu, mendirikan shalat malam, dan tidur kembali. Namun, betapa kaget dirinya ketika mimpi tersebut sampai terulang untuk kedua dan ketiga akalinya. Pagi harinya, ia bangkit dan pergi mencari Bisyr dengan tujuan menyampaiakan pesan mistikal dari langit tersebut.
Ia diberi tahu bahwa Bisyr sedang berada di sebuah pesta anggur. Ia pun pergi ke tempat tersebut. “Apakah Bisyr berada di sini?” ia bertanya. “Ya, Bisyr ada di dalam, tetapi ia sedang menikmati pesta anggur,” jawab sebagian mereka. Sang sufi tersebut masuk dan menemui Bisyr seraya berkata, “aku punya pesan khusus untukmu.” Bisyr menjawab acuh tak acuh,“ pesan dari dari siapa ?” “ pesan istimewa dari Allah,” jawab sang sufi. Lalu, sang sufi menguraikan pesan langit yang di terimanya dalam mimpi semalam. Berguncang jiwa Bisyr mendengarnya.
Ia Menjerit dan menangis tersedu-sedu.“ Ahh” pekik Bisyr, “apakah ini pesan makian atau pesan penyucian ? Tunggu, aku akan pamit kepada teman-temanku.” “Teman-teman,” Bisyr berkata kepada teman-teman minumya, “aku telah mendapat panggilan spiritual. Aku pergi. Aku ucapakan selamat tingga.” “Mulai hari ini, kalian tidak akan pernah lagi melihatku begini.” Sejak saat itulah, Bisyr menjadi orang yang sangat shalih, hingga tak seorang yang tidak merasakan kedamaian surgawi di dalam hatinya ketika mendengar nama Bisyr tersebut. Ia mengambil jalan penyengkalan diri dan sangat diliputi oleh pandangan ketuhan.
Akhirulkalam meminjam ungkapan kontemplatif Adi Hidayat seorang ulama muda, yang konsen dalam dakwah di tanah air, bahwa, “hidayah bukan hanya diberikan untuk orang yang tidak beriman saja..,ungkapan ulama muda kelahiran Pandeglang, Banten ini, tentu realistis dengan kisah Bisyr al-Hafi. Hal ini membuktikan jika pintu rahmat, dan hidayah terbuka dari Allah SWT kepada orang-orang bergelimang dosa, untuk selanjutnya menjadi orang-orang yang beriman, hingga kemudian kedudukannya mulia di sisi Sang Khalik. (*)
Discussion about this post