Dr. M.J. Latuconsina, S.IP, MA
Pemerhati Sosial,Ekonomi&Politik
Referensimaluku.id,- Ambon- “Nasionalisme memiliki cara untuk menekan orang lain.” (Noam Chomsky)
***
Tatkala memasuki salah satu swalayan di jalan AY. Patty beberapa waktu yang lalu lalu, saya sekilas mendengar salah seorang karyawannya membacakan preambule (pembukaan) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang datangnya dari tempat penitipan barang, khususnya bacaan itu pada alenia ke-1 : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.”
Tak lama berselang sahabatnya pun melontarkan pertanyaan “ce tau kapan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) didirikan ?”. Suatu pertanyaan yang mengingatkan saya pada mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) saat di bangku Sekolah Dasar (SD), tatkala mata pelajaran ini berlangsung, guru pengampuh mata pelajaran PSPB pun melontarkan pertanyaan pada saya dan teman-teman sekelas “kapan BPUPKI didirikan ?”.
Ada kawan-kawan yang bersemangat menjawab tapi salah, ibu guru katakan “jawabannya tidak repat” ada yang tidak bisa menjawab dan hanya garuk-garuk kepala, ibu guru katakan “kamu terlalu banyak main, tidak belajar sampai tak bisa jawab”, serta ada yang menjawabnya tepat, “BPUPKI didirikan pada 1 Maret 1945 ibu” kata salah satu sahabat saya yang duduk tidak jauh dari saya, dan ibu guru pun memberikan apresiasi dengan mengatakan “jawabannya tepat jawaban, bagus”.
Tak tahu yang pasti apa maksud pembaacaan preambule UUD 1945 dan pertanyaan tentang kapan BPUPKI didirikan tiba-tiba muncul dan dibicarakan karyawan swalayan di tempat penitipan barang swalayan tersebut. Tapi dugaan saya, kemungkinan berhubungan dengan postingan alenia ke-1 preambule UUD 1945, yang ramai di facebook dalam meresepons perjuangan rakyat Palestina, untuk memerdekakan diri agar terlepas dari otoriatarianisme jiran mereka Israel. Sehingga warga Kota pun melakukan napak tilas menyangkut dengan mata pelajaran PSPB, yang dulu trend diajarkan pada era 1990-an lampau.
Barangkali sikap warga Kota yang demikian sebagai suatu sikap solidaritas sesama warga bangsa yang dijajah dan pernah dijajah, sehingga ramai-ramai melakukan napak tilas awal kenegaraan dan kebangsaan kita, sebagai suatu spirit dari “nasionalisme substantif” dan “bukan nasionalisme dadakan.” Namun pada konteks ini kata Avram Noam Chomsky, salah seorang profesor linguistik dari Institut Teknologi Massachusetts, yang pernah di ganjar Kyoto Prize di tahun 1988 lampau, seperti “memprotes” melalui kata-kata, yang mengagetkan kita menyangkut dengan nasionalisme kita yang lantang terhadap bangsa lain bahwa, “nasionalisme memiliki cara untuk menekan orang lain.” (*)
Discussion about this post