Oleh : Dr. M.J. Latuconsina,S.IP,MA
Pemrehati Sosial,Ekonomi&Politik
ReferensiMaluku.id ,- Ambon –Seperti ungkapan Margaret Hilda Thatcher, Baroness Thatcher, yang populer dengan sapaan Margaret Thatcher, kelahiran Grantham, Lincolnshire, Inggris pada 13 Oktober 1925 lantas wafat di London, Inggris pada 8 April 2013. Ia adalah Perdana Menteri Inggris periode 1979-1990. Seorang jurnalis Soviet menjulukinya “Wanita Besi” (Iron Lady), istilah yang kaitkan dengan politik dan gaya kepemimpinannya. Selaku Perdana Menteri, ia menerapkan kebijakan-kebijakan Konservatif yang kelak disebut sebagai Thatcherisme. Pada suatu waktu, ia pernah mengungkapkan bahwa, “pria dengan kemauan kuat disebut berpengaruh, sementara wanita dengan kemauan kuat ‘sungguh sesuatu’. Saking hebatnya tidak ada satu pun kata-kata yang bisa mewakilinya”.
Kata Margaret Thatcher yang penuh makna, dimana wanita dengan kemauan kuat bisa menjadi hebat tatkalah mereka tampil di panggung politik pergerakan, untuk melawan rezim hegemonik. Pada konsteks inilah kita bisa melihat peran Inggit Ganarsih istri kedua Bung Karno, mirip dengan tokoh Pelagia Nilovna ibu dari seorang buruh bernama Pavel Michailovitsj, dalam novel Ibunda karya Aleksei Maksimovich Peshkov, yang populer dengan nama penanya Maxim Gorki, seorang sastrawan berhaluan Marxis, berkebangsaan Rusia. Baik Inggit dan Pelagia sama-sama tampil di garda terdepan dengan peran pergerakan politik mereka, untuk membantuk suami dan anak mereka melawan rezim imprealis dan rezim aristokrat feodalis pada zamannya, meski pun menghadapi incaran kaki tangan rezim penguasa, yang selalu intens memata-matai peran pergerakan politik mereka.
***
Kisah ini bermula saat Revolusi Demokratik Rusia di awal abad 20, dimana semenjak Michail Vlasovn suami Pelagia wafat, anaknya Pavel mengantikan ayahnya sebagai buruh pabrik. Berbeda dengan ayahnya yang sering mabuk-mabukkan lantaran meneguk Vodka, Pavel justru sering terlibat pergerakan politik bawah tanah, untuk menuntut keadilan terhada nasib mereka sebagai buruh. Akivitas-aktivitas Pavel bersama kawan-kawannya pun intens, sehingga ibunya pun mengetahuinya juga. Lambat laun ibunya Pelagia mulai mengikuti aktivitas politik anaknya Pavel, tatkala Pavel sudah ditangkap kaki tangan penguasa, maka Pelagia mulai terlibat membagi-bagi selebaran yang berisi ajakan perjuangan. Ibunda bersama teman Pavel yang tersisa mulai memperluas gerakan politik.
Pelgia turun ke kancah revolusi dengan peranannya sebagai pendistribusi pamplet ke kalangan buruh dan tani. Selama Pavel di penjara hingga pengadilan memutuskan mereka dibuang ke pelosok Siberia, ibunda tetap meneruskan perjuangan anaknya. Pelagia berjalan ke pelosok-pelosok negeri, ke daerah perkampungan yang terpencil, mengajak kaum tertindas bergerak bersama. Selebaran itu menjadi corong perjuangan mereka, karena pesan dalam selebaran itu adalah lokomotif perubahan. Dia menerobos kekolotan, perbudakan, kekejaman dan semua hal yang menjijikkan.
Pidato Pavel terakhir di pengadilan menjadi perhatia banyak orang, dimana penuh pesan yang menggugah, ajakan melawan, bergerak, dan menyadarkan setiap orang yang mendengarkannya. Nikolai, seorang teman Pavel bersama ibunya Pelgia, berencana menerbitkan selebaran berisi pidato Pavel. Malam hari mereka mencetak pidato itu secara rahasia. Esok harinya, pagi-pagi sekali, ibunda meminta agar ia ditugasi menyebarkan pidato anaknya itu. Perasaan ibunda sangat senang dan bahagia, ia merasa begitu terhormat menjalankan tugas yang diberikan kepadanya, meskipun taruhannya menjadi incaran kaki tangan penguasa.
***
Kiprah Pelagia isrtinya Michail Vlasov sama dengan Inggit. Hal ini seperti dikisahkan dalam buku berjudul : “Untuk Republik Kisah-kisah Teladahan Kesderhanaan Tokoh Bangsa”, terbitan tahun 2019 karya Faisal Basri dan Haris Munandar bahwa, beban Inggit bertambah ketika Soekarno bolak-balik masuk penjara sejak tahun 1928 di penjara Banceuy sejak akhir tahun 1929. Tidak jarang ia melakukan hal berbahaya untuk membantuk Soekarno. Saat Belanda memenjarakan Seoakrno di Banceuy, Inggit menyelipkan buku-buku hukum sebagai bahan pembelaan Soekarno di perutnya yang ramping.
Buku-buku pinjaman dari Mr. Sartono Kartodirjo yang dijemputnya dari Batavia ada satu koper sehingga Inggit harus bolak-balik ke penjara untuk menyelundupkannya satu per satu. Saat penjaga penjara lengah, secepatnya ia menyerahkan buku itu kepada Soekarno. Mereka berkomunikasi dengan apa saja yang memungkinkan seperti kode pada telur rebus, atau pedas tidaknya hidangan sayur yang dibawa. Semakin pedas artinya semakin panas situasi diluar sana. Ketika Seokarno dipindahkan ke Penjara Sukamiskin, Inggit sering berjalan kaki dari rumahnya sejauh 10 kilometer ke penjara guna mengunjungi suaminya. Ia seringkali tidak punya uang untuk ongkos naik delman. Kalau pun ada uang, ia lebih suka menyimpannya untuk keperluan lain yang lebih mendesak.
Apa yang dilakukan Inggit jauh lebih banyak daripada seorang istri. Selama suaminya di penjara, Inggit ikut sibuk-sibuk di bahwa tanah mengurusi kegaiatan PNI meskipun namanya tidak pernah ada dalam daftar pengurus. Inggit pula yang ikut mengurusi (bahkan memimpin) serta mengongkosi penterbitan majalah PNI dan mendistibusikannya. Resikonya kalau ketahuan Belanda, ia juga akan dijebloskan di penjara. Jelasnya bahwa sesungguhnya Inggit Ganarsih bukan sekedar seorang istri pejuang, melainkan Inggit sendiri adalah seorang pejuang. (*)
Discussion about this post