Referensimaluku.id.Ambon — Penambangan Emas Tanpa Izin ( PETI ) di lokasi Gunung Botak, Kabupaten Buru, Maluku, saat ini terlihat sepi sejak Kepolisian Resort (Polres) Buru dan Kepolisian Sektor (Polsek) Waiapo mengobrak-abrik lokasi ini selama tiga hari beruntun. Padahal ketika belum dilakukan penertiban oleh pihak kepolisian, wilayah Gunung Botak selalu ramai dengan hiruk pikuk antarpekerja tambang dari seluruh pelosok Tanah Air.
Penertiban pada Senin (21/2/2022) hingga Selasa (22/2) terlihat petugas dibantu eksavator berhasil membongkar tenda – tenda para penambang liar, dan membongkar bak – bak rendaman.Namun, dalam dua hari bekerja keras petugas kepolisian belum mampu melakukan penertiban, karena luasnya areal berikut minimnya alat berat menyebabkan ada lokasi – lokasi lain yang belum tersentuh penertiban.
Pada hari ketiga, Kamis (24/2) penertiban dilanjutkan di Wasboli dan Sampeno, Desa Kaiely, Kecamatan Kaiely, Kabupaten Buru.
Informasi yang diperoleh Referensimaluku.id dari Namlea, Sabtu (26/2) menginformasikan penertiban pada hari ketiga langsung dipimpin Kapolsek Waiapo, Inspektur Polisi Dua (Ipda) Andreas Hasurungan Panjaitan.
Personel yang dipimpin Panjaitan sebanyak 40 orang yang merupakan gabungan Polres Buru dan Polsek Waiapo.
“Berbagai peralatan penambang kita hancurkan, bahkan ada sektar 70 bak rendaman yang kita ratakan dengan tanah, termasuk tenda – tenda juga dirobohkan,” sambungnya.
Dalam video yang diterima media online ini terlihat eksavator dengan ganasnya mengobrak abrik bak – bak rendaman, dan di dalam bak berisi ratusan karung berisi pasir emas berhamburan.
Menyikapi aksi penertiban Polres Buru atas kehadiran pekerja tambang ilegal di Gunung Botak, Korwil LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating angkat bicara.
“Apa yang sedang dilakukan Polres Buru adalah hal biasa dan tidak ada yang istimewa. Karena semuanya itu adalah merupakan tugas rutin yang harus dilaksanakan untuk melindungi masyarakat”, ujarnya kepada media online ini secara terpisah, Sabtu (26/2) malam.
“Jadi itu merupakan tugas rutin dan bukan sebuah prestasi”, sindir aktivis anti korupsi ini.
Dan yang sangat disayangkan, masih menurut Sariwating, dalam penertiban selama tiga hari, tidak ada satupun pemilik bak rendaman yang ditangkap dan diproses hukum. Kami juga heran kenapa Polres Buru tidak tegas terhadap mereka – mereka ini.
Padahal mereka inilah yang merupakan biang keladi terjadinya kerusakan lingkungan hidup di sana”.
Sariwating berujar semestinya para penambang liar ini harus ditangkap dan diadili karena telah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 69 ayat 1 butir (a ) UU Nomor 32 Tahun 2009 menegaskan “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup”. Jika penambangan itu disertai dengan pemakaian bahan ber bahaya seperti mercuri, sianida, maka ada sanksi pidana dan denda yakni
Pidana penjara paling singkat satu tahun, dan paling lama tiga tahun,
Sedangkan denda paling sedikit Rp. 1 Miliar dan paling banyak Rp. 3 Miliar. Sanksi pidana dan denda ini harus dijatuhkan pada penambang – penambang ilegal sehingga ada efek jera.
Kalau hal itu tidak di lakukan, maka cepat atau lambat mereka ini terutama pemilik bak rendaman akan kembali ber aktifitas seperti biasa, karena sudah banyak bukti yang menyatakan itu. “Mudah-mudahaan penertiban saat ini merupakan yang terakhir, tapi kalaupun di waktu mendatang aktivitas penambangan ilegal kembali marak, berarti pekerjaan penertiban oleh Polres Buru tidak punya arti apa alias mubazir”.
“Oleh sebab itu untuk menjaga nama baik Polisi di mata masyarakat, kami minta Kapolda Maluku Irjen Pol. Lotharia Latief segera perintahkan Kapolres Buru AKBP Egia Febri Kusuma Atmaja melakukan penangkapan terhadap pemilik bak rendaman karena selain telah merusak lingkungan hidup, mereka juga melakukan penambangan tanpa izin dari pemerintah,” seru Sariwating. (RM-04)
Discussion about this post