Referensimaluku.id.Ambon — Kejaksaan Tinggi Maluku dapat di pidana jika tidak serius menangani dugaan Tindak Pidana Korupsi pengadaan lahan RSUD Kota Tual dan kasus korupsi lainya di Maluku.
Ketua tim Pemantau Keuangan Negara (PKN) Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual, Antonius Rahabav juga selaku aktivis anti korupsi meminta Kejati Maluku agar tidak menjadikan penanganan kasus korupsi dalam lingkup Kejaksaan Tinggi Maluku dengan memanfaatkan tahapan penyelidikan sebagai ajang kompitisi intervensi berbagai kepentingan, kemudian mendalilkan penghentian dengan alasan tidak cukup bukti, atau ada pengembalian keuangan negara. Ujar Rahabav kepada Referensimaluku.id, di Jakarta via Whatssap,(17/2/2022).
Sungguh membingunkan publik akan kinerja Kejati Maluku yang di lansir koran harian lokal Ambon pada edisi minggu lalu bahwa kasus lahan RSUD Kota Tual berpotensi di TUTUP, waupun penjelasan Kejati Maluku melalui kehumasan yang di lansir salah satu media lokal di Kota Ambon, bahwa kasusnya tetap jalan namun belum dapat di percaya publik dikarenakan ada niatnya untuk menetupi kasus lahan RSUD Kota Tual dapat terbaca oleh publik
Harus diingat korupsi adalah masalah luar biasa yang harus serius di tangani karena korupsi memiliki pengadilan dan perangkat hukum secara khusus, sehingga istilah SP3 tidak di benarkan menurut undang -undang korupsi sehingga wajar kalau para Jaksa di hukum.
Di dalam KHUP mungkin di benarkan namun di lain sisi Undang – Undang RI Nomor 31 tahun 1999 serta perubahanya tentang pemberantasan korupsi serta Undang – Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Semuanya tidak menghendaki adanya alasan yang di sampaikan Kejati Maluku dengan dalil tidak cukup bukti atau ada pengembalian kerugian Negara.
Mengingatkan Kejati Maluku pasti memiliki SOP tentang penyelidikan dan penyedikan dalam wilayah hukumnya di dalam tahapan penyelidikan suda di rencanakan tahapan penyelidikan seperti adanya laporan masyarakat atau informasi adanya peristiwa pidana korupsi, kemudian melakukan observasi, kemudian mencari keterangan saksi dan barang bukti dalam tahapan ini baru di mulai dengan pemanggilan saksi – saksi dan pengumpulan barang bukti lainya.
Menurut hemat saya di tahapan observasi suda di putuskan bagian intel Lidik benar tidaknya sebuah laporan masyarakat terbukti adanya peristiwa pidana baru di lakukan pemanggilan para saksi maupun pihak terkait sehingga hasilnya memuaskan masyarakat atau publik.
Hal ini yang kami pantau kinerja di Kejati Maluku kasusnya selesai di akhiri pemanggilan para saksi ini, kinerja yang buruk yang patut di curigai dan selalu menimbulkan keresehan publik akan kinerja Kejati Maluku, suda capai kuras waktu biayanya kemudian di penghunjung kecapaian Dedlok,ini sebua ketidak percayaan publik akan kinerjanya.
“Untuk itu saya mintakan agar kiranya Kejati Maluku dapat mengevaluasi kinerjanya dan memberikan rasa kepercayaan yang baik di mata publik agar masyarakat mencintai kinerja para Jaksa yang membawa amanat pemberantasan korupsi di maluku”.
Terkait kinerjanya, yang saya sampaikan bahwa penyidik atau para Jaksa yang bertugas di wilayah Maluku dapat di pidana berdasarkan perintah Undang – Undang RI yakni KHUP pasal 216 dan pasal 21 Undang – Undang RI Nomor 21 31 jo UU 21 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi karena mendalilkan pembayaran kembali kerugian negara dan tidak cukup bukti, dalil ini terkait dengan kinerja aparatur Jaksa selaku ASN yang di beri tugas untuk menyelidiki, memeriksa, gelar perkara , penetapan tersangka dan pelimpahan berkas berkara dan tersangka ke pengadilan Tipikor.
Jika terjadi Penghentian atau tutupnya sebuah kasus tanpa ada alasan yang benar menurut hukum otomatis pasal 21 UU Tipikor dan pasal 216 KHUP dapat di jatuhkan kepada para Jaksa yang main – main dengan laporan masyarakat, mereka dapat di penjarakan, tutup Rahabav. (RM-04)
Discussion about this post