Referensimaluku.id.Ambon-Nyaris di seluruh wilayah Maluku terlahir bibit-bibit pesepakbola andal yang jika dibina serius akan menjadi kekuatan sepakbola Maluku dan Indonesia di masa mendatang. Kendalanya belum ada komitmen dan keterpaduan gerak para pemangku kepentingan daerah sesuai amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) memajukan atmosfer persepakbolaan Maluku menuju kancah nasional.
“DNA orang Maluku itu musik dan sepakbola. Bahwa sejak Piala Dunia 1938 Prancis, Piala Dunia 1990, Piala Dunia 1994, dan Piala Dunia 2010 orang-orang Maluku sudah membela Tim NIVU dan timnas Belanda di Piala Dunia. Saat ini ada sejumlah pemain-pemain naturalisasi berdarah Maluku seperti Ragnar Oratmangun, Kevin Diks Bakarbessy, Jairo Raidewald, Tijjani Rijnders dan lain-lain yang ingin dinaturalisasi atas usulan pelatih Timnas Indonesia asal Korea Selatan Sin Tae-yong.
Itu artinya DNA orang Maluku bukan hanya musik tapi juga sepakbola,” ulas pengamat sepakbola Maluku Rony Samloy dalam Dialog RRI Pro I Ambon bertema: “Potensi Sepakbola Maluku di Level Nasional” dipandu Presenter Olahraga Abdulah “Uya” Leurima, Jumat (18/2/2022) pagi.
Yang dimaksud pemangku kepentingan sepakbola, ulas Samloy, termasuk di dalamnya Gubernur, walikota, Bupati, anggota DPRD provinsi, anggota DPRD Kota, anggota DPRD kabupaten, Dinas Pemuda dan Olahraga, pengurus PSSI, Pengurus KONI, manajemen klub, dunia usaha dan lainnya.
“Dalam UU SKN itu disebutkan ada tiga pemangku kepentingan dalam pembinaan olahraga terutama sepakbola yaitu pemerintah, masyarakat dan dunia usaha. Nah, saya belum melihat ada komitmen kepala daerah dan keterpaduan seluruh pemangku kepentingan untuk menjadikan sepakbola sebagai industri dan upaya membumikan Ambon secara khusus dan Maluku secara umum ke panggung sepakbola nasional dan internasional melalui kehadiran sebuah tim profesional di Laga 1 atau kasta teratas sepakbola nasional,” papar jurnalis olahraga senior Maluku. Samloy mengatakan jika dibilang potensi sepakbola, maka hal itu melimpah di Maluku.
Masalahnya belum ada konsep pengembangan olahraga berbasis kepulauan melalui regulasi lokal, misalnya peraturan daerah (Perda). “Kalau sudah ada konsep ini di 11 kota dan kabupaten, maka tentu di sebagian wilayah misalnya Maluku Tengah, Maluku Tenggara dan Tual, Kepulauan Tanimbar, Maluku Barat Daya, Buru, dan Seram Bagian Timur dibangun PPLPD sepakbola sebab PPLP sepakbola hanya ada di Ambon dalam hal ini yang dikelola Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Maluku.
Saya melihat nyaris seluruh kepala daerah belum punya konsep pembinaan dan pengembangan sepakbola melalui pembentukan PPLPD sepakbola,” sahutnya. Samloy mengusulkan perlunya ‘Perda’ yang mengatur swastanisasi atau setidaknya membuka ruang investasi bagi pihak swasta mengelola Stadion Mandala Remaja di Karang Panjang, Kota Ambon.
“Pada waktu Rapat Anggota KONI Provinsi Maluku tahun 2010-2011 itu sudah ada rekomendasi ke Pemerintah Provinsi Maluku untuk melakukan swastanisasi Stadion Mandala Remaja di Karang Panjang dengan pembagian keuntungan 70:30 akan tetapi rekomendasi KONI Maluku melalui PSSI Maluku selalu dimentahkan pihak eksekutif.
Ini yang bagi saya pemerintah daerah tidak punya inovasi dan konsep modern tentang sepakbola menuju modernisasi atau industri sepakbola. Pemerintahan kita masih kaku soal bagaimana memajukan sepakbola Maluku agar bersuara di kancah nasional dan internasional”. “Secara pribadi saya salut dengan langkah Walikota Ambon Pak Richard Louhenapessy melobi Kementerian Pemuda dan Olahraga untuk pembangunan stadion modern dan representatif di Ambon, tapi soal direstui atau tidak kita perlu memberikan apresiasi tinggi untuk niat tulus Pemerintah Kota Ambon tersebut. Ini mesti dicontohi kepala daerah lain di Maluku dalam kerangka pembangunan sepakbola Ambon dan Maluku ke depan”. Samloy menyebutkan era kebangkitan sepakbola Maluku semestinya dimulai pada 2006 ketika Maluku menyabet Piala Medco U-15 Kompetisi Liga Remaja PSSI Tahun 2006.
“Lagi-lagi mandek. Kita perlu bersyukur ada negeri Tulehu yang digelari kampung sepakbola karena dari negeri ini selalu lahir pesepakbola-pesepakbola andal Indonesia. Ada juga Negeri Liang dan desa-desa lain di Pulau Ambon yang terus melakukan pembinaan pemain-pemain usia muda hingga saat ini”. Samloy mengapresiasi Asosiasi Provinsi PSSI Maluku di bawah komando Sofyan Lestaluhu di mana saat ini banyak didirikan Sekolah Sepakbola (SSB) sehingga membuka ruang luas bagi pembinaan pemain-pemain usia dini dan usia muda secara berkesinambungan.
“Kita perlu memberikan apresiasi tinggi untuk Pak Sofyan Lestaluhu dan kawan-kawan di Asprov PSSI Maluku,” imbuhnya. Terkait insiden Maluku FC kontra Persikad Kediri di babak 32 besar Liga 3 Nasional, Samloy menyesalkan insiden itu terjadi. “Kalah dan menang itu biasa dalam olahraga dan terutama sepakbola.
Yang luar biasa adalah menerima kekalahan itu dengan kepala tegak karena dunia belum kiamat, sebab masih ada peluang bagi Maluku FC di dua partai sisa grup. Di mana-mana keputusan wasit tidak sepenuhnya dapat diterima lapang dada karena wasit juga manusia.
Di Piala Dunia dan Liga Eropa saja keputusan wasit ada yang kontroversial, apalagi dengan sepakbola Indonesia. Jika wasit tidak objektif maka ada salurannya melalui mekanisme protes tertulis ke Komisi Disiplin PSSI Pusat. Celakanya jika wasit mengadukan pemukulan dirinya ke Komdis PSSI atas pelanggaran Kode Disiplin PSSI Tahun 2018 dan Maluku FC disanksi 3-5 tahun tak beraktivitas di sepakbola, apa tidak rugi”.
“Maaf saya melihat manajemen klub hanya menyiapkan tim dari aspek teknis dan skill, tetapi aspek mental pemain tidak dibangun rapi dan tegar. Misalnya, ketika Maluku FC lagi leading apakah intensitas penyerangan ditingkatkan ataukah intensitas pertahanan ditingkatkan dengan memasukan pemain-pemain bertahan, apalagi Maluku FC bertanding melawan tuan rumah yang “didukung” pemain, wasit dan perangkat pertandingan. Ini yang mungkin bagi saya tidak ditempuh pelatih”.
Mengenai Pekan Olahraga Provinsi Maluku (Popmal), sebut Samloy perlu digelar lagi sebab dari sejauh ini Popmal menjadi medium mencari bibit-bibit atlet di sejumlah cabang-cabang olahraga untuk mewakili Maluku di babak kualifikasi Pekan Olahraga Nasional (PON).
“Popmal IV tidak jadi dilaksanakan mungkin karena kepengurusan KONI Maluku 2012-2017 dan KONI Maluku 2017-2021 alergi melanjutkan konsep olahraga Agust Kaya tersebut atau tidak mampu melaksanakan Popmal IV. Saya secara pribadi setuju kalau Popmal digelar lagi sekalipun di masa pandemi virus korona (Covid-19). Ini tanggung jawab kepengurusan KONI Maluku 2022-2026, sebab PON XXI 2021 Aceh-Medan sudah di depan mata,” kunci advokat muda yang vokal ini. (RM-03)
Discussion about this post