Referensimaluku.id.Ambon-Dua saksi yang dihadirkan kuasa hukum Rycko Weynner Alfons alias Iwan yang dikoordinir Mourits Latumeten dan kolega, yakni Stela Reawaruw dan Charel Elias, dalam keterangannya dalam persidangan perkara perdata sama-sama membantah jika letak objek sengketa berdasarkan Surat Hibah tertanggal 5 September 2011 terdapat di dua kecamatan berbeda di Kota Ambon, yaitu Kecamatan Nusaniwe dan Kecamatan Sirimau sebagaimana tertulis pada dalil ke-4 dan kelima posita gugatan Penggugat dan poin ketiga petitum gugatan Iwan selaku Penggugat melawan Barbara Jacqualine Imelda Alfons alias Eda selaku Tergugat perkara tersebut. Sidang bertitel Gugatan Pembatalan Hibah dengan Nomor Register: 101/Pdt.G/2021/PN.Amb dipimpin Lucky Kalalo Rombot selaku Ketua Majelis Hakim didampingi Hamzah Kailul dan Lutfi Alzagaladi di Pengadilan Negeri Ambon, Rabu (18/8).
Ketika ditanyakan kuasa hukum Eda yakni Rony Samloy yang benar objek sengketa sesuai gugatan Penggugat menyebutkan Kelurahan Batu Gajah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon dan Kelurahan Batu Gajah, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, baik Reawaruw maupun Elias sama-sama membantah gugatan Penggugat.

“Objek hibah (5 September 2011) ada di Kelurahan Batu Gajah, Kecamatan Sirimau, bukan di Kecamatan Nusaniwe,” sanggah Reawaruw dan Elias dalam kesempatan terpisah di depan persidangan. Mendengar keterangan kedua saksi yang dihadirkan mereka, baik Penggugat maupun kuasa hukumnya hanya diam tertunduk dan menebar senyum sinis. Reawaruw dan Elias sama-sama mengakui jika tanah-tanah (bekas) Dati termasuk tanah (bekas) Dati Talagaraja di mana terletak objek hibah tanah tanggal 5 September 2011 adalah warisan peninggalan orangtua dari (almarhum) Jacobus Abner Alfons alias Bos, Josina Magdalena Alfons alias Ata atau Sin dan Obeth Nego Alfons alias Obet, yakni Johanis Alfons alias Nani.
“Kalau ayah dari Penggugat adalah Jacobus Abner Alfons,sedangkan ibu dari Tergugat adalah Josina Magdalena Alfons. Josina Magdalena Alfons adalah kakak perempuan kandung dari Jacobus Abner Alfons. Kalau mereka punya adik satu lagi nama Obeth Nego Alfons,” kata Reawaruw dan Elias ketika dicecar pertanyaan-pertanyaan.
Reawaruw dan Elias sama-sama mengakui di atas objek tanah hibah tanggal 5 September 2011 yang diberikan Jacobus Abner Alfons selama masih hidup telah berdiri bangunan gereja sementara yang pernah digunakan Jemaat Gereja Protestan Maluku (GPM) Sion Batu Gajah untuk beribadah tapi sekarang sudah tidak lagi karena laporan pidana penyerobotan tanah oleh Tergugat.
“Tergugat lapor Penggugat satu keluarga, yakni Mama (Vera Juliana Suitella) dan semua anak-anak yaitu Iwan atau Penggugat, Evans (Evans Reynold Alfons, dan Liza (Liza Meykeline Alfons) soal hibah yang tanah di atasnya ada gereja. Laporan oleh Tergugat tahun 2020. Saya tidak tahu soal laporan balik dari Penggugat soal laporan fitnah gara-gara laporan pidana Tergugat,” sahut Elias menjawab pertanyaan hakim, kuasa hukum Iwan dan Kuasa Hukum Eda. Elias mengakui di sebelah Utara objek sengketa hibah tanggal 5 September 2011 telah berdiri rumah milik keluarga Hanni Suitela jauh sebelum gedung gereja sementara dibangun. “Rumah pak Hanni Suitela berdiri sudah sejak tahun 1980,” ujar Elias.
Sebelumnya Reawaruw dalam keterangannya di depan persidangan lebih banyak “curhat” dan keluar dari pokok pertanyaan ketua majelis hakim maupun kuasa hukum Eda selaku Tergugat. Misalnya ketika ditanyakan soal penguasaan objek sengketa oleh siapa saat ini, Reawaruw justru menjawab soal hubungannya dengan keluarga Jacobus Abner Alfons sampai pada keterlibatan Jacobus Abner Alfons melalui kedua anaknya Iwan dan Evans sebagai Penggugat Intervensi II melawan Stela Reawaruw dan 90 warga OSM (Opleiding School Maritime) lainnya dan Kodam XVI/Pattimura di tahun 2014 silam.
“Hanya karena kedekatan dengan keluarga Penggugat yang sudah saya anggap keluarga sendiri, saya diancam dibunuh oleh Kodam Pattimura,” kelit Reawaruw yang mengklaim diri anak adat sehingga harus berbicara jujur dan benar. Ketika ditanyakan ketua majelis hakim kapan pihak Jemaat GPM Sion Batu Gajah meninggalkan lokasi gedung gereja sementara di atas objek sengketa, lagi-lagi Reawaruw berimajinasi jika sebelumnya dia sempat ke Papua lihat kedua putrinya di Papua dan waktu tiba Ambon masih ke Masohi melihat salah satu anaknya lagi dan ketika ke Batu Gajah dapat cerita dari keluarga Penggugat kalau jemaat GPM Sion Batu Gajah baru saja keluar dan kembali ke gereja semula.
“Iya Pak Hakim memang jemaat Sion pernah beribadah di situ tapi saya tidak tahu sejak kapan mereka mulai beribadah di situ,” kilah Reawaruw. Di bagian lain Elias yang diduga “ditekan” oknum-oknum tertentu diduga memberikan “keterangan palsu” di persidangan karena dia membantah pernah menandatangani Surat Keterangan tahun 1996 yang berisi pengampuan (curatele) almarhumah Barbalina Mainake/Alfons terhadap cucunya Barbara Jacqualine Imelda Alfons atau Tergugat. Anehnya, ketika ditanyakan ketua majelis hakim tentang seluruh pihak dalam Surat Keterangan yang telah ditandatanganinya Elias mengakui kenal semua.
“Kalau Barbalina Mainake itu nenek dari Tergugat. Saya kenal Jhon Papilaya karena pernah tinggal di Batu Gajah. Saya jadi Ketua RT 004/RW.001 sejak 1992 sampai 2003. Sejak kecil Tergugat tinggal dengan Oma Ba atau neneknya Tergugat,” ujar Elias menjawab pertanyaan ketua majelis hakim. Sidang dilanjutkan Rabu (25/8) masih dengan agenda pemeriksaan saksi Penggugat dan bukti tambahan Tergugat.
Sebagaimana diketahui sekalipun bukan berkedudukan Pemberi Hibah tapi gugatan pembatalan hibah yang diterima Eda tetap dipaksakan diajukan Iwan ke Pengadilan Negeri Ambon. Usut punya usut ternyata gugatan ini diduga merupakan “gugatan akal-akalan” Penggugat dan kuasa hukumnya untuk menghambat laporan pidana penipuan, penggelapan, penggelapan hak dan penyerobotan tanah yang dilayangkan Barbara Jacqualine Imelda Alfons (BJIA) di Kepolisian Daerah Maluku pada Juli 2020. Lokasi hibah berdasarkan Surat Hibah tanggal 5 September 2011 sah milik Eda dan ibunya Josina Magdalena Alfons.
Namun secara melawan hak dan melanggar hukum Penggugat dan ahli waris lain Jacobus Abner Alfons memberikan izin dengan “memasang dada” kepada Ketua Majelis Jemaat GPM Sion Batu Gajah Diana Akyuwen dan Panitia Pembangunan Gedung Gereja Sementara untuk membangun gedung gereja sementara sambil menunggu renovasi gereja Sion Batu Gajah. Padahal pada Juli 2017 Penggugat melalui percakapan WhatsApp sempat meminta izin pakai lahan sementara dari Ibu kandung Tergugat (BJIA) yakni Josina Magdalena Alfons untuk pinjam pakai tanah tersebut untuk pembangunan gedung gereja sementara.
Faktanya yang dibangun adalah gedung permanen. Pihak Majelis Pekerja Harian (MPH) Sinode GPM dan Klasis GPM Kota Ambon dinilai kurang bijak dan terkesan melindungi pihak-pihak yang tidak berhak atas objek tanah hibah tersebut. Ketika laporan pidana dilayangkan BJIA alias Eda buru-buru pihak Majelis Jemaat GPM Sion Batu Gajah dan Panitia Pembangunan memindahkan lokasi ibadah ke gereja definitif.
Di saat itu pula tak pernah ada permintaan maaf melalui surat atau melaluu aplikasi gadget dari pihak Majelis Jemaat GPM Sion Batu Gajah, Klasis GPM Kota Ambon, dan MPH Sinode GPM terkait “ketelodoran” mereka menyerobot tanah orang lain kepada BJIA alias Eda dan ibu kandungnya Josina Magdalena Alfons sebagai pemilik sah objek sengketa berdasarkan Surat Hibah tanggal 5 September 2011. (Tim RM)
Discussion about this post