REFMAL.ID, Ambon – Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) Cipayung Plus Maluku mendesak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia agar memastikan putra daerah Kepulauan Tanimbar mengisi posisi strategis dalam operasional proyek Blok Masela.
Pimpinan Wilayah Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Wilayah Maluku, Alfian Hulishulis dalam konferensi pers yang bertempat di Gong Perdamaian Dunia, Senin (25/8/2025) mengatakan, Blok Masela di Kepulauan Tanimbar adalah salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN), dengan nilai investasi raksasa yang diharapkan menjadi motor penggerak energi Indonesia.
Kata dia, setelah pembangunan fasilitas selesai dan Blok Masela resmi beroperasi, akan terbentuk struktur pengelolaan baru mulai dari Direktur lapangan, Komisaris proyek, tenaga ahli, hingga teknisi profesional yang menangani eksplorasi dan produksi gas.
Dia menyebut, sejauh ini program beasiswa, pelatihan, hingga peningkatan kapasitas telah berjalan. Tetapi itu belum menjawab pertanyaan paling mendasar yaitu apakah anak-anak Tanimbar akan benar-benar menempati kursi strategis dalam operasional Blok Masela, atau hanya jadi buruh kasar di tanah sendiri.
“Ini yang patut diprtanyakan,” kata Alfian.
Pihaknya menilai keterlibatan putra-putri Kepulauan Tanimbar dalam posisi strategis bukan lagi sekadar opsi, melainkan harga mati. Tanpa itu, Blok Masela hanya akan menjadi wajah baru eksploitasi sumber daya tanpa keadilan.
Bagi SEMMI Maluku bersama HMI, PMII, GMKI, IMM, KAMMI, KNPI, PMKRI, KMHDI, dan PMPI yang tergabung dalam koalisi Cipayung plus Maluku, wajib ada anak Tanimbar di kursi strategis pengelolaan Blok Masela.
“Kami mendesak Kementrian ESDM memastikan keterwakilan putra-putri Tanimbar pada jabatan direktur atau komisaris dan posisi manajerial utama pada saat Blok Masela mulai berproduksi,”tegasnya.
Mereka juga mendesak agar tenaga ahli dan profesional lokal harus masuk dalam struktur operasional. “Menuntut porsi nyata bagi tenaga ahli dan profesional Tanimbar di bidang hukum, teknik, geologi, lingkungan, perencanaan, hingga manajemen operasional Blok Masela. Kapasitas SDM lokal ada, tinggal kemauan politik negara untuk menempatkannya,” tegasnya.
“Kemudian, unsur Tanimbar harus hadir di level teknis produksi dan pengerjaan dalam tahap eksplorasi, konstruksi, hingga produksi gas, tenaga kerja teknis dari Tanimbar harus dilibatkan.
Transfer keterampilan langsung hanya mungkin terjadi jika anak daerah benar-benar terjun di jantung operasi Blok Masela,” terangnya.
Koalisi Cipayung Plus Maluku menolak pola eksploitasi yang menyingkirkan anak daerah. Menolak Blok Masela dijadikan sekadar lading energi nasional tanpa ruang bagi masyarakat lokal.
Jika posisi strategis dikuasai pihak luar, maka ini bukan pembangunan, melainkan kolonialisme energy dengan wajah baru. Selain itu, negara wajib mengikat dengan regulasi keberpihakan.
Kementerian ESDM harus membuat aturan jelas yang menjamin keterlibatan anak Tanimbar distruktur pengelolaan Blok Masela. Tanpa regulasi ini, keterwakilan hanya akan jadi janji kosong. Negara wajib hadir mengawal keadilan energi untuk Maluku.
“Kami mendesak Kementerian ESDM memastikan putra-putri asli Tanimbar wajib ditempatkan pada posisi strategis dalam pengelolaan Blok Masela, baik di PT Inpex Masela maupun BUMN terkait,”tegasnya lagi.
Koalisi Cipayung plus Maluku menegaskan bahwa keterwakilan anak daerah di posisi strategis pengelolaan Blok Masela adalah kewajiban moral, politik, dan hukum. Maluku tidak boleh hanya jadi penonton di tanah sendiri.
“Jika tuntutan ini diabaikan, kami siap mengawal dengan advokasi politik, aksi massa, dan langkah-langkah hukum. Blok Masela harus menjadi simbol keadilan energi, bukan sumber luka baru bagi rakyat Maluku,” jelasnya.(RM-04)
Discussion about this post