REFMAL.ID, Ambon – Klaim warga asal Sulawesi Tenggara bahwa mereka memiliki tanah di mana sebagian lahan seluas lebih kurang 300 hektare telah ditanami jutaan anakan Pohon Pisang Abaka (Musa Textilis) oleh PT Spices Islands Maluku (SIM) adalah klaim tidak berdasar dan tidak memiliki kekuatan hukum yang layak dipercaya di lembaga peradilan manapun.
Selain hanya berstatus pendatang di wilayah tersebut, dalam catatan sejarah yang peninggalan masa Kolonial, lahan yang dijadikan PT SIM untuk membudidayakan dan memproduksi Pisang Abaka masih berada dalam Dusun Tanusaeya petuanan Negeri Eti, bukan milik pendatang.
Berdasarkan data sahih (asli) yang dimiliki Referensimaluku.id disebutkan menurut Akte Eigendom Nomor 7760. BL Verponding Nomor 2435 yang diterbitkan Notaris Van C De Heer dari Residen Saparua dituliskan lahan yang diklaim suku Buton masih berada di dalam Dusun Tanusaeya (ditulis Tanoesaeija), Negeri Eti, yang berdasarkan Penentuan Koordinat sebagaimana dikeluarkan Pejabat Pendaftaran Tanah atas nama Gubernur Residen Saparua dengan cap Asisten Residen Saparua tertanggal 11 Maret 1906 memiliki batas-batas, antara lain sebelah Utara berbatasan dengan Dusun Pohon Batu (Doesoen Pohon Batoe) di Negeri Kawa, sebelah Selatan berbatasan dengan Dusun Kotania (Doesoen Kotaniija) Negeri Eti Tanunu, sebelah Timur berbatasan dengan Dusun Pulau Osi (Doesoen Poelaoe Osiij) Negeri Eti dan sebelah Barat dengan petuanan Negeri Eti. “Pendatang punya tanah di mana. Mereka cuma pendatang, bukan pemilik tanah sesungguhnya,” ungkap salah satu pejabat Pemerintah Kabupaten SBB kepada Referensimaluku.id via WhatsApp, Senin (28/7/2025).
“REKOMENDASI TOLOL” BUPATI SBB
Berdasarkan surat edaran yang dikeluarkan Bupati SBB Asri Arman untuk menghentikan sementara operasi PT SIM dinilai sangat merugikan masyarakat SBB. Terlihat aksi palang jalan kabupaten SBB oleh beberapa negeri, yaitu Kawa, Nuruti dan Hatusua sebagai bentuk protes masyarakat terhadap “kebijakan tolol” Bupati Asri Arman yang menghentikan aktifitas investasi di wilayahnya.
“Bupati SBB Asri Arman, bukan hanya gagal, tapi secara aktif merusak masa depan ratusan keluarga dengan membunuh PT SIM,” kecam tokoh pemuda SBB Mario Kakisina kepada pers, Minggu (27/7).
“Ini bukan penghentian operasi, melainkan eksekusi ekonomi terhadap warga yang bergantung pada perkebunan pisang abaka. Ketika pengangguran meroket, bupati malah diam tak bersuara sebuah ironi memualkan bagi pemimpin yang menginjak-injak konstituennya sendiri”.
“Masyarakat melalukan aksi Penutupan jalan utama oleh warga terdampak adalah aksi final dari rakyat yang dipersepsikan sebagai pemakzulan Rakyat, di mana ketua DPRD dan Bupati SBB diam seribu bahasa menghadapi problematika PHK massal. Ketika saluran demokrasi buntu, jalan raya menjadi ruang ratapan sekaligus mimbar protes”.
“Jika pemerintah memblokir akses ekonomi, rakyat membalas memblokir akses transportasi, strategi sama-sama lumpuh untuk memaksa penguasa merasakan derita yang sama.
Di daerah dengan tingkat literasi hukum rendah jalan ditutup adalah bahasa universal “Kami sudah mati langkah!”
“Asri arman, ingatlah bahwa Bupati bukan tukang stempel proyek, tapi mesin pencipta kerja. Berdasarkan UUD 1945 Pasal 33 dan UU Pemerintahan Daerah, Asri Arman telah keliru menerapkan teori Lawrence Meir Friedman, seorang profesor hukum dan sejarawan hukum Amerika yang terkenal yang mengemukakan salah satu fungsi pemerintah yaitu menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyatnya dengan sebutan pemerintah sebagai penjamin enterpreneur”.
“Kebijakan tolol bupati dengan membunuh Investor, bukan menarik investor. PT SIM adalah korban politik dari dungunya seorang Asri Arman.
Seorang bupati seharusnya menjadi motor bagi pengembangan potensi daerahnya, bukan malah mengubur potensi wilayah, dimana SBB punya laut kaya ikan dan tanah subur, tapi pertumbuhan sektor perikanan dan pertanian mandek karena tiada strategi hilirisasi”.
Kebijakan Asri Arman melahirkan efek domino.
Ratusan penduduk bertambah menjadi pengangguran aktif. Kemudian warga yang menutup jalan akan dilabeli pengacau ketertiban alih-alih korban kebijakan tolol bupati. (RM-02/RM-03)
Discussion about this post