Dr. M.J. Latuconsina, S.IP, MA
Staf Dosen Fisipol, Universitas Pattimura
REFMALID,-AMBON- Diskursus menarik dan hangat, yang mencuat di tengah publik Provinsi Maluku, menyangkut dengan sikap Gubernur Provinsi Maluku-Wakil Gubernur Provinsi Maluku defenitif periode 2025-2030 Hendrik Lewerisa (HL)-Abdullah Vanath (AV), yang menolak menggunakan mobil dinas (mobdis) baru, dan tetap menggunakan mobdis lama. Sikap duet HL-AV, yang menolak penggunaan mobdis baru tersebut mendapat reaksi positif dari warga masyarakat Maluku. Pasalnya mereka menghemat anggaran pengadaan empat unit mobdis baru sebesar Rp 6 miliar.
Anggaran pengadaan mobdis baru itu, dalihkan untuk kepentingan warga masyarakat Provinsi Maluku, yang lebih membutuhkannya. Untuk mobdis Gubernur Provinsi Maluku sesuai tipenya dianggarkan Rp1,8 miliar. Sedangkan untuk mobids Wakil Gubernur Provinsi Maluku sesuai tipenya dianggarkan Rp 1,2 miliar. Baik Gubernur Provinsi Maluku, dan Wakil Gubernur Provinsi Maluku mendapatkan masing-masing dua unit mobdis. Totalnya empat unit mobdis, dimana satu unit di gunakan di Kota Ambon, dan satu unit digunakan di Kota Jakarta, untuk kepentingan perjalanan dinas kedua Pimpinan Provinsi Maluku itu.
Namun penolakan penggunaan mobdis baru, bukan pertama kali dilakukan oleh para elite di Provinsi Maluku pada tahun 2025 ini. Pada tahun 2005 lalu Sudarmo, kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Provinsi Maluku, yang saat itu mengemban jabatan sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku, pernah menolak menggunakan mobdis baru sedan Toyota Camry tipe 2.400 cc seharga Rp 360 juta, yang disediakan Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Maluku kepadanya selaku Pimpinan DPRD Provinsi Maluku.
Benar faktanya, Sudarmo enggan memakai mobdis itu. Bahkan ia tidak menggunakannya hingga tuntas masa jabatannya. Penolakan terhadap mobdis mewah tersebut, banyak menimbulkan reaksi positif dari warga masyarakat Provinsi Maluku, yang menilai sebagai sikap pejabat daerah yang bersahaja, dimana tidak silau dengan kemewahan fasilitas negara. Meskipun demikian, ada sebagian kecil warga masyarakat Provinsi Maluku dari kalangan aktifitas organisasi massa (ormas), dan aktifis partai politik yang diam-diam mengkritik penolakan mobdis tersebut.
***
Dua narasi tersebut menyangkut sikap dari para elite politik di Provinsi Maluku, yang menolak menggunakan mobdis baru. Berikut ini dikisahkan tiga tokoh nasional, masing-masing pada zamannya, yang tetap bersahaja dengan tidak menggunakan mobil pribadi yang mahal harganya. Padahal mereka memiliki posisi sedang mengemban jabatan publik, dimana bisa menggunakan mobil mewah dan mahal. Tapi mereka tidak melakukannya, karakter idealis dan bersahaja tersebut, menjadi dasar bagi mereka untuk tidak hidup dengan glamour.
Hoegeng Imam Santoso. Sosok Jenderal Polisi Hoegeng Iman Santoso adalah Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) ke-5 periode 1968-1971. Hoegeng secara historis dikenal sebagai pejabat polisi yang paling berani dan jujur pada zamannya. Lantaran kejujurannya tersebut Presiden RI ke-4 K.H. Abdurahman Wahid, yang populer dengan sapaan Gus Dur pada suatu kesempatan mengungkapkan dalam suatu joke bahwa, “Polisi yang baik itu cuma tiga. Pak Hugeng almarhum bekas Kapolri, patung polisi, dan polisi tidur.” (Detiknews,2020, Wikipedia, 2025).
Tidak saja berani dan jujur, Hoegeng juga dikenal figur sederhana. Hal ini nampak pada mobil pribadi yang digunakan jenderal Polisi asal Pekalongan, Jawa Tengah itu. Kisahnya disarikan dari biografinya yang ditulis Farouk Arnaz, berjudul : “Dunia Hoegeng 100 Tahun Keteladanan”, terbitan September 2021. Dimana Mobil yang digunakan Hoegeng adalah Isuzu Panther tipe Hi Grade warna biru lansiran tahun 95-96. Penuturan Sakir sopir pribadi Hoegeng yang bekerja padanya sejak 1993-2016 bahwa, mobil ini sudah penuh dengan karat dan catnya pun tidak lagi mengkilap.
Kebiasan merokok Hoegeng membuat beberapa bagian jok bagian penumpang depan rusak terkena bara rokok. Hoegeng selalu menghadiri undangan dari Mabes Polri dan Mako Brimob Kelapa Dua. Hoengeng juga selalu menolak mobil jemputan yang disediakan oleh Mabes Polri dalam acara-acara khusus tadi. Jadi mobil jemputan itu hanya akan mengantar Panther tua milik Hoegeng. Hoegeng juga tidak suka serine dan pengawalan khusus dalam aktivitasnya.
Jika sudah sampai ditempat tujuan dan parkir di area VVIP, maka Panther Hoegeng dipastikan akan jadi yang paling mencolok. Bukan karena kilap dan mewahnya, melainkan karena saking bersahajanya. Saking sederhananya. Dikatan Sakir sopir pribadi Hoegeng bahwa, ”Samping-sampingnya kan mobil mewah, nah yang paling jelek itu mobilnya Bapak. Sebenarnya saya juga agak minder. Selain mobilnya paling jelek, sopirnya yang lain kan itu dari ABRI, polisi gitu, kalau saya hanya kuli, cuma sendiri pula. Pak Hoegeng sendiri nggak pernah kelihatan minder.”

Mar’ie Muhammad. Figur Mar’ie Muhammad merupakan Menteri Keuangan periode 1993-1998 Kabinet Pembangungan VI di era Pemerintahan Presiden Soeharto. Di masa mudanya sebagai mahasiswa, Mar’ie pernah mengemban jabatan sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjend) Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) periode 1963-1966 di era Ketua PB HMI Sulastomo. Ia sosok bersahaja dalam berbagai aktifitas keseharainnya, hingga dikenal dengan sebutan Mr. Clean..
Kesederhanaan almarhum Mar’ie salah satunya tampak dari kendaraan yang dipakainya saat masih menjabat sebagai Dirjen Pajak Departemen Keuangan. Beliau datang ke kantor dengan menggunakan kendaraan mobil Volvo tua. Mobil tersebut sangat kontras dengan mobil-mobil pejabat di bawahnya, bahkan pegawai biasa pun menggunakan mobil-mobil terbaru yang berharga mahal. Hal ini terlihat aneh, karena tempat parkir yang diperuntukkan untuk pejabat tinggi seperti Mar’ie diisi oleh mobil tua.
Sedangkan jejeran kendaraan di samping dan sekitarnya adalah mobil-mobil berharga mahal bahkan mobil mewah. Mungkin pemandangan yang kurang sedap tersebut membuat para pejabat dan pegawai lainnya risih atau malu. Di hari-hari berikutnya, para pejabat dan pegawai mengganti mobil yang di bawa ke kantor agar tidak tampak terlalu mencolok dan berbeda dengan mobil pemimpinnya yaitu Mar’ie.(Kompasiana, 2016,Jatimupdate, 2024).
Tatkala Mar’ie mengemban jabatan sebagai Komisaris Utama Bank Mega Syariah, ia ditawarkan menggunakan mobil BMW. Namun Mar’ie menolak fasilitas mobil BMW tersebut. Dia lebih senang memakai mobil sederhana pribadinya. yakni Honda sedan yang kecil warna biru telur asin. Tidak sampai disitu saja, pernah suatu ketika Mar’ie mendapat penghargaan Bintang Mahaputra. Dia pun berangkat ke Istana Negara untuk menerima penghargaan itu.
Anak Mar’ie, Rahmasari Muhammad mengisahkan ayahnya sempat dicegat di pintu masuk Istana Negara. “Mungkin karena mobilnya terlalu jelek. Dia naik Kijang zaman dulu jadul.” Mar’ie sampai harus membuka pintu dan menunjukkan wajahnya kepada petugas penjaga gerbang istana. “Terus dia bilang, ”Saya Mar’ie Muhammad. Saya mau terima penghargaan,” cerita Rahmasari. Setelah itu, Mar’ie pun baru dipersilakan masuk. (DetikNews,2016,Idn Times, 2024)
Abdullah Hehamahua. Salah satu sosok sederhana, yang tidak berbeda jauh dengan figur Hoegeng Imam Santoso dan Mar’ie Muhammad adalah Abdullah Hehamahua. Pada masa mudanya, pria asal Negeri Iha, Pulau Saparua, Provinsi Maluku ini pernah mengemban jabatan sebagai Ketua Umum PB HMI periode 1978-1981. Ia juga adalah aktivis dan politikus Islam Indonesia yang menjabat sebagai Ketua Majelis Syuro. Dahulu di zaman pemerintahan Presiden Soeharto, ia eksil ke jiran Malaysia lantaran terancam di dor serdadu yang loyal pada Presiden RI ke-2 itu, karena aktifitasnya yang oposan.(CNN Indonesia, 2018, Wikipedia, 2025).
Kesederhanaan Abdullah tersebut, dapat dilihat dari mobil pribadi Avanza miliknya, yang dibelinya dengan dikredit di tahun 2009 lalu. Padahal saat itu ia tengah mengemban jabatan sebagai Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan masa jabatan 2005-2013. Sebagai Penasohat KPK ia difasilitasi sebuah operasional dari lembaga anti rasuah tersebut. Tapi Abdullah sangat berhati-hati menggunakan kendaraan operasional tersebut, dimana ia menghindari penggunaannya untuk kepentingan pribadi.
Butuh waktu sekitar hampir empat tahun, setelah ia menjabat sebagai Panasihat KPK, barulah Abdullah memiliki sebuah mobil pribadi, dengan cara dikredit. Sejak pertama kali menjabat sebagai Panasihat KPK, Abdullah selalu menggunakan kendaraan umum untuk pergi dan pulang bekerja. Abdulah memiliki idaelisme, dimana ”kalau mobil kantor ya untuk kantor”. Bukan itu saja, tapi ia sedikit dari pejabat publik, yang tinggal dipelosok jauh dari ibukota Jakarta.
Rumah Abdullah memang tidak lazim. Setidaknya untuk ukuran mayoritas pejabat negara di republik ini. Lokasinya di pinggiran ibu kota Jakarta. Tepatnya di Kampung Rawadenok, Depok. Kita harus melalui banyak belokan dan gang penuh cabang untuk sampai tujuan. Bentuk bangunannya pun sederhana, sama seperti kebanyakan rumah yang ada di perkampungan Jakarta. Tapi ia tampak bahagia. Bahkan rumah dan tanahnya tersebut tidak dibeli dengan chas, Melainkan dengan dicicil. (Detiknews, 2009, Riauonline,2015).
Baik Hoegeng, Mari’e dan Abdullah adalah sosok pejabat publik dizamannya, yang bersahaja. Mereka enggan hidup glamour, dengan menggunakan mobil pribadi mahal, seperti : BMW, Volvo, Mercedes Benz atau Bentley. Sebaliknya mereka menggunakan mobil murah, yang sudah ketinggalan zaman. Meski demikian tidak menurunkan martabat dihadapan public. Aspek fungsional dari penggunaan mobil murah, yang lebih dikedepankan untuk pergi dan pulang dari berbagai aktifitas. Tentang kesederhanaan mereka itu, selaras dengan qoutes William Makepeace Thackeray (1811-1863), seorang penulis berkebangsaan Inggris bahwa, “kebahagiaan yang sebenarnya adalah hidup sederhana.” (*)
Discussion about this post