Oleh : Dr. M.J. Latuconsina, S.IP, MA
Pemerhati Sosial,Ekonomi&Politik
Referensimaluku.id,-Ambon- Arumbai merupakan nama salah satu perahu tradisional masyarakat Maluku, yang berbentuk unik dengan desain berupa ukiran kepala, dan ekor naga yang berada pada posisi haluan dan buritannya, yang mirip dengan perahu tradisional yang berasal dari negeri Cina, dengan panjang kira-kira 10 meter, yang membutuhkan 20 sampai dengan 30 orang pendayung untuk menjalankannya. Dengan jumlah pendayung sebanyak itu, maka jalannya arumbai tatkala cuaca laut sedang bersahabat melejit, dan bisa sampai pada tujuan dengan waktu yang relatif cepat pula.
Dahulu kala arumbai tidak hanya digunakan oleh masyarakat di Maluku untuk menangkap ikan dan berdagang saja, tapi juga digunakan oleh masyarakat di Maluku untuk berperang saat situasi yang sedang genting. Kini penggunaan arumbai hanya untuk menangkap ikan, dimana tidak lagi menggunakan tenaga manusia, dengan jumlah yang banyak sebagai pendayung. Pasalnya sudah tergantikan dengan penggunaan tenaga mesin berbahan bakar minyak, dengan jumlah yang sangat terbatas pada negeri-negeri yang ada di Maluku.
Diluar itu, terdapat nilai kerjasama yang terkandung dalam penggunaan arumbai. Dimana untuk menjalankan arumbai perlu adanya kerjasama antara para pendayung, yang dipimpin oleh masnait selaku juru mudi, dan tanase yang bertugas mengamati situasi laut apakah dalam kondisi baik atau buruk cuacanya, saat arumbai tengah mengarungi laut. Disini konsep pengorganisasian secara tradisional (traditional organizing) digunakan, untuk menyukseskan pelayaran yang dilakukan arumbai. Dimana pengorganisasian tradisional mulai dari keberangkatan sampai dengan kepulangan arumbai, sejak awal sebelum pelayaran dilakukan telah di rencanakan.
Hal ini menunjukan betapa dahulu kala masyarakat di Maluku, telah memiliki kemajuan dalam melakukan pengorganisasian dalam bidang maritim. Ini tidak terlepas dari kondisi Maluku yang sebagian besar wilayahnya merupakan laut, dan dikitari pulau-pulau besar dan kecil. Sehingga untuk eksploitasi sumber daya alam, dan perdagangan hasil bumi antar pulau besar dan kecil oleh masyarakat di Maluku, maka digunakan arumbai, yang bahan baku pembuatannya juga mudah didapatkan dari hutan-hutan di daratan pulau-pulau besar dan kecil di Maluku.
Kearifan lokal (lokale weisheit) dari pengorganisasian tradisional dalam penggunaan arumbai oleh masyarakat di Maluku itu, sebenarnya bisa diadopsi untuk diimplementasikan pada organisasi-organisasi modern, baik itu di sektor swasta dan di sektor publik. Aspek pengorganisasian arumbai yang tradisional itu, dapat di transformasikan menjadi pengorganisasian modern (modern organizing) dalam menjalankan organisasi di sektor swasta, dan di sektor publik yang selanjutnya disesuaikan dengan konteks dan perkembangan zaman yang semakin maju.
Dimana pengorganisasian modern pada organisasi sektor swasta, dan sektor publik yang di transformasi dari pengorganisasian tradisional arumbai itu, mencakup suatu langkah sistematis, terencana dan simultan untuk menetapkan, menggolongkan serta mengatur berbagai macam kegiatan yang di pandang perlu pada organisasi di sektor swasta, maupun di sektor publik. Hal ini mencakup penetapan tugas dan wewenang seseorang, pendelegasian wewenang dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi.
Pada titik ini kita menyadari bahwa, pengorganisasian tradisional arumbai merupakan karya cipta (opere protette) berharga dari para leluhur masyarakat Maluku, yang dapat di transformasi dan selanjutnya di implementasikan dalam pengorganisasian pada organisasi-organisasi modern di sektor swasta dan sektor publik. Sehingga bisa digunakan untuk pelaksanaan pembangunan bagi masyarakat di Maluku. Hal ini dikarenakan pengorganisasian, yang baik yang bersandar pada kearifan lokal (lokale weisheit), akan mampu menghatarkan kesuksesan bagi pelaksanaan pembangunan di Maluku.
Discussion about this post