Referensimaluku.id, Ambon – Ada sejumlah kontraktor besar yang sejauh ini kebal hukum di Maluku. Mereka sengaja dipelihara para pejabat birokrasi untuk melanggengkan kekuasaan maupun memelihara praktik hedonistik di balik pancuri kepeng negara yang memiskinkan Maluku.
Alhasil, para “cukong besar” ini diduga menjadi “Agunan Tunai Mandiri (ATM) berjalan” dari Aparat Penegak Hukum (APH) yang memasang badan untuk para kontraktor nakal ini. Direktur PT Nailaka Indah Mansur Banda (MB) alias Haji Mansur merupakan satu dari hampir sepuluh cukong besar pemilihan kepala daerah (pilkada) di daerah ini yang selalu ‘licin’ jika ingin ditangkap APH.
“Pengaruh besaran setoran kio!” MB dikenal sebagai “donatur” bagi calon gubernur dan calon wakil gubernur Maluku yang selalu menang di pilkada Maluku dalam 10 tahun terakhir
ini.
MB ini kabarnya dulu bekerja sama dengan Direktur PT Sumber Rejeki Rony Rambitan alias Kiat. Maklum, keduanya sama-sama berasal dari Kepulauan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Ketika Said Assagaf terpilih sebagai Gubernur Maluku 2014-2019, MB mulai “naik daun” setelah dipercayakan menangani sejumlah proyek yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Maluku.
Kemudian di saat Murad Ismail terpilih menjadi Gubernur Maluku 2019-2024, MB ketiban durian runtuh setelah dipercayakan menangani proyek-proyek pendidikan bersumber Dana Alokasi Khusus (DAK) ratusan miliar rupiah di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Maluku. Ia juga salah satu kontraktor yang menangani gedung E Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Melkianus Haulussy di Kudamati, Ambon yang terindikasi mark up dan berpotensi merugikan keuangan negara hingga puluhan miliar rupiah.
Sekalipun nyaris seluruh proyek fisik yang ditangani MB terindikasi bermasalah, anggaran cair seratus persen tapi hasilnya amburadul dan asal-asalan, tapi kontraktor lokal besar ini kebal hukum di Maluku.
Agar MB tetap kuat di depan hukum bak “manusia setengah dewa”, dia mengutus atau sengaja menempatkan Ridwan Banda alias Iwan yang juga melakoni diri bak “juru bayar” PT. Nailaka Indah di Kejaksaan Tinggi Maluku.
Ada informasi yang menyebutkan ada oknum pejabat di Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah Maluku yang ketiban Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan oknum pejabat di Kejati Maluku yang kebagian Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dari MB melalui peran Ridwan Banda alias Iwan.
Pada tahun 2025 MB kembali mendapat proyek pembangunan Gedung Seminari Xaverianum di Dusun Air Low, Desa Latuhalat, Kecamatan Nusaniwe, Ambon, senilai hampir Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Sekalipun proyeknya terindikasi mark up dan berpotensi merugikan keuangan negara lebih dari Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), namun MB bakal lolos dari jeratan hukum. Apalagi, Ridwan Banda sudah lebih dari setahun terakhir bebas keluar masuk ruangan Seksi Hubungan Masyarakat (Humas) dan ruang Intelijen Kejati Maluku.
Dia berlagak seperti staf Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) dan Asisten Intelijen Kejati Maluku. Padahal, pria bertubuh bongsor berkepala plontos (botak) itu oleh sebagian masyarakat Kota Ambon adalah juru bayar PT Nailaka Indah pimpinan MB.
“Awalnya kita mengira Ridwan Banda ini staf Humas atau staf Intel di Kejati Maluku, ternyata tidak. Dia itu orang yang diutus PT Nailaka Indah berhubungan dengan Tim PPS dan oknum pejabat di Kejati Maluku,” ungkap sumber referensi Maluku.id di Kejati Maluku, Rabu (17/9).
Di bagian lain Ridwan Banda yang dikonfirmasi Referensimaluku.id, Selasa (16/9) mencoba membantah informasi akurat yang diperoleh media siber ini bahwa dia memang setahun lebih selalu nongol atau “bacarita mesra” dengan sejumlah jaksa maupun beberapa pegawai Kejati Maluku. “Bung dapat informasi dari orang Kejati Maluku yang mana. Itu isu saja,” tampik Ridwan.
KABID HUMAS POLDA BELUM MAU BERKOMENTAR
Menanggapi informasi minor soal dugaan ada oknum pejabat utama lingkup Polda Maluku yang diduga menerima uang pelicin sejumlah Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dari Direktur PT Nailaka Indah Mansur Banda, Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar Polisi Rositah Umasugi enggan berkomentar. “Maaf saya baru bertugas di Polda Maluku. Saya belum bisa berkomentar soal informasi yang diperoleh media. Tentu butuh penyelidikan lebih mendalam soal informasi media ini,” ucap Umasugi kepada Referensimaluku.id di Mapolda Maluku, Rabu (17/9) petang.
KASI PENKUM KEJATI MALUKU KIRIM LINK BERITA SIWALIMANEWS
Kepala Seksi Humas Kejaksaan Tinggi Maluku Ardy Danari yang dikonfirmasi Referensimaluku.id, Rabu (17/9) seputar dugaan mengalirnya “kepeng tutup mulut” sejumlah Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) ke oknum petinggi Kejati Maluku enggan membalas pertanyaan konfirmasi. Dia hanya mengirim link berita Siwalima.news. Di link berita Siwalima ada pernyataan Kejati Maluku Agoes SP yang membenarkan jika pihaknya turut andil dalam pengawasan proyek pembangunan Gedung Seminari Keuskupan Amboina, bersama tim lain yang dilibatkan dalam fungsi pengawasan pembangunan strategis.
“Ada dari kejaksaan, kemudian ada tim lain lagi yang dilibatkan yaitu dari balai, kontraktor, pengawas proyek dan juga dari BPK. Mereka merupakan bagian dari fungsi kejaksaan dalam pengamanan proyek pembangunan strategis,” ungkap Kasipenkum Kejati Maluku, Ardy kepada Siwalima di ruang kerjanya, Rabu (10/9).
Menurut Agoes, dalam proyek tersebut meskipun sudah selesai dikerjakan, tetapi masih dalam masa pemeliharaan sampai dengan bulan Februari tahun 2026. “Proyek ini juga masih dalam masa pemeliharaan sampai dengan bulan Februari 2026,” tutur Ardy.
Namun ketika disinggung soal adanya perubahan pekerjaan yang tidak sesuai dengan perencanaan awal dan kemudian ada item-item yang dikerjakan tidak sesuai spek, Ardy enggan berkomentar lebih jauh soal itu.
Juru bicara Kejati Maluku itu juga bungkam saat ditanya mengenai fungsi jaksa dalam mengawasi proyek strategis nasional itu, yang ternyata diduga tidak sesuai usulan dari Keuskupan Amboina ke Kementrian PU. “Kalau soal itu saya tidak bisa bisa berkomentar lebih,” tandasnya..
Sekadar diketahui, proyek pembangunan Gedung Seminari Keuskupan Amboina ini didanai APBN tahun 2024 melalui BPBPK Wilayah Maluku dengan nilai kontrak Rp 14,853 miliar. Nilai pagu awal tender tercatat Rp 16,23 miliar.
Proses lelang yang digelar via LPSE Kementerian PU pada 1 April 2024 dengan kode tender 89149 064 diikuti 106 perusahaan, namun hanya 10 yang mengajukan penawaran. Akhirnya, PT Naelaka Indah keluar sebagai pemenang dengan nilai kontrak sama persis dengan penawaran, yakni Rp 14,853 miliar.
Lingkup pekerjaannya meliputi pembangunan aula, asrama, ruang genset, rumah pompa, ground water tank, serta penataan lanskap di lahan Keuskupan Amboina.
Pekerjaan dimulai pada Juli 2024 dan rampung Februari 2025, kemudian diserahkan secara resmi kepada Keuskupan Ambon pada 23 April 2025.
Namun, hanya beberapa bulan setelah penyerahan, mulai ditemukan kerusakan di sejumlah bagian gedung, sehingga memunculkan dugaan bahwa kualitas pembangunan tidak sesuai perencanaan. Bahkan, sebagian sumber menyebut ada pengurangan item pekerjaan dengan alasan efisiensi anggaran yang berdampak pada pengurangan volume pekerjaan.
MANSUR BANDA “MENGHINDAR” DITELEPON WARTAWAN BERULANG KALI
Sementara itu, Direktur PT Nailaka Indah Mansur Banda yang dikonfirmasi sebanyak tiga kali melalui aplikasi WhatsApp dan sambungan telepon selular mengelak untuk menjawab pertanyaan konfirmasi seputar masalah ini.
Ketika MB balik menelepon sekali, tapi ketika ditelepon balik Referensimaluku.id berulang kali dia tak meladeni panggilan ponsel media siber ini.
Sebelumnya Ridwan alias Iwan Banda membantah kalau dirinya juru bayar PT Nailaka Indah yang ditugaskan sebagai staf Humas Kejati Maluku. “Itu isu. Dapat informasi dari orang Kejati Maluku siapa,” kelit pria bongsor berkepala botak ini ketika dikonfirmasi media siber ini, Senin (16/9). (Tim RM)
Discussion about this post