REFMAL.ID, AMBON –Mengawalinya mengutip pendapat Smith, B.C (1085) dalam karyanya berjudul : “Decentralization The Territorial Dimension of State” bahwa, desentralisasi dianggap merupakan suatu kondisi penting (necessity condition) yang diperlukan oleh negara (berkembang) untuk melakukan pembangunan di bidang politik, sosial, dan ekonomi bagi masyarakat. Mengapa? Karena desentralisasi dapat memindahkan proses pengambilan keputusan ke tingkat pemerintahan yang lebih dekat dengan masyarakat.
Argunentasi tersebut sesuai dengan realitasnya, pasalnya dengan desentralisasi berarti pemerintahan di level atas mendistribusikan berbagai kewenangan ke pemerintahan di level bawah. Sehingga dengan mendisdtribusikan berbagai kewenangan dari pemerintahan level atas ke pemerintahan level bawah tersebut, dapat digunakan oleh pemerintahan tingkat bawah untuk pemenuhan kepentingannya secara mandiri. Targetnya yakni, akeselerasi pembangunan secara merata dan berkeadilan demi kesejahteraan rakyat.
***
Terlepas dari itu, kesetaraan pembangunan antar daerah, sebagaimana esensi desentralisasi merupakan ekspetasi rakyat di daerah. Untuk pencapaian tujuan itu, maka desentralisasi diarahkan pada desentralisasi radikal. Hal ini yang kemudian menjadi fokus bahasan Pusat Pengembangan Kapasitas dan Kerjasama (PPKK) Universitas Gadja Mada (UGM) Yogyakarta, yang dipaparkan dalam buku kompilasi dari 12 orang penulis, dengan tema : ‘Desentralisasi Radikal, Iktiar Pengembangan Wilayah Imekko Sorong Selatan.’ Dengan editornya Bambang Purwoko, yang diterbitkan Ifada Publising-Bantul pada Juni 2017 lalu.
Meskipun karya lawas, tapi menarik isinya jika disimak oleh khalayak pembaca. Secara umum buku ini memaparkan tentang desentralisasi radikal. Dimana desentralisasi radikal dimaksudkan untuk memperkuat tata kelola pemerintahan di daerah, sehingga mampu menjangkau level paling rendah dan membuka akses lebih luas dalam praktek pelayanan masyarakat. Desentralisasi radikal diperlukan agar masyarakat asli (pribumi) mampu memperoleh pelayanan dasar sesuai kebutuhannya.
Dalam banyak kasus di Indonesia, masyarakat asli suatu daerah adalah etnis yang paling sedikit, dan paling sulit mendapatkan akses pelayanan publik dasar dari pemerintah. Salah satu alasan klasik dari semua hal ini adalah karena keterbatasan kemampuan unit-unit pelayanan dalam menjangkau entitas masyarakat, yang secara geografis berdiam di wilayah-wilayah terisolir dan sulit diakses.
Desentralisasi radikal menempatkan masyarakat asli suatu daerah menjadi subyek dan obyek pembangunan sekaligus. Hal ini sangat diperlukan, karena pada umumnya masyarakat asli memiliki daya saing yang relatif rendah dibandingkan dengan para pendatang. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan terobosan dalam tata kelola pemerintahan, sehingga mampu menjangkau masyarakat pedalaman, yang sering terpinggirkan oleh kebijakan umum yang berlaku normatif.
Konsep dan operasionalisasi desentralisasi radikal sesungguhnya sudah berjalan di beberapa daerah di Indonesia, antara lain berupa terobosan kebijakan afirmatif, yang memberikan akses lebih luas kepada masyarakat asli yang sebelumnya kurang terlayani dengan baik. Salah satu daerah yang menjadi implementasi rill dari gagasan desentralisasi radikal yakni, wilayah Imekko di pesisir selatan Kabupaten Sorong Selatan. Hal ini dilakukan dalam rangka mengatasi ketertinggalan wilayah yang berada pada posisi terisolir, dan jauh dari jangkauan pusat pemerintahan di ibukota kabupaten.
Buku ini tidak hanya penting bagi para ilmuan politik-pemerintahan (political scientist-government) pada perguruan tinggi saja, namun juga penting bagi para administrator seperti Gubernur, Bupati, Walikota, Camat, Kades, dan Lurah yang ekspert pada bidangnya dalam upaya merealisasikan desentralisasi radikal, yang disesuaikan dengan karakteristik daerahnya masing-masing, dengan target pencapaian pembangunan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat di daerah. (*)
Penulis : DR.M.J.Latuconsina,S.IP,MA
Staf Dosen Fisipol, Universitas Pattimura
Discussion about this post