Referensimaluku.id, Ambon – Tak ada kejahatan yang sempurna. Menurut Ahli Ilmu Forensik Moderen, Edmond Locard, setiap kejahatan pasti akan meninggalkan jejak. Jejak ini berupa bukti fisik, maupun kebohongan yang saling menutupi, yang pada akhirnya mengarah pada pengungkapan kebenaran.
Jejak kebohongan ini pun tengah dilakoni oknum kepala Dinas Pertanian (Distan) Maluku dan kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Maluku. Mereka boleh beralibi kalau tidak membuat Surat Hibah/Penjualan yang ditandatangani Gerson Pirsouw Tahun 1954, tapi tidak dengan fakta bahwa pejabat di dua instansi tersebut telah menggunakan surat palsu sebagaimana dimaksud dan diancam dengan Pasal 263 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 (KUHP baru) terutama di Pasal 391-400 dengan ancaman hukuman 6 (enam) tahun penjara. Kasus ini sudah lebih kurang tiga bulan terakhir bergulir di Direktorat Reserse dan Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kepolisian Daerah (Polda) Maluku. Tentang surat penjualan (hibah) tahun 1954 yang diduga kuat mengandung kepalsuan kini tengah diuji di Laboratorium Forensik Mabes Polri di Polda Sulawesi Selatan.
Jika hasil uji forensik memaparkan bahwa surat penjualan 1954 itu benar-benar palsu dan telah lama digunakan, maka potensi mantan Kadistan Maluku “DP” dan mantan Kepala BPKAD Maluku “LR” menjadi tersangka dalam tindak pidana menggunakan surat palsu terbuka lapang di depan penyidik Polda Maluku.
Mengapa kedua pejabat di lingkup Pemerintah Provinsi Maluku ini layak diseret ke meja hijau atas dugaan menggunakan surat palsu? Pertama, saat DP menjadi Kadistan Maluku dia berperan dalam upaya merampok lebih kurang 8 (delapan) hektare tanah Dusun Urik/Teha di Piru, Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, yang senyatanya telah sah menjadi milik (almarhumah) Josfince Pirsouw yang turun ke ahli warisnya berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Masohi Nomor 23/Pdt.G/2018/PN Msh juncto Putusan Pengadilan Tinggi Ambon Nomor 59/PDT/2019/PT.Amb yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrachf van gewijsdezaak) dan tengah menanti pelaksanaan eksekusi melalui perantaraan Pengadilan Negeri Dataran Hunipopu di Piru. Kedua, diduga dengan sengaja menggunakan surat hibah palsu LR yang kala itu menjabat Kepala BPKAD Maluku mengeluarkan kode aset di atas tanah Dusun Urik/Teha milik Almh.

Josfince Pirsouw yang kini turun ke anak naknya. Lantas mengapa sampai surat penjualan tahun 1954 patut diduga palsu? Pertama, dalam hukum perjanjian klasik sebagaimana diamanatkan Pasal 1338 KUHPerdata atau sering disebut “Pacta Sunt Servanda” dan diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, di mana harus ada dua orang (pihak), namun di dalam surat penjualan tahun 1954 hanya ditandatangani penjual yakni Gerson Pirsouw, sedangkan pembelinya tidak diketahui siapa. Kedua, Kabupaten Maluku Tengah baru saja merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-68 Kota Masohi pada 3 November 2025 lalu yang dihadiri langsung oleh Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa.
Dalam sambutannya Gubernur Lewerissa mengingatkan kembali pesan Presiden Pertama Republik Indonesia Ir. Karno pada saat Peresmian Masohi. Frasa “Masohi” dalam dialek adat Maluku artinya bekerja bersama-sama, bahu-membahu,tangan bertaut, hati berpadu, jangan ada yang merasa lebih tinggi atau lebih kecil. “Kalau kita mau membangun negeri ini, hanya ada satu jalan yakni kita harus Masohi,” pesan Lewerissa. Kabupaten Maluku Tenga ini terbentuk secara resmi berdasarkan Undang-Undang Nomor 60 Tahun 1957.
Sedangkan surat penjualan 1954 menyebut Djawatan Pertanian Maluku Tengah tahun 1954. Pertanyaannya jika Kabupaten Maluku Tengah baru dikukuhkan resmi pada 1957, lantas Djawatan Pertanian Maluku Tengah tahun 1954 “terbang” dari mana? Ketiga, di surat penjualan tahun 1954 menggunakan “segel” tahun 1953 berlogo pohon sagu di mana logo pohon sagu itu di zaman kolonial, sedangkan di tahun 1954 sudah menggunakan logo Burung Garuda. Keempat, ada penggabungan berapa kata-kata di zaman Ejaan Van Ophuijsen (1901), Ejaan Soewandi (1947) dan Ejaan Yang Disempurnakan atau EYD tahun 1972, sehingga penulisannya amburadul. Kelima, tanda tangan dari sang penjual Gerson Pirsouw di tahun 1954 berbeda sekali dengan tanda tangan lainnya. Ibarat kata pepatah lawas “Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga”. Selicin-licinnya manusia menutupi kebohongannya, pasti ketahuan juga. Profesor J.E. Sahetapy, S.H.,MA mengatakan “Walaupun kebohongan berlari secepat kilat, suatu ketika kebenaran akan mengalahkannya”. Masyarakat menanti gelar perkara kasus ini oleh (RM-02)










Discussion about this post