Referensimaluku.id, Ambon –
Persidangan ke 39 Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) semakin menuju puncaknya. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu tugas Sidang Sinode adalah memilih Majelis Pekerja Harian (MPH) Sinode GPM periode lima tahun berikutnya. Menuju puncak Sidang ke-39 Sinode GPM, aroma-aroma tak elok mulai tercium dan membahana di tengah arena persidangan.
Aroma tidak elok pertama, yaitu beredarnya isu paket Ketua, wakil-wakil ketua, Sekum dan Wakil Sekum. Ketua si A, Wakil Ketua 1 si B, Wakil Ketua 2 si C dan seterusnya sampai posisi Wakil Sekum. Hal ini tentu mencederai proses persidangan gerejawi sebagai persekutuan yang berpasrah diri pada kehendak Allah, yang sudah tentu harus berbeda dengan organisasi sekuler-politis yang cenderung “main paket-paketan”.
Aroma kurang elok kedua, yaitu berlangsungnya proses-proses lobi dan konsolidasi dengan money politic atau politik uang. Ada pihak-pihak eksternal gereja yang mencoba menerapkan sistem barter dan jual beli suara dalam forum gerejawi yang kudus ini.
Kecenderungan ini pun tampaknya semakin membenarkan sentilah Pendeta Jacky Manuputty dalam khotbah pembukaan Sidang Sinode lalu, “Peserta lebih fokus pada konsolidasi daripada mendengarkan firman Tuhan melalui khotbah….”
Dua praktik yang tak sepantasnya dipraktikkan dalam forum gerejawi ini disesalkan oleh para “Presbiter” (non pendeta) yang menjadi peserta sidang. Salah seorang Penatua peserta biasa Sidang ke-39 Sinode GPM sangat menyayangkan hal ini. Menurutnya biarkan Roh dan Hikmat Allah menuntun para peserta untuk menentukan siapa yang diperkenankan Tuhan untuk memimpin gereja ini dengan tulus dan murni. Penatua yang telah melayani di gereja selama lebih dari 10 tahun ini menambahkan “…Biarkan kami berdoa dalam keheningan dan memilih dengan mata iman atas tuntunan Roh Kudus, bukan atas Paket apalagi Money Politik. Mari jaga gereja ini dan biarkan Roh Allah bekerja dengan bebas dalam bathin dan iman para peserta.”
Sebagaimana diketahui bahwa sistem paket dan money politik adalah sesuatu yang tak lazim dalam gereja. GPM dalam persidangannya memahami bahwa Allah Bekerja dengan cara-Nya untuk menyiapkan hamba-hambaNya yang kudus untuk melayani gereja bukan dipaksakan dengan Sistem-sistem kotor yang berlaku dalam dunia sekuler.
Berulangkali GPM menggelar Sidang Sinode dan gereja ini memiliki kesadaran kolektif bahwa proses memilih dalam sidang sinode berlangsung dalam persekutuan orang-orang kudus. Hingga siapapun yang memilih dan yang dipilih berlangsung dalam semangat persekutuan, bukan aspek menonjolkan diri atau memaksa akan diri. Dalam aspek ini, dipahami bahwa tidak ada visi dan misi calon atau kepentingan calon sebab yang ada ialah visi dan misi gereja sehingga siapapun yang dipilih dan yang terpilih akan melaksanakan visi dan misi gereja yang menjadi hasil pergumulan persekutuan orang-orang kudus dalam forum gerejawi. (RM-02)










Discussion about this post