Referensimaluku.id, Ambon – Rangkaian persidangan kasus penembakan Aipda anumerta Husni Abdulah saat bentrok Sawai dan Masihulan, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, pada 9 April 2025 lalu, masih digelar di Pengadilan Negeri Ambon.
Dari sejumlah fakta persidangan yang tersaji, kini alur kisahnya mulai mengarah ke pertanyaan siapa sebenarnya pelaku penembakan oknum anggota polisi tersebut.
Sebab, RW, 33, oknum pegawai honorer Kantor Kehutanan Taman Nasional Manusela yang duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Ambon diduga sengaja dijadikan tumbal di balik kasus ini.
Hal ini dikarenakan sejak pengembangan perkara dari tahap penyelidikan sampai penetapan tersangka dan proses penangkapan oleh penyidik/penyidik pembantu Kepolisian Resort Maluku Tengah seluruhnya tidak sesuai prosedur hukum yang diamanatkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Persidangan perkara nomor 187/Pid.B/2025/PN Amb di Pengadilan Negeri Ambon sudah masuk agenda pemeriksaan terhadap 10 orang saksi fakta, termasuk saksi verbalisan, oknum anggota polisi berinisial MT. Ada kejanggalan di mana saksi MT memberikan keterangan bahwa dia melihat penembak dari jarak sekitar 88 meter di atas bukit, namun saksi mengatakan dia tidak dapat memastikan wajah penembak.
Saksi MT hanya menebak dengan menyebut “ciri” penembak nyaris serupa saat saksi melihat terdakwa RW di persidangan. Sedangkan sembilan saksi lainnya di persidangan menerangkan jika mereka tidak pernah melihat Terdakwa RW melakukan penembakan terhadap korban.
Bahkan dua orang saksi, salah satunya LM, yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU mengungkapkan dalam persidangan dipaksa untuk memberikan kesaksian yang sesungguhnya tidak mereka ketahui.
Bahkan kedua saksi sampai ditampar dan diancam oleh penyidik/penyidik pembantu Polres Maluku Tengah. Ada juga seorang saksi berinisial VL diminta untuk memberikan keterangan yang tidak dia ketahui dan dipaksa untuk menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di dalam mobil milik Polisi dalam keadaan mobil gelap, padahal VL sudah meminta berkali-kali untuk membaca dulu isi BAP namun tidak diberi kesempatan untuk membaca. VL langsung dipaksa polisi untuk menandatangani BAP.
Hasil Visum et Repertum No : 007/Ver-PKPMPW/IV/2025 tanggal 4 April 2025 dalam kesimpulannya tertuang ”kematian tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan pemeriksaan dalam”. Atas dasar kesimpulan visum tersebut, bgmn bisa penyidik menetapkan terdakwa sebagai tersangka sementara hasil visum tidak bisa membuktikan.
Terdakwa RW pada saat ditangkap pun mengalami penganiayaan. Dia mengaku dipukul, disiksa penyidik/penyidik pembantu seperti binatang dan dipaksa untuk mengakui perbuatan yang tidak pernah dilakukan olehnya. Pada akhirnya karena sudah tidak bisa menahan rasa sakit akibat penganiayaan yang dilakukan oleh beberapa oknum anggota polisi, maka Terdakwa dengan pasrah mengaku perbuatan yang tidak dia lakukan.
Terdakwa pun diancam dengan pidana Pasal 338 dan 351 ayat 3 KUHP oleh penyidik/penyidik pembantu dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun. Namun, saat proses itu RW tidak mendapat pendampingan dari kuasa hukum. Barulah pada saat sudah di tahap memberikan keterangan tambahan oleh Terdakwa barulah penyidik menunjuk kuasa hukum kepada terdakwa dan ini sangat bertentangan dengan aturan hukum.
Proses persidangan perkara ini masih berlanjut di Pengadilan Negeri Ambon. Tim Kuasa Hukum RW sangat berharap agar Terdakwa bisa mendapat keadilan dan dibebaskan karena terdakwa tidak pernah melakukan tindak pidana yang dituduhkan kepada dirinya. (RM-02)
Discussion about this post