REFMAL.ID, Ambon – Kinerja dan ‘sepak terjang liar’ oknum-oknum jaksa maupun pegawai lingkup Kejaksaan Tinggi Maluku masih terus dipertanyakan dan disorot pedas beragam kalangan. Ini soal ketidakpercayaan publik atas beragam penanganan kasus-kasus dugaan “pancuri kepeng negara” atau tindak pidana korupsi (Tipikor) yang ‘karam’ dan terhenti di tengah jalan setelah berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun diusut Aparat Penegak Hukum.
Namun, ini tak hanya soal penegakan hukumnya, tapi jauh dari itu tentang tindakan korps Adhyaksa dalam kapasitas hukum sebagai tim Pengawas Proyek Strategis (PPS) daerah maupun nasional yang masih terus dikritik dan memantik pro dan kontra di mata para pegiat antikorupsi maupun masyarakat luas.
Apalagi, belakangan ini, banyak proyek yang sejauh ini rutin dikawal tim PPS, namun faktanya berakhir mangkrak dan terindikasi merugikan keuangan negara. Sungguh ironis memang. Khalayak lantas bertanya untuk apa juga ada tim PPS jika proyeknya mangkrak dan berpotensi korupsi.
Terkini ada dua mega proyek bermasalah dan terindikasi korupsi yang jadi perhatian publik di Maluku. Dua proyek sarat ‘pat gulipat’ itu yakni, Pertama, Proyek Pembangunan gedung Seminari Xaverianum Amboina di kawasan Air Louw, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.
Proyek itu dibiayai APBN tahun 2024 melalui Balai BPBPK Maluku senilai Rp14 Miliar. Anggaran belasan miliar itu habis tak sampai setahun dikabarkan rusak.
Sebelum proyek dikerjakan, kontraktor telah menerima 15 persen dari total nilai proyek. Tim Jaksa PPS dari Kejati Maluku terlibat mengawasi proyek tersebut.
Adapun Proyek kedua yang dikabarkan bermasalah adalah, Proyek Saluran Irigasi Sariputih di Kawasan Kobisonta, Maluku Tengah tahun 2024. Proyek bernilai Rp31 miliar itu dibiayai APBD melalui Dinas PUPR Maluku. Kini proyek tersebut tak terawat, dan rusak parah. Saluran irigasinya jebol yang panjangnya mencapai Rp 31 meter. Herannya Jaksa terlibat PPS, dan juga ikut melakukan penegakan hukum terhadap dugaan “pancuri kepeng negara” di proyek tersebut . Penegakan hukum itu langsung di lakukan Tim Penyidik Cabang Kejaksaan Negeri Maluku Tengah di Wahai.
Jaksa berinisial ‘D’, adalah Kepala Cabang Kejati Malteng di Wahai. Tindakan hukumnya sudah dilakukan terhadap proyek milik Dinas PUPR Maluku tersebut. Sayangnya, tak ada progres. Terkesan dipetieskan atau karam di meja kerja Tim PPS.
Mereka awalnya berpura-pura muncul di publik dengan mendatangi Dinas PUPR Maluku, khusus di Bidang DSA. Sejumlah dokumen kabarnya diangkut mereka.
Lucunya, tak ada lagi progres penanganan perkara ini. Oknum jaksa masuk angin atau setoran kontraktor cukup besar untuk menutupi mulut oknum Aparat Penegak Hukum.
“Padahal langkah Jaksa ‘D’ dan rekan-rekannya itu atas perintah atas (dalam hal ini pimpinan Kejati Maluku), tapi kok diam. Ini maksudnya apa?,” kecam sumber Referensimaluku.id, Sabtu (13/9/2025).
Sumber itu menyebut, langkah Cabjari Maluku Tengah di Wahai, diduga sudah dihadang untuk tidak lagi mengusut proyek yang diduga melibatkan nama Bos Minyak di Maluku, Ronny Rambitan alias Kiat sebagai pelaksana proyek.
“Proyek itu masuk PPS.Pak Kiat di dalam,”kata sumber membeberkan.
Menanggapi hal itu, praktisi hukum, Marnex Ferison Salmon yang diminta tanggapannya dengan lantang meminta Kepala Kejati Maluku, Agoes SP untuk mengevaluasi tim Penyelidik Cabjari Maluku Tengah Wahai, karena diduga sengaja mendiamkan kasus tersebut.
“Itu langkah tidak profesional. Jaksa sekarang berdasarkan perintah Jaksa Agung sangatlah tegas, terhadap Jaksa-Jaksa di daerah yang tidak profesional. Kajati Maluku harus bertindak tegas, dan segera mengevaluasi kerja Jaksa di sana,” tekan Marnex.
Selain itu, pengacara muda itu juga mendesak Kajati Maluku untuk mengevaluasi kerja tim PPS. “Tim PPS juga harus dievaluasi. Kenapa, semua proyek yang dikawal diduga sarat masalah. Langkah hukum harus diambil Kajati Maluku karena proyek Irigasi Sariputih itu disebut proyek bermasalah,” tegas Marnex.
Marnex mengatakan, keberadaan jaksa sebagai PPS tentu sangatlah penting dalam mengawal dan mengawasi proyek pemerintah agar dapat berjalan maksimal sesuai waktu, dan terhindar dari masalah yang berujung korupsi.
“Kajati jangan diam. Evaluasi mereka ini penting, sebab ini soal citra Jaksa di mata publik. Begitupun Gubernur Maluku, menurut pendapat saya, evaluasi lagi kerja sama dengan Jaksa dalam pengawalan proyek strategis. Karena sama saja, ada jaksa tapi banyak juga proyek bermasalah,” terangnya.
Diberitakan sebelumnya, dalam melaksanakan pekerjaan proyek Irigasi tersebut, tak sampai setahun saluran irigasi yang panjangnya mencapai Rp. 31 meter itu jebol. Lucunya lagi, proyek ini masuk dalam pendampingan Kejaksaan (PPS), namun lagi-lagi rusak parah.
Langkah hukum Cabjari Wahai ini juga dipertanyakan. Pasalnya, hingga saat ini tak kunjung terlihat progres penuntasan kasus dimaksud.
PT. Ikinresi Bersama merupakan perusahaan lokal yang beralamat di Skip Karang Panjang Kota Ambon. Namun, Direkturnya bukan Ronny Rambitan alias Kiat, pemilik Sumber Rejeki Grup.
Direktur dari PT. Ikinresi Bersama ternyata seorang ibu paruh bayah yang energik, inisialnya RS.
Hal ini dikuatkan dengan salah satu dokumen penandatanganan kontrak antara PT. Ikinresi Bersama dengan Dinas Pekerjaan Umum tahun 2023. (Tim RM)
Discussion about this post