REFMAL.ID, Ambon : PT. Nailaka Indah milik kontraktor ternama di Maluku, Mansur Banda membantah keras jika ada dugaan mark-up (penggelembungan harga) pada pembangunan Gedung Seminari Xaverianum Ambon Tahun 2024 milik Balai Penataan Bangunan, Prasarana dan Kawasan (BPBPK) Maluku senilai Rp14,8 miliar.
Meski begitu, mereka mengaku jika proyek tersebut yang baru saja diselesaikan pada Februari 2025 itu mengalami kerusakan.
Di satu sisi, pekerjaan proyek tersebut diduga tidak dilakukan penelitian lebih awal terhadap struktur tanah. Pasalnya, tanah yang berbatu itu menurut mereka menjadi kendala dalam penyelesaian pekerjaan.
“Bahwa sebenarnya pekerjaan sudah harus selesai pada Desember 2024, hanya saja terkendala dengan pekerjaan yang cukup berat yaitu, penggalian struktur bawah (Pondasi) yang berbatu karang. Selain itu spesifikasi besi ulir untuk pondasi dan keseluruhan banguan sesuai spesifikasi, yang tidak ada di Kota Ambon. Karena itu terjadi keterlambatan pengadaan dan berimbas pada waktu pelaksanaan pekerjaan,” tulis PT Naelaka Indah, dalam salah satu poin hak jawab yang dikirim ke media ini, Jumat (12/9/2025).
Sikap PT. Nailaka Indah sebagai kontraktor dalam pekerjaan proyek tersebut menandakan bahwa, profesionalitas perusahaan dalam pekerjaan tersebut dipertanyakan, dan bisa menjadi pintu masuk bagi polisi dalam mengusutnya.
Direktur Yayasan Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Maluku, Henri Lusikooy berpendapat, dalam pekerjaan suatu gedung pemerintah maka dilakukan lebih awal adalah penelitian terhadap strukutr tanah, sehingga tidak berpengaruh pada penyelesian pekerjaan dan kemanfaatan bagi publik.
“Harus dilakukan kajian, penelitian lebih awal. Karena ini hal teknis yang menjajdi dasar dalam penyelesaian pekerjaan, sangat berpengaruh pada usia kemanfaatan gedung. Meski ada addendum dan waktu pemeliharaan, namun kebiasaan kontraktor ini harus dievaluasi,”ungkap Henri.
Dari sisi hukum, kata Henri, sikap sang kontraktor ini bisa menjadi pintu masuk bagi polisi dalam melakukan penegakan hukum.
“Pertama kan mereka mengaku ada masalah, ada kerusakan yang sudah diperbaiki. Begitu juga dengan kajian awal sebagai langkah teknis pekerjaan. Nah poin-poin ini, bisa dikaji dan analisis lebih detil. Dugaan saya tindakan-tindakan seperti ini bisa berpangaruh pada kerugian Negara,”ujarnya.
Sementara nformasi lain juga yang dihimpun media ini menduga penyambungan besi beton tidak sesuai dengan SNI, atau praktik konstruksi yang menyimpang dari standar yang ditetapkan, yang dapat menyebabkan struktur bangunan menjadi lemah, rentan terhadap kerusakan, dan membahayakan keselamatan pengguna.
“Besi beton untuk pondasi tidak menerus ke kolom tapi dipotong di posisi sloof ini memudahkan pengangkutan, perakitan dan pemasangan di lapangan tidak sesuai dengan dengan SNI. Dan hal ini membuat kolom tidak kuat, karena besi kolom disambung di sloof.
Penyambungan besi beton harusnya 2/3 dari jarak tumpuan, karena semua orang pasti tahu kalau di tumpuan itu terdapat momen yg besar,”kata sumber media ini.
“Dan tidak boleh ada sambungan besi di situ. Kalaupun harus disambung ada aturannya. Harus dilas dan dilakukan uji tarik terhadap hasil sambungan tersebut.
Untuk diketahui alat uji tarik besi di Maluku tidak ada, di UKIM ada, tapi infonya rusak alatnya,” sambung sumber.
Mengenai hal tersebut, pimpinan PT. Nailaka Indah, Mansur banda yang dikonfrimasi media ini perihal tersebut tidak merespons.
Berikut isi poin hak jawab dari PT. Nailaka Indah.
HAK JAWAB PT NAELAKA INDAH DARI KEJAKSAAN TINGGI MALUKU
Merasa kepanasan dengan pemberitaan Referensimaluku.id edisi 10 September 2025 dengan usungan judul “Ada Potensi “Pancuri Kepeng Negara” Rp. 14 Miliar di Proyek Seminar Xaverianum milik Mansur Banda, Diduga Jaksa Pendamping Ketiban Duit Haram”, memaksa Manajemen PT Naelaka Indah akhirnya menempuh mekanisme hak jawab sebagaimana amanat Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Anehnya, materi hak jawab diduga berasal dari pegawai Humas Kejaksaan Tinggi Maluku.
Yang diserang Mansur Banda, yang klarifikasi Kejati Maluku. Ada apa? Melalui Manajer Proyek Muskapitan Haruna, manajemen PT Naelaka Indah memberikan hak jawab tersebut.
“Bahwa pekerjaan Pembangunan Sarminari Xaverianum tahun 2024 milik Keuskupan Amboina sudah selesai kami kerjakan dengan masa kerja 180 hari kalender sejak 11 Juni 2024 hingga 31 Desember 2024 dan Januari 2025 hingga Februari 2025 dengan nilai Rp. 14.853.000.000 (empat belas miliar delapan ratus lima puluh tiga juta rupiah)”.
“Bahwa sebenarnya pekerjaan sudah harus selesai pada Desember 2024, hanya saja terkendala dengan pekerjaan yang cukup berat, yaitu penggalian struktur bawah (fondasi) yang berbatu karang. Selain itu, spesifikasi besi ulir untuk fondasi dan keseluruhan bangunan sesuai spesifikasi, seluruhnya tidak ada di Kota Ambon. Karena itu terjadi keterlambatan pengadaan dan berimbas pada waktu pelaksanaan pekerjaan”.
“Atas keterlambatan sebagaimana point ke-2 di atas, terjadi penambahan waktu selama 50 hari dan denda atas keterlambatan sebesar sekitar Rp. 245.000.000,00 (dua ratus empat puluh lima juta rupiah)”.
“Adapun item pekerjaan sesuai kontrak dengan Balai Prasarana Permukiman Wilayah Maluku (Balai Penataan Bangunan Prasarana dan Kawasan BPBPK) Maluku, yaitu Aula, Asrama, ruang Genset, Rumah Pompa (air bersih, hydran/ pemadam), Ground Water Tank (GWT) dan Penataan Kawasan”.
” Bahwa kami sudah menyelesaikan semua pekerjaan sesuai spesifikasi teknis yang ada”.
“Bahwa atas selesainya pekerjaan ini, kami telah melakukan penyerahan Tahap I kepada BPBPK pada 31 Desember 2024 (Pekerjaan Asrama, Ruma Genset, Rumah Pompa dan GWT) dan Penyerahan tahap II pada 15 Pebruari 2025 (berupa Pekerjaan Aula, pekerjaan lanscap dan Luar Bangunan). Dan, penyerahan dari BPBPK kepada Keuskupan Amboina. Dan bangunan ini sudah dimanfaatkan sebagaimana mestinya”.
“Bahwa selama pekerjaan, kami mendapat pengawasan dari Konsultan Pengawas yakni PT Fatek Engineering Consultant, Tim Direksi dari Balai Prasarana Permukiman Wilayah Maluku dan Pendampingan dari tim Pengawalan Proyek Strategis (PPS) Kejaksaan Tinggi Maluku”.
“Bahwa seiring waktu ada beberapa kerusakan atas beberapa item pada bangunan tersebut. Dan kami juga mendapat laporan yang sama adanya beberapa bagian yang rusak karena pemakaian”.
“Bahwa karena masih dalam masa pemeliharaan, kami sudah melakukan perbaikan pada kerusakan kecil yang terjadi”.
“Bahwa oleh karena itu dengan tegas kami sampaikan bahwa Kami TIDAK PERNAH MELAKUKAN MARK UP atas pekerjaan ini sebagaimana tuduhan Referensimaluku.id dalam pemberitaannya. Dan semua pekerjaan sudah sesuai spesifikasi sebagaimana yang tertuang dalam Kontrak”.
“Bahwa sesuai pemberitaan Referensimaluku.id yang menuding kami, tanpa melakukan konfirmasi merupakan bagian dari kerja media yang tidak profesional, bahkan lebih dari itu media siber tersebut sudah memposisikan diri sebagai jaksa atau hakim yang memvonis kami melakukan mark up dan tudingan lainnya yang tidak mendasar”.
“Oleh karena itu, kami minta saudara melansir Hak Jawab kami dalam waktu sesingkat-singkatnya, sebagaimana diatur dalam UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik”.
“Bila dalam jangka waktu 2 x 24 jam sejak menerima Hak Jawab ini, pimpinan redaksi Referensimaluku.id tidak memuat Hak Jawab di media siber dimaksud, kami akan melaporkan saudara ke kepolisian dan Dewan Pers. Demikian Hak Jawab ini kami sampaikan, atas pengertian dan kerja samanya kami sampaikan Terima Kasih,” tutup Haruna berbau intimidasi terhadap kemerdekaan pers, Jumat (12/9). (Tim RM)










Discussion about this post