REFMAL.ID, Ambon – Kepolisian Daerah (Polda) Maluku diharapkan segera menangani dugaan pancuri kepeng negara di proyek Pembangunan Gedung Seminari Xaverianum Tahun Anggaran 2024 milik Balai Penataan Bangunan, Prasarana dan Kawasan (BPBPK) wilayah Maluku.
Pasalnya, proyek tersebut kuat dugaan sarat masalah. Terindikasi, ada praktik mark-up (penggelembungan anggaran) besar-besaran yang diduga dilakukan pihak-pihak terkait dari proyek yang menghabiskan APBN sebesar Rp 14 Miliar itu.
PT Naelaka Indah diduga milik kontraktor Mansur Banda, sebagai pelaksana pekerjaan di balik proyek abunawas tersebut. Kabarnya, dalam pelaksanaan proyek tersebut, kontraktor dan BPBPK Maluku mendapat pengawalan dari Kejaksaan Tinggi Maluku melalui tim PPS.
Lucunya, proyek tersebut amburadul. Tak hampir setahun, gedung tersebut terlihat sudah rusak parah.
“Ya, kalau ada PPS, maka kenapa masalah. Tujuan PPS itu kan semua tahu. Jadi, kalau kemudian masalah. Jaksa ( Tim PPS) jangan cuci tangan. Harus ada langkah penegakan hukum di situ. Ini soal uang negara,” sebut praktisi hukum, Henri Lusikooy, S.H.,M.H., kepada Referensimaluku.id, Jumat (12/9/2025).
Menurut dia masalah tersebut jangan dianggap enteng. Apalagi gedung tersebut adalah gedung rohani, yang tentu berhubungan dengan keimanan. Maka itu, lanjut Lusikooy, pihaknya berharap ada penegakan hukum di situ.
“Penegakan hukum bukan dari Jaksa melainkan Polisi. Saya berpendapat baiknya polisi (Polda Maluku) yang tangani jangan mereka (Jaksa) karena proyek itu, kalau seperti yang diisukan mendapat PPS, maka mereka tidak boleh tangani. Soal pembuktian, itu masalahnya,” tegas Lusikooy.
Sebelumnya diberitakan, proyek tersebut tak sampai setahun dikerjakan telah diserahkan BPBPK Maluku.
Gedung yang dibangun berupa aula, asrama, ruang genset, rumah pompa, “ground water tank” dan “landscape” atau penataan kawasan itu kini mulai rusak. Beberapa bagian gedung terlihat rusak.
“Sebagai bangunan sudah rusak, padahal bangunan ini belum setahun dinikmati,” kata sumber media ini, Selasa (9/9/2025).
Dia bilang dari potret bangunan yang rusak sangat terlihat jika pekerjaan pembangunan di atas tanah milik Keuskupan Amboina itu terkesan asal-asalan, tidak mempertimbangkan standar kualitas.
“Dibangun asal-asalan, akibatnya lihat bangunan tidak berumur,” sambungnya lagi
. **SAMA-SAMA BERAPORT MERAH**.
Di bagian lain Praktisi Hukum Rony Samloy, S.H., menyebutkan jika ada harapan masyarakat agar polisi yang mengusut kasus dugaan “pancuri kepeng negara” di proyek pembangunan gedung seminari Xaverianum Ambon, juga ada benarnya mengingat jaksa sebagai Tim PPS terindikasi telah gagal melakukan pengawasan dengan baik dan bahkan ditengarai ikut “bermain” di area terlarang itu.
“Sesuai ketentuan perundang-undangan memang polisi dan jaksa punya kewenangan yang sama untuk melakukan penyelidikan maupun penyidikan terkait kasus korupsi, bedanya jaksa punya kewenangan lain untuk menuntut, tapi sah-sah saja kalau kemudian polisi yang lebih diharapkan mengusut kasus ini ketimbang jaksa. Ini ironi dalam penegakan hukum ketika dua institusi penegakan hukum memiliki stigma minor di mata masyarakat,” papar Samloy kepada Referensimaluku.id, Jumat (12/9).
Dalam catatan Samloy, baik jaksa maupun polisi sebenarnya sama-sama punya “raport merah” terkait penanganan kasus-kasus “pancuri kepeng negara” dalam skala besar dari jumlah kerugian negara atau disebut kasus korupsi jumbo di Maluku, karena hasilnya banyak yang terindikasi sengaja dipetieskan dan terhenti di tengah jalan karena berbagai alasan, baik alibi kurang bukti, kurang memenuhi unsur memenuhi dua alat bukti permulaan, pendekatan kekuasaan dan perselingkuhan birokratif yang terawat mesra di jaket kekuasaan.
“Sebenarnya kalau mau jujur, masyarakat di Maluku sudah jenuh dan merasa skeptis maupun pesimistik dengan banyaknya ‘teater-teater’ atau ‘drama-drama’ hukum yang sengaja dimainkan aparat penegak hukum selama ini terkait dengan keseriusan dan konsistensi penegakan hukum di balik maraknya kasus-kasus korupsi itu sendiri,” papar advokat muda yang vokal ini.
Dia berharap jika akhirnya polisi yang diberi peran mengusut kasus dugaan “pancuri kepeng negara” di proyek pembangunan gedung seminari Xaverianum Ambon, kepercayaan tinggi masyarakat itu diemban dengan baik dan tidak disia-siakan. Mengapa demikian?
“Karena polisi juga punya catatan negatif soal ketidakseriusan dalam menuntaskan kasus-kasus dana Covid-19 yang menyeret sejumlah kepala daerah di Maluku, kasus proyek jalan Danar-Tetoat di Maluku Tenggara, kasus korupsi DAK dan dana BOS di Dinas Pendidikan Maluku, dan kasus-kasus korupsi jumbo lainnya yang berhenti di tengah jalan. Mungkin ini menjadi momentum terbaik polisi memulihkan lagi kepercayaan masyarakat yang sudah terpuruk,” jelas Samloy. **PENGAWASAN JAKSA**
Sementara itu sumber lain mengaku, proyek tersebut masuk dalam penampingan Jaksa, yang disebut Pengawalan Proyek Strategis (PPS) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.
“Kalau kita lihat dari kualitas pekerjaan sangat tidak berkualitas. Kontraktor, hingga peran Jaksa sebagai pendamping (PPS) harus dipertanyakan. Ini soal kualitas pekerjaan, dan uang negara yang dipakai. Harus tegas,” tandasnya.
Dari informasi lain, rembasan air terlihat di beberapa ruangan, kusen pintu dan jendela menggunakan material tidak berkualitas. Gedung asrama lantai dua terdiri dari 18 kamar tidur, sedangkan kamar untuk pembina dan pembantu tidak disediakan.
Keuskupan Amboina sebagai pengelola atau penerima manfaat kabarnya sempat mengancam tidak menerima Seminari Xaverianum di kawasan Air Louw, akan tetapi BPBPK Maluku telah membuat berita acara serah terima pada 23 April 2025 lalu. (RM-04/RM-05)
Discussion about this post