REFMAL.ID,-AMBON –
“Filsafat yaitu tidak lebih dari usaha menjawab pertanyaan terakhir. Tidak secara dangkal dan dogmatis seperti yang biasa dilakukan dalam keseharian, tetapi secara kritis”. Demikian kata
Bertrand Russell (1872-1970) filsuf Inggris. Ungkapannya relevan dengan deskripsi ini, yang tak dimaksud untuk membahas Administrasi Publik secara teoritik. Namun dinarasikan dari perspektif filsafat agar secara kritis kita menelaahnya secara substansi yang kontribusinya bagi organisasi, pelayanan public, kebijakan public, tata kelola pemerintahan, birokrasi pemerintahan, kepemimpinan, etika administrasi dan berbagai aspek lain yang relevan dengan ilmu dimaksud.
***
Terlepas dari tiu, filsafat telah merubah pola pemikiran bangsa Yunani, dan umat manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Perubahan pola pikir tersebut membawa perubahan yang cukup besar dengan ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan itu terjadi, baik yang berkaitan dengan makro kosmos maupun mikrokosmos. Dari sinilah lahir ilmu-ilmu pengetahuan yang selanjutnya berkembang menjadi lebih terspesialisasi dalam bentuk yang lebih kecil dan sekaligus semakin aplikatif dan terasa manfaatnya.
Filsafat sebagai induk dari segala ilmu membangun kerangka berfikir dengan meletakkan tiga dasar utama, yaitu ontologi, epistimologi dan axiologi. Maka Filsafat Ilmu menurut Suriasumantri (2012) merupakan bagian dari epistimologi (filsafat ilmu pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu (pengetahuan ilmiah). Dimana hakekat ilmu sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang dapat diandalkan, yang berguna bagi kita dalam menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol gejala-gejala alam.
Senada Agus (2006) mengatakan bahwa, ilmuan mengembangkan sejumlah perangkat keyakinan dasar untuk mengungkap hakikat ilmu, dan sekaligus sebagai car untuk mendapatkannya. Tradisi pengungkapan ilmu seperti ini telah ada sejak kelahiran manusia. Namun tugas keilmuan ini baru dilakukan secara sistematis sejak abad ke-17 yakni, ketika Rene Descartes (1596-1950) dengan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini.
Dalam konteks ini, terdapat relasi antara falsafah dan ilmu, dimana ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan ilmu dengan pengetahuan lainnya. Ciri-ciri keilmuan ini didasarkan pada jawaban yang diberikan ilmu terhadap ketiga pertanyaan pokok seperti yang telah kita sebutkan terdahulu. Sedangkan falsafah mempelajari masalah ini sedalam-dalamnya dari hasil pengkajiannya merupakan dasar bagi eksistensi ilmu.
Konsep dasar filsafat ilmu adalah kedudukan, fokus, cakupan, tujuan dan fungsi serta kaitannya dengan implementasi kehidupan sehari-hari. Berikutnya dibahas pula tentang karakteristik filsafat, ilmu dan pendidikan serta jalinan fungsional antara ilmu, filsafat dan agama. Pembahasan filsafat ilmu juga mencakup sistematika, permasalahan, keragaman pendekatan dan paradigma (pola pikir) dalam pengkajian dan pengembangan ilmu dan dimensi ontologis, epistomologis dan aksiologis. (Suriasumantri, 2012, Salwinsah 2014).
Selanjutnya dikaji mengenai makna, implikasi dan implementasi filsafat ilmu sebagai landasan dalam rangka pengembangan keilmuan dan kependidikan dengan penggunaan alternatif metodologi penelitian, baik pendekatan kuantitatif dan kualitatif, maupun perpaduan kedua-duanya. Filsafat dan ilmu pada dasarnya adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat.
Selain itu, terdapat juga cara berpikir filsafat ilmu, dimana cara berpikir ilmu memiliki 3 (tiga) karakteristik yaitu menyeluruh, mendasar, dan spekulatif. Menyeluruh bahwa wawasan ilmuan terhadap ilmu pengetahuan tidak hanya dari sisi ilmu pengetahuan itu sendiri (internalistik) tetapi perlu dilandasi konstelasi pengetahuan tersebut dengan ilmu pengetahuan.
Spekulatif karena ilmu pengetahuan bersifat luas dan terbuka maka tidak ada seorang ilmuan yang mengetahui secara keseluruhan. Asumsi dasar yang diabngun seorang ilmuan hanyalah awal kegiatan yang terandal disuatu saat. Sedang di saat yang lain akan diganti oleh asumsi yang lebih baru (sejalan dengan Paradigma Revolusi Keilmuan model Thomas Kuhn dan falsifikasionisme milik Karl R. Popper). (Agus 2006).
Dari sisi yang lebih spesifik, filsafat ilmu dalam perspektif Administrasi Publik yakni, suatu rangkaian aktivitas pemikiran refleksi yang berusaha menentukan segi-segi metafisika, metodologis, logis dari kegiatan administrasi publik. Esensi terpenting dari filsafat Administrasi Publik yakni, menyangkut dengan segi-segi metafisika, metodologis, logis dari kegiatan Administrasi Publik, yang selanjutnya dapat memberikan pemahaman yang komprehensif terkait dengan konteks filsatat ilmu dalam perpektif Administrasi Publik.
Didalam filsafat Administrasi Publik, tidak hanya membahas tentang hubugan antar individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok, namun lebih jauh lagi yaitu sustu proses kerjasama yang lebih didasarkan pada suatu hubungan yang rosionalitas. Bidang garapan filsafat Administrasi Publik, tentunya lebih diarahkan pada komponen komponen, yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu landasan ontologi, epistemologi, dan landasan aksiologi.
Landasan ontologi ilmu mempersoalkan objek kajian (ilmu), bagi ujud hakiki objek tersebut sehingga dapat ditangkap oleh manusia sehingga membuahkan pengetahuan ? (berpikir, merasa, dan mengindera). Bidang telaah yang menguliti pertanyaan ini adalah metafisika yang member beberapa tentang fenomena sosial yang dikaji. Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dua¬lisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan ke¬yakinan kita masing masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari. (Agius 2006, Chaer 2016).
Sedangkan landasan epistemologi ilmu meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal budi (Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal adanya model model epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, feno-menologi dengan berbagai variasinya.
Ditunjukkan pula bagai¬mana kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologik be¬serta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seped teori ko¬herensi, korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif. Sementara itu, landasan aksiologi llmu meliputi nilal nilal (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau ke¬nyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik material.
Lebih dari itu nilai nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu. Dalam konteks Administrasi Publik juga terdapat tiga hal ini, dimana Pemikiran ontologi dalam Administrasi Publik di awali dari pembuktian atau penyelidikan yang dilakukan secara sadar dan mendalam sampai kepada akar permasalahan yang sesungguhnya dan dapat diperlakukan kapan dan dimana saja, serta relative fundamental kandungan kebenarannnya. (Zainuddin 2013, Nola 2014).
Kedudukan ontologi Administrasi Publik, hal ini menyangkut orientasi penyelidikannya adalah yang berhubungan dengan yang ada. Sedangkan metode ontologi Administrasi Publik bergerak antara dua sisi pandang, yaitu pengalaman akan kenyataan konkret di satu pihak dan pengertian “mengada” dari pernyataan abstrak. Dalam refleksi ontologi Administrasi Publik kedua sisi pandang itu saling memperkuat dalam melakukan suatu kegiatan penjelasan dalam konteks pembenaran pemaknaan Administrasi Publik, baik sebagai ilmu maupun sebagai kegiatan, atau sebagai lapangan pekerjaan manusia.
Selanjutnya Potensi Ontologi Administrasi Publik, dimana enggan spontanitas, dapat dikatakan bahwa potensi ontologi ilmu administrasi adalah pemikiran manusia terhadap isi dunia ini. Sementara itu, normatif ontologi Administrasi Publik. Kebenaran hakikat kandungan normatif ontologi Administrasi Publik secara transidental dan empirikal sesungguhnya dapat dibedakan atas dua aspek utama : 1) Kebenaran adalah keharmonisan dan sintesis yang maksimal dalam hal pemberian pengertian atau pemahaman terhadap ontologi Administrasi Publik.
Berikutnya 2) kebaikan adalah keharmonisan dalm hal penilaian dan pilihan nilau terhadap ontologi Administrasi Publik. Kebenaran dan kebaikan, baik bermakna transidental maupun bermakna empirikal, bukanlah sifat-sifat tambahan dan bilaporitas melainkan suatu proses penghayatan dan pengalaman secara harmonis dalam stuktur pemberian pengertian dan pemahaman, serta penilaian terhadap kandungan ontology Administrasi Publik sebagai salah satu ilmu sosial yang menghendaki wawasan pemikiran secara universal.
Kemudian positivisme Administrasi Publik, dimana banyak jenis aliran ontologi Administrasi Publik. Diantaranya adalah aliran yang disebut dengan positivisme yang memposisikan kajiannya adalah pemikiran atau tindakan positif, terutama yang berkaitan tentang administrasi, baik dipandang sebagai ilmu maupun dipandang sebagai profesi atau lapangan kerja. Aliran lain dalam kaitan ontologi Administrasi Publik adalah rasionalisme, yaitu suatu aliran yang mengutamakan pemikiran rasional di bidang Administrasi Publik, baik secara keilmuan maupun secara keprofesionalannya.
Rasionalisme Administrasi Publik, dimana rasio atau akal hanya dimiliki manusia yang sempurna, melainkan kecakapan yang dapat digunakan untuk menciptakan sesuatu yang dibutuhkan dan secara bebas pula untuk mengubah sesuatu berdasarkan keinginan bagi manusia yang bersangkutan. Akal sesungguhnya berfungsi mengoperasionalkan otak dalam rangka mencari kebenaran, sesuai dengan pemaknaan yang terkandung dalam materi ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Kekurangan yang paling menonjol dari studi-studi di bidang Administrasi Publik adalah kegagalan mereka untuk sampai kepada pemahaman yang benar tentang pemikiran administrasi. Rasionalisme Administrasi Publik adalah suatu metode yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan dibidang Administrasi Publik.
Aspek berikutnya epsitemologi Administrasi Publik, dimana pistemologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempelajari, dan menetapkan kodrat atau skop jenis ilmu pengetahuan serta dasar pembentukannya. Sasaran utama ilmu atau content epistemologi sebenarnya dapat dikatakan berorientasi pada pertanyaan bagaimana sesuatu itu datang. Pengembangan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia merupakan kajian epistemologi dalam usaha pengayaan manusia dibidang ilmu pengetahuan, antara lain Administrasi Publik, baik yang berkaitan tentang etika, estetikanya, maupun cara atau prosedur memperolehnya. (Nola 214).
Ilmu pengetahuan dibidang Administrasi Publik adalah suatu pernyataan terhadap materi atau content, bentuk atau form, serta objek formal dan materialnya, secara epistemologi, Administrasi Publik cenderung untuk membatasi diri pada hal-hal tentang persepsi dan pemahaman intelektual seseorang. Pemahaman intelektual seseorang pada ilmu administrasi utamanya adalah logika sebagai pengetahuan yang mempelajari segenap asaa, aturan, dan tata cara penalaran dari suatu objek yang dipikirkan dengan benar.
Objektivisme Administrasi Publik, dimana pemikiran dan argumentasi Administrasi Publik berpangkal dari premis hingga kesimpulan, tetapi ada perbedaan cara menghasilkan pangkal pikir dari ilmuan yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan fokus pangkal, ada yang mengawali dari pangkal pikir deduksi, induksi, dan ada pula memulai dari abduksi. Hakikat dasar dari pengetahuan administrasi manusia mensyaratkan adanya makna apriori (kebenaran dasar) sebagai realita fundamental dan tidak relatif, sedangkan kebenaran realita yang telah mengalami perubahan dari nilai dasar dan kebenaran relatif tertuang dalam hakikat aposteriori.
Secara kronologis, perkembangan kecerdasan berfikir Administrasi Publik berlangsung dalam tiga tahap : 1)_tahap sensasi (pengindraan); 2) tahap perseptual (pemahaman); dan 3) tahap konseptual (pengertian). Penelusuran objektivitas pemikiran dalam Administrasi Publik dapat dilihat dari dua pandang : 1) dari sudut pandang materialnya, adalah sesuatu yang menjadi sasaran perhatian secara detail tentang makna kandungan penalaran dalam pemikiran manusia yang mempelajari Administrasi Publik ; 2) dari sudut pandang objek formalnya, bahwa Administrasi Publik memiliki ruang lingkup kajian dengan metode yang jelas.
Sementara itu, menyangkut aspek skeptisisme Administrasi Publik, dimana Administrasi Publik adalah suatu proses pemikiran yang rasional, dengan andalan utamanya diletakan pada pembenaran empiris. Administrasi Publik otomatis menjadi salah satu kajian filsafat ilmu yang menspesialisasikan diri kepada: 1) Pemikiran bersifat spekulatif yang dijadikan dasar dalam menyusun sistematika pemikiran dantindakan Administrasi Publik; 2) melukiskan hakikat realita secara lengkap terhadap kondisi objektif administrasi; 3) menetukan batas-batas jangkauan dan keabsahan proses pemikiran dan aktivitas bidang Administrasi Publik; 4) melakukan penyelidikan tentang kondisi akibat dari pengandaian atau pernyataan yang diajukan berbagai pemikir ilmu lainnya; 5) Administrasi Publik merupakan salah satu bidang disiplin ilmu yang dapat membantu melihat apa yang dapat dikatakan dan mengatakan apa yang dapat dilihat.
Manusia yang terjerumus kedalam keadaan menyedihkan dianggap sebagai anomali epistemologi, yaitu keadaan manusia yang mengkhawatirkan apakah tidak seutuhnya menyeleweng dari nilai-nilai kebenaran administrasi itu sendiri. Skeptisisme adalah suatu kondisi atau perasaan yang dialami oleh seseorang akibat tidak terpenuhinya sesuatu yang diinginkan. Secara epistemologi, dasar keraguan manuisa itu sesungguhnya berada dalam keterbatasan karena memang manusia terbatas sebagaimana keberadaannya.
Aspek aksiologi Administrasi Publik, dimana landasan tataran aksiologi ilmu adminitrasi, yaitu bagaimana ilmu administrasi digunakan sehingga memberikan manfaat dalam kehidupan manusia. Aksiologi Administrasi Publik merupakan salah satu bagian dari filsafat ilmu, maka tidak heran begitu banyak pertanyaan yang dapat dimunculkan karena memang filsafat mencari hakikat kandungan makna yang mendalam. Pemanfaatan pengetahuan di bidang Administrasi Publik merupakan faktor penting dalam pertimbangan penggunaannya dalam kehidupan, perilaku dalam beraktivitas, dan penetapan keputusan tindakan manusia.(Nola 2014).
Ada dua jenis pengaturan dan keteraturan dalam aksiologi Administrasi Publik yakni : 1) pengaturan dan keteraturan berfikir secara rasiona ; 2) pengaturan dan keteraturan dalam bertindak merealisasikan kebahagiaan dan kesejahteraan kehidupan manusia. Aksiologi Administrasi Publik adalah rangka pemanfaatan, atau dengan kata lain, penerapan ilmu administrasi yang teratur dan produktif. Tanda-tanda ilmuan administrasi di era moderalisasi dewasa ini dapat dicatat sebagai berikut: 1) tindakan rasionalitas ; 2) menonjolnya pemikiran yang berlawanan dengan sifat ilmiah ; 3) otomatisasi semakin kuat ; 4) sifat universal ‘ dan 5) otonomi keilmuan
Kebenaran Administrasi Publik, dimana ada sebagian pandangan tentang Administrasi Publik, yang menyebutkan bahwa hanya sebagian kecil kebenaran Administrasi Publik yang dapat dilaksankan, dan sebagian besar kebenaran diabaikan dalam praktik administrasi. Ruang lingkup kebenaran Administrasi Publik, mencakup : 1) kebenaran asal mula, dikatakan bahwa asal mula kebenaran Administrasi Publik adalah dari pengetahuan yang telah dikompilasi dalam suatu integrasi pemikiran manusia ; 2) kebenaran mengungkap ; 3) kebenaran memandang, 4) kebenaran bentuk ; 5) kebenaran isi ; 6) kebenaran konsep, pemahaman tentang kebenaran konsep ilmu dan teknologi Administrasi Publik pada dunia profesional dengan dunia keilmuan sangagt berbeda
Seterusnya ; 7) kebenaran teori, ilmu dan Administrasi Publik bersumber dari teori, kemudian ilmu dan teknologi administrasi melahirkan teori. Skematis teori. Kemudian, aspek metode mencari kebenaran. Dalam pencarian kebenaran keilmuan dewasa ini, metode yang paling banyak digunakan adalah penelitian (research) dalam dunia sasarannya terdiri atas dua jenis, yaitu: 1) ntuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang diistilahkan penelitian ilmiah (scientific research) ; 2) penelitian untuk ketapan pelaksanaan sesuatu profesi. Metode adalah suatu cara bertindak menggunakan akal pikiran untuk mencapai hasil, dengan mempertimbangkan risiko terkecil.
Jadi metode penelitian ilmu dan teknologi administrasi adalah suaut cara berfikir atau bertindak untuk mencari kebenaran ilmu pengetahuan di bidang Administrasi Publik, dengan mempertimbangkan manfaat seluruh sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif. Secara umum, tujuan penelitian ilmu dan teknologi Administrasi Publik terdiri dari tiga macam: 1) bertujuan untuk menemukan teori baru dalam ilmu dan teknologi Administrasi Publik ; 2) bertujuan untuk membuktikan kebenaran yang dikandung teori-teori dalam ilmu dan teknologi Administrasi Publik ; 3) bertujuan untuk mengembangkan teori-teori dalam ilmu dan teknologi Administrasi Publik.
Konklusi dari deskripsi ini bahwa, filsafat ilmu dalam perspektif Administrasi Publik yakni, suatu rangkaian aktivitas pemikiran refleksi yang berusaha menentukan segi-segi metafisika, metodologis, logis dari kegiatan administrasi publik. Esensi terpenting dari filsafat Administrasi Publik yakni menyangkut dengan segi-segi metafisika, metodologis, logis dari kegiatan Administrasi Publik, yang selanjutnya dapat memberikan pemahaman yang komprehensif terkait dengan konteks filsatat ilmu dalam perpektif Administrasi Publik.
Didalam filsafat Administrasi Publik tidak hanya membahas tentang hubugan antar individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok, namun lebih jauh lagi yaitu sustu proses kerjasama yang lebih didasarkan pada suatu hubungan yang rosionalitas. Bidang garapan Filsafat Administrasi Publik tentunya lebih diarahkan pada komponen komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu landasan ontologi, epistemologi, dan landasan aksiologi. (*)
Penulis : Muhammad Jen Latuconsina
Dr. M.J. Latuconsina, S.IP, MA
Staf Dosen Fisipol, Universitas Pattimura
Discussion about this post