Referensimaluku.id, Ambon – Penyidik Satuan Reserse Dan Kriminal Kepolisian Resort Buru, Kepolisian Daerah Maluku, dituding “masuk angin” menyusul pembiaran Jelian Wariaka alias Jelian, pelaku penganiayaan dan pengrusakan Kafe Mawar di Unit 18 Wamsait, Desa Dafa, Kecamatan Wailata, Jalur D Namlea, bertamasya ke Luar Negeri.
Padahal, Jelian sudah lebih kurang tujuh kali dipanggil penyidik Satreskrim Polres Buru, namun pelaku selalu mangkir.
Alhasil Hajrawaty, korban penganiayaan sekaligus pemilik Kafe Mawar yang dilakukan Jelian, suami Jelian, SN dan Ricky Nurlattu (RN) dan beberapa orang lainnya, kini masih menunggu kepastian hukum atas laporan dugaan tindak pidana penganiayaan dan kekerasan bersama terhadap barang sebagaimana dimaksud dan diancam Pasal 351 KUHP, Pasal 170 KUHP juncto Pasal 55 KUHP atas laporan Polisi Nomor : STPL / 83 / VIII /2025 / SPKT / POLRES BURU / POLDA MALUKU terhadap para Terlapor masing-masing JW alias Jelian dan RN alias Ricky. yang kini status mereka sudah ditetapkan sebagai Tersangka.
Surat panggilan sebagai saksi bahkan sebagai Tersangka sudah dikirimkan penyidik sampai ketujuh kalinya, namun para tersangka belum juga ditahan polisi. “Apakah jika para tersangka berlibur selama 5 tahun di luar negeri, pihak kepolisian harus menunggu mereka hingga selesai menikmati liburan dan membiarkan korban terus menunggu kepastian hukum,” protes Kuasa Hukum Korban Fensen Uktolseya, S.H., kepada Referensimaluku.id di Ambon, Jumat (28/11).
Fensen menyampaikan dirinya diberi kuasa oleh korban lantaran pascakejadian, korban dan keluarga korban merasa sampai saat ini belum juga dilakukan penangkapan dan penahanan terhadap para pelaku. “Jadi, korban dan keluarga menghubungi saya untuk meminta bantuan hukum menyangkut persoalan hukum yang dialami oleh korban,” ungkap Fensen.
Menyikapi kinerja Penyidik/Penyidik Pembantu Unit PPA Polres Buru, Fensen memberikan apresiasi yang baik karena sudah sampai pada proses penetapan tersangka, namun yang sangat disayangkan penyidik/penyidik pembantu tidak menerapkan SPM (Surat Perintah Membawa) setelah panggilan kedua terhadap tersangka yang adalah wewenang kepolisian untuk menjemput paksa para tersangka, hal mana sesuai dengan amanat Pasal 224 KUHP tentang mangkir terhadap panggilan polisi.
“Yang menjadi persoalan saat ini bahwa tersangka sedang berlibur di luar negeri. Jika demikian maka penyidik dapat menggunakan wewenangnya untuk dapat menyampaikan surat panggilan lewat perwakilan Republik Indonesia di luar Negeri yaitu di Kedutaan Besar atau Konsulat di Negara tempat Tersangka JW berlibur, bila perlu dilakukannya penerbitan Red Notice Interpol terhadap tersangka JW. Intinya tidak ada alasan berlibur untuk mangkir dari panggilan hukum Indonesia,” papar Fensen.
“Apabila pihak kepolisian Polres Buru tidak melaksanakan wewenangnya maka timbul pertanyaan sesuai keterangan korban yaitu ketika Tersangka melakukan tindak pidana terhadap Korban, Tersangka sempat mengeluarkan kalimat “Nanti saya telepon Kapolda”. Maksud dan tujuan Tersangka JW menyampaikan kalimat demikian apa. Artinya Tersangka JW memiliki hubungan kerabat dengan Kapolda Maluku sehingga Tersangka JW bisa lolos dari panggilan polisi sebelum Tersangka JW berlibur ke luar Negeri,” heran Fensen.
“Saya minta antensi yang baik dari Kapolda Maluku Irjen Pol Dadang Hartanto dan Kapolres Pulau Buru AKBP Sulastri Sukidjang untuk mengambil langka tegas dan segera melakukan penangkapan terhadap para pelaku. Saya juga berharap kepada Kapolda Maluku dan Kapolres Pulau Buru agar jangan terkesan di mata masyarakat bahwa hukum bisa dipermainkan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan dan uang,” tandas Fensen.
Sebelumnya Kapolres Buru AKBP Sulastri Sukidjang yang dikonfirmasi referensimaluku.id via WhatsApp, Selasa (25/11) berupaya bungkam sekalipun ponselnya aktif setelah menerima pesan pertanyaan konfirmasi dari media siber ini. (RM-02)










Discussion about this post