REFMAL.ID,Ambon – Menjelang perhelatan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 27 November 2024, masyarakat Maluku dipertontonkan cara kerja birokrasi di Pemerintah Provinsi Maluku yang karut-marut atau amburadul. Sontak masyarakat pun melontarkan kritik pedas soal manajemen pemerintahan di Pemprov Maluku, yang terkesan mengabaikan dan menjungkirbalikkan aturan maupun ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Paling santer pemberitaan media cetak lokal dan media online seputar pelibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) lingkup Pemprov Maluku sebagai ajudan isteri mantan Gubernur Murad Ismail, Widya Pratiwi. Ironisnya lagi ada sejumlah guru ASN yang mendapat biaya perjalanan dinas ke Jakarta mengikuti pelantikan Widya Pratiwi sebagai anggota DPR RI daerah pemilihan Maluku periodesasi 2024-2029. “Soal masalah ASN (Nely Ruhulessin) jadi ajudan Ibu Widya Pratiwi, sebaiknya jangan salahkan ajudan tersebut,” seru pengamat sosial dan politik lokal, Herman Siamiloy kepada referensimaluku.id di Ambon, Senin (14/10/2024).
Siamiloy menyebutkan jika pejabat atau pengambil keputusan bekerja dengan hati dalam melakukan pelayanan publik, praktis hal seperti itu tidak akan terjadi. “Karena kelihatan secara jelas dan terang-benderang, pejabat Pemprov Maluku saling melempar kesalahan ibarat permainan bola tenis meja atau pimpong.
Artinya, kalau wartawan menanyakan ke Pelaksana Tugas (Plt) Sekda (Sekretaris Daerah) Maluku, tapi pak Sekda suruh ke kepala BKD (Badan Kepegawaian Daerah) Sekretariat Provinsi (Setprov) Maluku, begitu seterusnya, setelah terdesak atau didesak baru kita baca pada media cetak Harian Siwalima edisi 8 Oktober 2024 dengan judul:”Pastikan Panggil Ajudan Widya, Sekda akhirnya Buka Mulut” dan Nelly Sudah Dipanggil dan Diberi Teguran”,” ulas Siamiloy. “Bagi saya ada kejanggalan karena sesungghnya Nelly Ruhulessin sebagai Ajudan Ibu Widya (Pratiwi) itu tidak bersalah dalam kasus ini kecuali Nelly sudah dikembalikan untuk menjalankan tugas pokoknya, tetapi masih mendampingi Ibu Widya ke mana-mana. Pertanyaannya, “Apakah oleh Plt Sekda dan Kepala BKD Setprov Maluku sudah kembalikan Nelly ke tempat tugasnya atau belum”.
Nah, ini yang menjadi sorotan publik saat ini dan ini yang namanya administrasi kepegawaian yang amburadul dan tumpang-tindih. Seharusnya hal seperti ini tidak perlu terjadi ketika Ibu Widya tak lagi menjadi isteri Gubernur Murad Ismail sejak 23 April 2024, Nelly sudah harus dikembalikan ke tempat tugasnya. Tapi, faktanya tidak seperti itu seolah-olah ada pembiaran,” tuding Siamiloy.
Tak sampai di situ masalahnya, beber Siamiloy, ada juga informasi layak dipercaya yang menyebutkan bahwa pada saat Widya Pratiwi dilantik sebagai aleg di DPR RI dapil Maluku beberapa hari lalu, ikut dalam pelantikkan tersebut beberapa pejabat Eselon II maupun pejabat Eselon III di lingkup Pemprov Maluku.
Bahkan, ada informasi kalau kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Salahutu di Suli yang baru saja diangkat sebagai kepsek pada beberapa bulan lalu juga hadir saat pelantikan Widya di Jakarta. “Semestinya kan ada pengawasan yang lebih intensif dari Penjabat Gubernur Maluku (Sadali Ie), Plt Sekda Maluku (Suryadi Sabirin), kepala BKD Setprov Maluku termasuk Inspektorat segera melalukan pemeriksaan terhadap pejabat-pejabat tersebut, karena dari sisi aturan, ketika seorang pejabat melakukan perjalanan keluar daerah, pasti ada Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) dan konsekuensi dari SPPD tersebut adalah pertanggungjawaban keuangan negara. Pertanyaannya,”
Apakah pejabat-pejabat (Pemprov Maluku) yang hadiri acara pelantikan itu dalam rangka melaksanakan perjalanan dinas sehingga dapat diduga jangan-jangan ada yang hanya berkamuflase agar anggaran diambil dari dinas atau badan sebagai perjalanan dinas, dan ketika itu terjadi, maka sebagai temuan yang namanya SPPD fiktif karena sering ada pejabat yang masuk penjara akibat hal seperti itu?”,” jelas Siamiloy.
Siamiloy menyatakan terhadap fakta maupun dugaan-dugaan penggunaan SPPD fiktif oleh sejumlah pejabat di lingkup Pemprov Maluku dibutuhkan ketegasan Penjabat Gubernur Sadali Ie untuk memberikan sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama undang-undang ASN sebagai dasar hukumnya. “Publik berharap pemerintah tidak berlaku seperti ‘pahat’. Artinya, setajam apapun pahat tersebut jika tidak diketuk dengan palu maka pahat tersebut tidak akan menembus kayu.
Hal ini mengandung pengertian jangan ketika ada masalah kalau tidak ada ancaman dari akademisi, pemerhati kebijakan publik, Lembaga Swadaya Masyarakat, Praktisi Hukum, termasuk aksi demo lalu pemerintah mulai saling melempar kesalahan. Publik butuh kerja nyata bukan pencitraan lewat media karena masih banyak PR (Pekerjaan Rumah) terutama mengenai penempatan pejabat yang tidak sesuai dengan kompetensi. Artinya, kalau seseorang itu bekerja sebagai tukang kayu jangan dipaksakan jadi tukang batu.
Apalagi yang bukan tukang tapi dipaksa jadi tukang sehingga akhirnya bingung sendiri alias “ancormina”,” papar Siamiloy.
HARUS TEGAS
Terkait pelibatan ASN sebagai Ajudan mantan isteri gubernur Maluku, anggota DPRD Provinsi Maluku Edison Sarimanella mendesak penjabat Gubernur Maluku Sadali Ie bersikap tegas. “Penjabat Gubernur Maluku harus dapat merespons persoalan ini dengan menarik Nelly Ruhulessin kembali ke Biro Administrasi Setprov Maluku untuk menjalankan tugasnya sebagai ASN,” seru Sarimanella sebagaimana dikutip referensimaluku.id dari Siwalima, Selasa (15/10).
Sarimanella menjelaskan semua fasilitas yang dinikmati gubernur dan wakil gubernur termasuk ajudan harus berakhir dengan berakhirnya masa jabatan pejabat-pejabat tersebut. “Penjabat Gubernur tidak boleh membiarkan persoalan ini berlarut-larut terjadi, sebab akan menjadi pelanggaran jika ASN tersebut tidak ditarik dari ajudan atau sekretaris pribadi mantan pejabat.
Prinsipnya DPRD mendukung semua langkah baik yang ditempuh penjabat gubernur tapi kalau ada ASN yang menjadi ajudan mantan pejabat, maka harus segera ditarik,” tandas Sarimanella. (RM-02/RM-05)
Discussion about this post