REFMAL.ID,Ambon – Pemilihan kepala daerah (pilkada) Maluku pada 27 November 2024 bakal seru jika terjadi “head to head” atau saling berhadapan antara Letnan Jenderal (Letjen) TNI (Purnawirawan) Jefry Apoly Rahawarin (JAR) melawan Inspektur Jenderal (Irjen) Polisi (Purnawirawan) Murad Ismail (MI).
Jika skenario politik ini terwujud pada saat seluruh pentahapan penyaringan, penjaringan hingga rekomendasi partai politik pengusung telah final, bakal tersaji perang bintang di antara dua kutub, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
JAR datang sebagai representasi dan pemilik bintang tiga dari TNI, sedangkan MI mewakili korps Bhayangkara, Polri dengan dua bintang di pundak.
Sekalipun TNI dan Polri dilarang bermain politik praktis, namun dalam sejarah konfigurasi politik nasional selama tujuh dekade lebih nyaris sosok yang lahir dari “kawah candradimuka” TNI dan Polri selalu tampil sebagai kampiun pilkada di sejumlah daerah-daerah di Tanah Air. Apalagi, bagi Maluku yang baru sembuh dari “luka sosial” akibat konflik soal berhaluan SARA (suku,agama,ras dan antargolongan) pada 1999-2004 silam praktis daerah ini masih membutuhkan sosok gubernur berlatarbelakang pensiunan TNI maupun Polri.
Tentu saja masyarakat masih berkaca pada pengalaman manis saat Maluku dipimpin dua periode oleh jenderal humanis dan low profile macam Karel Alberth Ralahalu (KAR). KAR yang memimpin Maluku periodesasi 2003-2008 dan 2008-2013 adalah Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI (Purnawirawan). Maluku terbilang maju dan berprestasi semasa KAR memimpin daerah ini sepuluh tahun atau setara satu dekade.
Tapi, suasana ini terbalik 360 derajat ketika MI terpilih sebagai gubernur Maluku periodesasi 2019-2024 setelah sukses menumbangkan petahana (incumbent) Said Assagaff yang pernah menjadi Sekretaris Daerah Maluku (2003-2008) dan Wakil Gubernur Maluku (2008-2013) dan Gubernur Maluku (2013-2018).
Di masa MI berkuasa, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) mewabah di mana-mana, rakyat Maluku terlilit hutang di balik pinjaman dari PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp. 700.000.000.000 (tujuh ratus miliar rupiah), investasi mati sehingga banyak investor lari meninggalkan Maluku (PT.Angkasa Pura, salah satunya), status Bandara Internasioanal Pattimura turun kasta ke bandara biasa, secara demografis jumlah penduduk Maluku berkurang akibat lebih kurang 300.000 angkatan kerja mencari kehidupan layak di Weda, Halmahera, Maluku Utara, kualitas pendidikan menurun, penerimaan calon Akademi Polisi dan Akademi Militer dan Sekolah Tinggi Pendidikan Dalam Negeri (STPDN) didominasi anak-anak luar atau titipan pusat, rekrutmen pejabat didominasi satu kelompok sehingga mengingkari Kesepakatan Damai Maluku di Malino (Sulawesi Selatan) tahun 2002, serta kemiskinan terus bertambah sekalipun ada “program stunting akal-akalan”.
Sudah begitu, masyarakat takut bertemu sang pemimpin karena berisiko ditantang berkelahi dan dicaci-maki di depan banyak orang. Arah pembangunan Maluku selama lima tahun di bawah komando gubernur MI kabur dan hilang arah atau tersesat. Bahkan hilang jalan. Di saat kekalutan masyarakat Maluku akan kepemimpinan daerah ini lima tahun selanjutnya, hadir sosok pemimpin humanis dan low profile. Dialah JAR yang disebut-sebut reinkarnasi dari KAR.
Sama-sama jenderal humanis dan rendah hati. Masyarakat Maluku menaruh ekspektasi besar dan mimpi indah ke JAR melanjutkan kepemimpinan KAR. Apalagi disebut-sebut obsesi politik JAR didukung finansial oleh David Glen, pengusaha tambang asal Maluku yang perusahaannya kini beroperasi di Maluku Utara.
Awalnya, pergerakan JAR terbilang masif. Tapi, perlahan-lahan sinar JAR meredup di bawah “matahari” MI. Banyak yang pesimis JAR mampu menundukkan MI di pilkada Maluku pada 27 November nanti. JAR telah kalah saing dari MI. Perangkat dan instrumen politik JAR tidak bergerak masif dan kurang inspiratif. Tim media massa pun tidak ditopang sumber daya andal yang mampu mengemas isu dan menangkal isu politik lawan dengan tepat dan mematikan. Kelihatannya tim JAR masih bergerak sendiri untuk kepentingan sendiri.
Di saat sinar JAR kian meredup dan kalah saing, muncul sosok militer lain, yakni Brigjen TNI (Marinir) Said Latuconsina (SL) yang kini menjabat Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Danlantamal) IX Ambon. SL adalah kontestan pemula atau debutan di Pilkada Maluku 2024-2029 sehingga peluang jenderal bintang satu di tubuh pasukan khusus TNI-AL ini mengalahkan langkah MI relatif berat ,
Selain SL sudah menyatakan maju berkontestasi adalah anggota DPR RI daerah pemilihan Maluku (2019-2024 dan 2024-2029) Hendrik Lewerissa (HL), S.H.,L.Lm dan Febri Calvin Tetelepta (FCT) yang menjabat Deputi I Kantor Staf Kepresidenan (KSP). HL dan FCT bukan lawan tangguh bagi MI.
Terlalu enteng bagi MI mengalahkan HL, FCT dan SL. Komitmen HL maju berkontestasi di Pilkada Maluku kali ini patut disangsikan sekalipun telah mengemuka Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (Presiden RI terpilih) telah merestuinya maju berlaga di pilkada Maluku. Banyak khalayak menuding langkah HL menyatakan maju hanya sekadar meniup sangkakala “psy war” ke MI yang lebih memilih Michael Wattimena (MW) ketimbang HL sendiri. Apalagi, HL telah “all out” alias habis-habisan mengalahkan MW saat pemilihan umum anggota DPR RI dapil Maluku baru-baru ini. Rivalitas ini soal “pride” dan gengsi yang berembus dari Negeri Tuhaha di Saparua sana. Apakah wacana ini tak lebih dari skenario perang politik bagi kubu MI untuk merangkul HL dan mengganti biaya politik HL yang telah terkuras sebelumnya? Biarlah publik Maluku yang menilai semuanya. FCT diibaratkan “kontestan penggembira” di pilkada Maluku episode ini. FCT sendiri merupakan bagian dari rezim gubernur MI yang gagal dalam memperjuangkan Ambon New Port, Lumbung Ikan Nasional (LIN) dan proyek strategis nasional lainnya di Maluku. Ironisnya, ada yang beranggapan FCT adalah salah satu “bidak catur” yang dipergunakan rezim status quo untuk menghancur suara JAR di komunitas Kristen. (Tim Riset RM)
Discussion about this post