REFMAL.ID,Ambon – Koordinator Tim Penasihat Hukum (PH) Terdakwa, Drs. Ruben Benharvioto Moriolkossu dan terdakwa Petrus Masela, Rony Samloy, S.H., meminta majelis hakim yang diketuai Rahmad Selang, S.H.,M.H.,untuk membebaskan kedua kliennya dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) anggaran Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) pada Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) Tahun Anggaran 2020.
Pernyataan itu disampaikan Rony Samloy saat didampingi rekan-rekannya Jenci Elisabeth Ratumasa, S.H., Marnex Ferison Salmon, S.H., Fredrik Septory, S.H., dan Steines Jones Hermonputra Sitania, S.H., seusai persidangan perkara tersebut di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Rabu (22/5/2024).
Tak hanya meminta kedua kliennya itu bebas (vrijspraak) atau dilepaskan dari segala tuntutan hukum (ontslag van rechtsvervolging), Rony Samloy dan kolega juga meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon agar dapat menetapkan mantan Bupati Kepulauan Tanimbar (2017-2022), Petrus Fatlolon (PF) sebagai tersangka dalam skandal SPPD fiktif di Setda KKT Tahun Anggaran 2020. Permintaan Tim PH Moriolkossu dan Masela bukan tanpa dasar . Sebab, terjadinya Tipikor yang dilakukan kedua klien mereka merupakan akibat perintah berbau paksaan dari mantan orang kuat KKT itu.
Menurut Samloy, berdasarkan Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri KKT terhadap terdakwa Drs. Ruben Benharvioto Moriolkossu in casu halaman 676 surat tuntutan a quo dikatakan: “Berawal adanya permintaan dari saksi Petrus Fatlolon yang saat itu menjabat sebagai Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar kepada terdakwa Drs. Ruben Benharvioto Moriolkossu dalam kapasitas selaku Sekretaris Daerah KKT Tahun 2020 sekaligus bertindak selaku Pengguna Anggaran, untuk menyediakan dan menyiapkan sejumlah uang yang akan digunakan untuk membiayai beberapa kebijakan darı saksi Petrus Fatlolon selaku Penguasa Anggaran.
Di mana saat itu Terdakwa Drs. Ruben Berhanvioto Moriolkossu menjelaskan kepada saksi Petrus Fatlolon bahwa tidak ada pos anggaran untuk membiayai kebijakan-kebijakan tersebut. Namun, saat itu saksi Petrus Fatlolon tetap memaksa dan memerintah saksi Drs. Ruben Berhanvioto Moriolkossu untuk memenuhi permintaan tersebut”. ungkap advokat muda nan kritis ini.
Selain itu, masih kata Samloy, pada halaman 681 Surat Tuntutan JPU Kejari KKT disebutkan “Jika dirincikan dari setiap kebijakan sebagai berikut di mana saksi Petrus Fatlolon menerima Rp. 314.598.000,00 (tiga ratus empat belas juta lima ratus sembilan puluh delapan ribu rupiah), maka saksi Petrus Fatlolon adalah “si pemberi perintah atau si penyuruh” yang juga menikmati hasil korupsi penyalahgunaan anggaran perjalanan dinas pada Setda KKT yang tidak disentuh atau sengaja tidak digiring ke Pengadilan Tipikor pada PN Ambon seperti yang dilakoni Terdakwa Petrus Masela dan terdakwa Ruben Benharvioto Moriolkossu.
“Dalam perkara ini “si penyuruh” adalah Penguasa Anggaran in casu saksi Petrus Fatlolon (Bupati KKT a Tahun 2017- 2022) namun anehnya dalam perkara a quo yang bersangkutan tidak dilibatkan atau tidak digiring sebagai tersangka/terdakwa dalam perkara penyalahgunaan anggaran perjalanan dinas pada Setda KKT Tahun Anggaran 2020,” heran Samloy.
Dengan demikian, jelas Samloy, jika merujuk pada pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Petrus Fatlolon haruslah ditetapkan sebagai tersangka oleh Jaksa Kejari KKT, sebab kalau Petrus Fatlolon tidak ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara yang sama maka patut diduga Jaksa sengaja bermain “Bola salju hukum Liar” dalam surat tuntutan mereka.
Sebab dalam tuntutan itu jelas bahwa baik terdakwa Drs. Ruben Benharvioto maupun Petrus Masela diperintahkan secara paksa untuk keluarkan anggaran demi mendukung kebijakan Petrus Fatlolon.
Tim Penasihat Hukum Terdakwa Moriolkossu dan Masela juga menganggap Surat tuntutan JPU Kejari KKT terhadap kedua terdakwa kabur (obscuur libel) dan tidak jelas dalam hal peran dan Pertanggungjawaban Pidana dari seluruh pelaku tindak pidana berdasarkan rumusan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sehingga dengan demikian kedua terdakwa haruslah dibebaskan.
“Kami juga meminta Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini bahwa Terdakwa Drs. Ruben Benharvioto Moriolkossu dan Petrus Masela hanya mengikuti perintah untuk mengeluarkan sejumlah uang berdasarkan perintah jabatan dari saksi Petrus Fatlolon sebagai Bupati KKT (2017-2022) dan di masa mewabahnya pandemi Covid-19 sehingga dari pendekatan pertanggungjawaban pidana khusus kesimpulan Pasal 51 ayat (2) KUHP yang menyatakan :”Barang Siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang tidak dipidana.
Lebih lanjut, Samloy menguraikan, berdasarkan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP telah ditentukan secara limitatif upaya untuk menganjurkan atau menggerakkan orang lain melakukan perbuatan pidana, yakni, pertama, memberi atau menjanjikan sesuatu. Kedua, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat Ketiga, dengan kekerasan. Keempat, dengan ancaman atau penyesatan. Kelima, memberi kesempatan, sarana, atau keterangan.
“Ada lima syarat yang harus dipenuhi dalam bentuk penyertaan menggerakkan atau menganjurkan. Pertama, kesengajaan untuk menggerakkan atau menganjurkan orang lain melakukan suatu perbuatan pidana. Kedua, ada orang lain yang dapat melakukan perbuatan yang digerakkan atau dianjurkan. Artinya, kehendak itu juga ada pada orang yang digerakkan atau dianjurkan.
Ini berkaitan dengan kausalitas psikis Pengguna Anggaran, untuk menyediakan dan menyiapkan sejumlah uang yang akan digunakan untuk membiayai beberapa kebijakan dari saksi Petrus Fatlolon bahkan sudah disampaikan bahwa tidak ada pos anggaran itu tetapi PF “tetap MEMAKSA” dan memerintah saksi in casu terdakwa Drs. Ruben Berhanvioto Moriolkossu, untuk memenuhi permintaan tersebut.
Mereka ini adalah sebagai asesor kepada peserta lain yang pemidanaannya tergantung pada pemidanaan orang lain. Dalam perkara a quo Terdakwa Drs. Ruben Benharvioto Moriolkossu selaku Sekretaris Daerah KKT melaksanakan perintah jabatan di bawah tekanan/paksaan dari saksi Petrus Fatlolon dalam jabatan sebagai Bupati Kepulauan Tanimbar.
Selanjutnya jelas Samloy, menurut Pasal 48 KUHP disebutkan “Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana”.
“Pasal 48 KUHP ini simetris dengan redaksi Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara atas nama Terdakwa Drs. Ruben Benharvioto Moriolkossu dan Petrus Masela khusus di halaman 676 dikatakan “Berawal adanya Permintaan dari Saksi Petrus Fatlolon sehingga sekali lagi kami mau tekankan bahwa kedua Terdakwa hanya mengikuti perintah, “ urainya. Sidang dilanjutkan pada Rabu (29/5) dengan agenda penyampaian Replik JPU Kejari KKT. (RM-04)
Discussion about this post