REFMAL.ID,Ambon – Nama Maluku sudah sejak dulu terkenal seiring harum semerbak cengkih dan pala yang menggoda Bangsa China, Arab, Persia, India, Portugis (1512-1575), Spanyol (1521-1663), Belanda (1603-1950), dan Inggris (1811-1814) bertarung dan ramai-ramai mengarungi samudera untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Maluku sejak abad ke-15 hingga ke-20, sehingga muncul beragam sebutan untuk Kepulauan Maluku, seperti “Jazirah Al-Mulk” (Negeri Raja-raja), “Maloko”, “Moloku Kie Raha”, “The Spices Islands” (Kepulauan Rempah-rempah), “Molluken”, “Molluccas”, dan akhirnya Maluku seperti yang kini kenal selama ini.
Menariknya berdasarkan catatan historis yang mana Belanda dan Inggris sepakat dalam perjanjian Breda 31 Juli 1667 untuk menukar Pulau Run di Kepulauan Banda, Maluku, dengan kota Manhattan di Amerika Serikat (AS) hanya karena daya tarik perdagangan Pala dan bunga pala (fuli) di dunia.
Selain terjadi kawin-mawin dan akulturasi budaya, musik “Sawat” dan musik “Totobuang” adalah kolaborasi musik peninggalan Timur Tengah dan Portugis dengan rima-rima atau “kapata-kapata” lokal Maluku. Jejak sejarah kedatangan hungga peninggalan musik (termasuk alat musik) bangsa Arab, Iran (dulu Persia), India (dulu Gujarat) dan bangsa Eropa menjadi modal penting bagi UNESCO (“United Nations Educational Scientific and Culture Organization”) atau Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengurusi pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan menatapkan Kota Ambon, Maluku, sebagai “Ambon City of Music” atau Kota kreatif berbasis musik nomor 32 dunia, nomor 26 di Asia, nomor 1 di Asia Tenggara dan nomor 1 di Indonesia.
Akibat kolonialisme panjang Belanda di kepulauan Nusantara hingga berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tahun 1945, dan di kurun waktu 1951-1952 lebih kurang 6.000 serdadu/tentara KNIL termasuk Marsose asal Maluku berikut keluarganya hijrah ke Belanda sebagai imbas munculnya perlawanan kelompok pro Republik Indonesia terhadap hal-hal terkait Belanda.
Alhasil, hingga kini ada lebih kurang 100 ribu jiwa warga Eropa, terutama Belanda, Jerman, Inggris, Portugal, Kroasia, Kaledonia Baru, Belgia, Prancis, Italia, AS, Kanada, Rusia dan Suriname yang memiliki darah (keturunan) Maluku karena perkawinan campuran atau sudah lebih dari dua hingga tiga generasi berada di negara-negara tersebut.
Sejak awal abad ke-20 hingga saat ini telah banyak bermunculan grup band di Eropa atau musisi-musisi dunia yang membawakan lagu-lagu rakyat Maluku, misalnya “Ole Sio”, “Sayang e”, “Sarinande”, “Beta Balayar Jauh”, “Waktu Hujan Sore-sore”, “Buka Pintu”, “Mande-mande”, “Ouw-Ulathe”, “Rasa Sayang e”, “Hela Rotan”, “Burung Tantina”, “Ayo Mama”, “Maluku Tanah Airku”, “Hura-hura Cincin”, “Bulan Pake Payong”, “Kole-kole Arumbai”, “Huhate”, “Naik-naik ke Puncak Gunung”, “Sio Mama”, “Satu Tete Air Susu Mama”, “Gandong E”, “Toki Tifa”, dan lagu-lagu rakyat Maluku yang lainnya.
Musisi-musisi kelas dunia,antara lain Tielman Brothers, Oscar Harris, Daniel Sahuleka, Masada Band, Vengaboys, Yulia Loko, Maurice Rugebregt, Zusana Rastovack, Van Dijk Sister, Jimmy Belmartin Silawanabessy, dan lain-lain adalah para musisi yang ikut menyanyikan dan mempromosikan lagu-lagu Maluku di panggung musik dunia sejak sebelum Indonesia merdeka hingga saat ini. Yang mencegangkan di awal tahun 2000an dan 2013 silam dua lagu rakyat Maluku masing-masing “Rasa Sayang E” yang diciptakan musisi Maluku Paulus Peea dan lagu “Toki Tifa” yang diciptakan musisi Maluku Christian Izack Tamaela sempat diklaim milik Malaysia.
Beruntung Pemerintah Provinsi Maluku bergerak cepat mendaftarkan lagu-lagu Maluku ke UNESCO. Lebih hebat lagi saat ini nama Maluku diagungkan musisi dunia/rapper dan penyanyi R&B asal Amerika Serikat keturunan Senegal (Afrika), Aliaune Damala Badara Akon Thiam atau yang lebih dikenal dengan sebutan Akon. Di lagunya berjudul “Ghetto” penyanyi rap kelahiran 16 April 1973 di St. Louis, Missouri, AS, itu mengeksplorasi nama Maluku di lirik “Maluku’s in Tha (Ghetto)”.
Dulunya Ghetto adalah kamp pengungsian atau permukiman Yahudi di Eropa, terutama di Polandia, Jerman dan Rusia semasa berkecamuknya Perang Dunia I (1914-1918) dan Perang Dunia II (1939-1945) di zona Eropa. Kini istilah “Ghetto” telah diperluas sebagai perkampungan diskriminasi dan warga kulit hitam di Kota-kota besar di AS, seperti New York, Los Angeles, San Fransisco dan Chicago. Di lagu berjudul Ghetto ini, Akon mengangkat kehidupan warga keturunan Maluku di Amsterdam, Roterdam, Moordrecht, Assen, dan kota-kota lain di Belanda. Warga keturunan Maluku di Belanda adalah minoritas ketiga setelah Suriname dan Maroko.
Pada tayangan video clip album Ghetto, Akon menampilkan warga keturunan Maluku di jalanan dengan baju jaket bertuliskan “Satu Darah Maluku”. “Satu Darah Molluccas Communitty (MC)” adalah klub motor yang didirikan warga keturunan Maluku di Moordrecht, Belanda, pada 1990. Terdapat lebih kurang 44 cabang Satu Darah MC di “Negeri Kincir Angin” itu dengan keanggotaan mencapai 2000 personel.
Saat ini perwakilan “Satu Darah MC” sudah merambah ke hampir seluruh penjuru dunia, di antaranya Belgia, Prancis, Spanyol, Jerman, Swedia, Norwegia, Maroko, Singapura, Thailand, Vietnam, India, Malaysia, Indonesia, Caracao, Swedia, Turki, Afrika Selatan, Bosnia-Herzegovina, Finlandia, Irlandia, Austria, Brasil, Namibia, AS, dan Republik Kongo. Berikut ringkasan lirik lagu “Ghetto” oleh Akon yang dicover Movos. “From Senegal to Damsko,Konvick……….Shout out to Akon……….Alib and yes sir, remix……….Movos.corn remix………This goes out to my tata’s in tha……….MALUKU’S IN THA (Ghetto)……….My mocro is in tha (Ghetto) ghetto (ghetto)……….These streets remind me of quicksand……….When you on it……….You’ll keep going down……….And there’s no one to hold onto and there’s no one pull you out……. You keep on fallin and no one can here you call’in………So you end up self-destruction…….on the corner with the too lie on the waist line……….just go outta the goin down state time………teeth mark on my back from the k9……….dark memories of when there was no sunshine………cause they said that wouldn’t it make it…..i remember the yesterday.. (dan seterusnya kembali ke awal dengan “Maluku’s in tha (ghetto)……….. (Rony Samloy)
Discussion about this post