REFMAL.ID.AMBON – Sehubungan dengan pemberitaan media online pada link https://referensimaluku.id/2024/04/03/tersangkut-kasus-pancuri-kepeng-tiga-pejabat-politeknik- ambon-disidang-direktur-polnam-sengaja-dilepas-jadi-atm-berjalan-aph tanggal 3 April 2024 dengan mengacu pada kode etik jurnalistik, tetiba Kepala Kejaksaan Negeri Ambon Adhryansah, S.H.,M.H., memberikan koreksi dan hak jawabnya atas pemberitaan tersebut.
“Kami menyampaikan hak jawab kami atas pemberitaan dimaksud sebagai berikut, bahwa Hak koreksi yang kami berikan yaitu kiranya judul berita dapat dikoreksi agar tidak bersifat menjustifikasi atau menghakimi pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon sebagai Aparat Penegak Hukum (APH) yang menangani perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) untuk Belanja Barang dan Belanja Modal pada Politeknik Negeri Ambon (Polnam) Tahun Anggaran (TA) 2022 karena Kejari Ambon sebagai APH tidak pernah menjadikan Direktur Polnam sebagai “ATM (Agunan Tunai Mandiri) berjalan”,” tepis Adhryansah dalam keterangan pers tertulisnya ke Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Maluku yang diterima redaksi referensimaluku.id, Kamis (4/4/2024) petang.
“Hak jawab yang dapat disampaikan, yaitu bahwa dalam proses penanganan perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan DIPA untuk Belanja Barang dan Belanja Modal pada Polnam TA. 2022, Kejari Ambon telah melaksanakan prosedur penanganan perkara sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku di mana penetapan tersangka dilakukan berdasarkan minimal 2 (dua) alat bukti,” lanjut Adhryansah.
Menurut dia Kedudukan Direktur Polnam (DM) sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) jika dihubungkan dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK) sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang PTPK juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana dan Pasal 3 Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang PTPK sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang PTPK juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana tidak serta merta dapat menjerat Direktur Polnam (DM) sebagai tersangka karena berdasarkan penyidikan yang telah dilaksanakan belum ditemukan minimal 2 (dua) alat bukti berdasakan amanat pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Bahwa terdapat tudingan bahwa APH masuk angin karena diduga menjadikan DM sebagai “ATM berjalan” di balik kasus ini. Untuk mendukung skenario busuk APH, DM mengangkat suami salah satu pejabat Kejari di Bali sebagai pejabat hubungan masyarakat Polnam tidak berdasar dan hanya bersifat opini dan interpretative wartawan sebab DM selaku Direktur Polnam tidak pernah dijadikan ATM Berjalan. Opini ini telah menjatuhkan nama baik Kejari Ambon sebagai APH di Kota Ambon. Oleh karena itu wartawan penulis atau sumber berita dapat melakukan klarifikasi terhadap tudingan yang tidak berdasar tersebut,” tegasnya.
“Kami memohon kiranya hak ini dapat dilakukan sesegera mungkin selambat-lambatnya 1 x 24 jam sejak hari ini atau 2 x 24 jm tehitung sejak dipublikasikan dengan mencantumkan link berita yang dikoreksi dan dijawab,” demikian Adhryansah. (Tim RM).
Discussion about this post