Referensimaluku.id,Ambon – Wakil Ketua Umum III, Pengurus Pusat (PP) Saka Mese Nusa Student Assosiation (SMNSA) , Kadri Hitimala menilai kebijakan desentralisasi Pemerintah Daerah Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) untuk merumahkan ratusan tenaga kesehatan (nakes) honor secara sepihak tanpa kepastian dan kejelasan mendapatkan hak atas kewajiban yang telah ditunaikan selama lebih kurang enam bulan adalah perbuatan melawan hukum, melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan tidak manusiawi.
“Meski Penghapusan tenaga kerja honor atau honorer di instansi pemerintah telah berlaku mulai tanggal 28 November 2023 berdasarka surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Nomor.B/185/M.SM.02.03/2022 tanggal 31 Mei 2022, akan tetapi kebijakan merumahkan ratusan Nakes honor di lingkup Dinas Kesehatan Kabupaten SBB tetap merupakan perbuatan melanggar hukum.
Pasalnya hak Nakes honor, yaitu 3 bulan gaji yang tidak dibayarkan, 6 bulan insentif, 6 bulan jasa pelayanan umum, 6 bulan BPJS kesehatan dan hak – hak lainnya yang tidak ada kejelasan oleh Pemerintah Kabupaten SBB,” tegas Hitimala kepada referensimaluku.id via WhatsApp, Sabtu (15/7/2023).
“Harusnya kebijakan ini diambil dengan memperhatikan asas penegakkan HAM (Hak Asasi Manusia) dan mempertimbangkan kesejahteraan pegawai sekalipun mereka (Nakes) tenaga honor, sehingga pemerintah daerah dengan alasan apapun tidak dibenarkan melakukan kesewenang-wenangan ini,” lanjutnya menegaskan. Menurut Hitimala apa yang didedikasikan ratusan Nakes honor ke masyarakat dan Pemkab SBB tak sebanding dengan perlakuan keji yang dilakukan pemerintah ke mereka.
“Mereka (ratusan Nakes honor) telah mendedikasikan diri dengan segala kemampuan yang ada untuk Kabupaten SBB yang memang faktanya rentan terhadap masalah -masalah kesehatan. Seharusnya kebijakan untuk merumahkan tenaga honor tanpa membayar gaji mereka dikaji secara serius dan lebih bertanggung jawab,” ungkapnya.
Hitimala juga menilai tindakan Pemkab SBB dengan merumahkan sebagian besar Nakes honor merupakan bentuk inkonsistensi terhadap komitmen Pembangunan Daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) yang mana merupakan kebijakan afirmatif, mengingat Kabupaten SBB masuk dalam Penetapan Daerah 3T yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor : 63 Tahun 2020 yang sekaligus merupakan prioritas pembangunan nasional.
“Seharusnya dengan mengacu pada kebutuhan daerah secara otonomi di dalam pengaplikasiannya sektor kesehatan merupakan hal vital yang harus didorong.Hal ini bisa kita buktikan dengan Penetapan daerah Tertinggal yang mana SBB masuk dalam kategori Daerah 3 T dengan indikator pembangunan kesehatan yang sangat tergolong minim, angka sunting yang masih tinggi, tenaga dokter dan spesialis yang masih minim, alat-alat medis yang masih sangat terbatas dan juga penyumbang pengangguran secara nasional”.
“Hal yang paling mendasar yang perlu diperhatikan juga adalah jangan sampai kebijakan merumahkan besar-besaran Nakes honor justru memperburuk kualitas pelayanan publik bagi masyarakat di sektor kesehatan”.
Ia menegaskan seharusnya Penjabat Bupati SBB Andi Chandra As’saduddin dan seluruh instansi pemerintah yang berkaitan memiliki pemahaman dan kecakapan yang baik terkait bagaimana mengonstruksi daerah yang memiliki keretanan, seperti Kabupaten SBB. “Jangan melakukan kebijakan-kebijakan politik praktis yang nantinya mengorbankan rakyat kecil,”timpalnya.
Hitimala menyatakan Penjabat Bupati SBB Andi Chandra As’saduddin harus tahu di dalam Undang-Undang (UU) Nomor : 23 Tahun 2024 tentang Pemerintahan Daerah mengatur tegas bahwa Kesehatan merupakan urusan pemerintahan wajib yang bersifat kongkuren sehingga harus dijalankan secara utuh dan holistik. “Jika kita telaah lebih jauh, hal ini juga berkaitan dengan tenaga medis yang mana merupakan satu kesatuan dengan pembangunan di bidang kesehatan.
Sehingga atas perintah UU ini (Nomor 23 Tahun 2004) kita mengetahui persis bahwa Kesehatan merupakan urusan wajib dan mendasar yang harus diprioritaskan”.
“Kami sebagai organisasi Mahasiswa Kabupaten SBB yang berada di pusat pada prinsipnya akan mengawal persoalan ini ke Pemerintah Pusat. Kami akan menyurati Kementerian Dalam Negeri untuk memangil dan mengevaluasi kembali Penjabat Bupati, SBB Andi Chandra As’saduddin terkait kebijakan ini.
Dan dalam waktu dekat ini kami akan melaporkan tindakan sewenang-wenang ini kepada Ombudsman Republik Indonesia”.
“Di sisi lain kami ingin pemerintah daerah secara transparan memberitahukan kepada publik apa sebenarnya prioritas pembangunan di Kabupaten SBB yang masuk dalam penetapan daerah tertinggal dan pengelolaan fiskal daerah selama ini diperuntukkan untuk apa saja, agar masyarakat luas juga bisa tahu dan ikut mengawasi semua proses pembangunan yang ada, karena keterlibatan masyarakat dijamin dalam UU sehingga pemerintah Kabupaten SBB harus lebih kooperatif dengan masyarakat,” tutup Hitimala. (RM-03/RM-04)
Discussion about this post