Referensimaluku.id,Ambon-Masyarakat Pulau Romang, Kecamatan Pulau Romang, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku, kini mulai resah di balik aksi arogan personel-personel Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL) yang bertugas di Pos TNI-AL (Posal). Pasalnya, sejauh ini masyarakat Romang kerap jadi korban pemalakkan atau pungutan liar (pungli) anggota TNI-AL yang meminta uang atas barang-barang bawaan penumpang yang diturunkan di Pelabuhan Desa Hila, Romang. “Kami minta agar Komandan Pangkalan TNI-AL (Lanal) di Saumlaki atau Komandan Lantamal IX Ambon dapat mengusut dan menindak tegas tiga personel yang bertugas di Posal Hila dan Romang karena tindakan mereka (tiga personel TNI-AL) sudah sangat meresahkan masyarakat Romang,” keluh sejumlah warga Romang kepada wartawan sebagaimana dikutip Referensimaluku.id dari fesbuk Jeremy Lekpey, Jumat (23/6/2026).
“Kemarin (Kamis, 22/6/2023) kami sempat menumpang KM.Manohara 2 dari Pelabuhan Kaiwatu di Pulau Moa. Sampai di Pelabuhan Hila, ada tiga orang oknum petugas TNI-AL (termasuk Komandan Posal) melakukan sweeping terhadap minyak tanah milik masyarakat Desa Hila (Pulau Romang) yang dipesan dari Tual melalui operator kapal Manohara 2,” kisah warga Hila yang ikut pelayaran dengan KM Manohara 2. “Kita sampai di pelabuhan Hila sekira Pukul 16.05 WIT. Ada sebanyak 12 jeriken berukuran 35 liter berisi minyak tanah yang diturunkan oleh pemiliknya. Setelah lebih kurang satu jam, minyak tanah itu diletakan di atas dermaga. Tapi, tiba-tiba datanglah Komandan Posal (Danposal) bersama dua orang anak buahnya dan mereka kemudian berkomunikasi dengan kapten KM Manohara 2 (entahlah tidak tahu apa sebenarnya yang dibicarakan). Namun 15 menit menjelang keberangkatan, Danposal bersama kedua anak buahnya memikul dan mengangkut ke-12 jerigen minyak tanah itu kembali ke atas kapal”.
Sementara itu di bagian lain menurut informasi dari masyarakat Hila, perilaku oknum Posal di Pulau Romang kian hari kian meresahkan mereka karena selalu meminta bayaran kepada setiap masyarakat yang baru kembali berlayar dan memiliki barang – barang belanjaan demi memenuhi kebutuhan mereka. Menurut sejumlah masyarakat Hila, minyak tanah itu adalah milik salah satu kerabat korban kecelakaan di Kota Ambon dan telah meninggal dunia. “Minyak tanah itu dipesan dari Tual untuk keperluan dapur pada hajatan syukur nisan dari pemilik minyak tersebut. Namun sayangnya, minyak tanah tersebut telah ditahan oleh aparat Posal Hila”. “Yang jadi kegelisahan dari pihak keluarga pemilik minyak tanah adalah “Apakah tugas petugas Posal di wilayah itu adalah menahan barang bawaan milik masyarakat, sementara aparat penegak hukum dan otoritas pelabuhan tidak mempersoalkannya?”.
“Kalaupun itu minyak tanah ilegal, maka pertanyaannya kenapa sedari awal tidak ditahan di pelabuhan Tual, sedangkan barang tersebut telah diturunkan dari atas kapal kemudian dinaikan kembali ke atas kapal”.
“Apakah karena masyarakat tidak memberikan jatah kepada aparat sehingga minyak tanah milik warga Hila dinaikkan kembali ke KM Manohara 2 karena menurut masyarakat setempat diduga pihak petugas Posal Hila sempat meminta jatah minyak tanah kepada pemiliknya namun tidak diberikan, sehingga minyak tanah itu dinaikan kembali
ke atas kapal”.
Warga mengungkapkan kondisi pulau-pulau di Maluku Barat Daya sejak dulu telah memungkinkan masyarakat untuk menjadikan setiap kapal sebagai pasar, tempat pemesanan, dan penitipan barang entah itu barang konsumsi maupun barang dagangan. “Dan kondisi ini sudah terjadi selama puluhan tahun. Selaku masyarakat tak berdaya, kami meminta kepada Komandan Lantamal Ambon maupun Komandan Lanal Saumlaki agar segera memindahkan dan menindak tegas ketiga personel Posal Pulau Romang karena kalau terus dibiarkan arogansi mereka dikhawatirkan institusi negara sebesar TNI-AL akan tercoreng hanya karena persoalan minyak tanah. Sebab kondisi ini sudah terjadi berulang kali,”desak warga Hila.
Sayangnya Komandan Lantamal IX Ambon Brigadir Jenderal (Marinir) Said Latuconsina belum berhasil dikonfirmasi mengenai kasus ini. (Tim RM)
Discussion about this post