Referensimaluku.id,Ambon –Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan (SKN) sebagaimana telah diubah UU RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan secara eksplisit (tegas) melarang pejabat Negara atau pejabat publik menjabat ketua umum (ketum) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) provinsi, kota dan kabupaten.
Tapi, hal itu disimpangi melalui diskresi atau pengecualian KONI Pusat ketika diketuai Wismoyo Arismunandar (1999-2003), Marciano Norman hingga Tono Suratman, kepada Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu (KAR) yang menjabat Ketum KONI Maluku 2003-2008 dan 2008-2013. Nomenklaturnya Gubernur Maluku ex officio Ketum KONI Maluku.
Ketidaklaziman ini pun berlanjut ketika Gubernur Maluku Murad Ismail (MI) dipilih aklamasi sebagai Ketum KONI Maluku 2022-2026.
Dasar pertimbangan mengapa seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) lebih memercayakan Gubernur dalam jabatan selaku kepala pemerintahan (eksekutif) menjabat ketum KONI Maluku semata-mata didasarkan pada hal-hal,sebagai berikut:
Pertama, nyaris seratus persen anggaran pembinaan dan pengembangan prestasi olahraga di Maluku bersumber dari dana hibah Pemerintah Provinsi Maluku, dan kedua, jika gubernur menjabat ketum KONI Maluku tentu akan mempermudah pencairan anggaran dari aspek teknis maupun pemerintahan. Perbedaan mendasar antara Gubernur KAR dan Gubernur MI ketika memimpin KONI Maluku terletak pada rekrutmen (pemilihan) personel-personel KONI Maluku.
Di zaman Gubernur KAR, KONI Maluku tidak dijadikan ’’kabinet olahraga rasa politik’’ atau ’’alat politik’’ mencapai tujuan kekuasaan berikutnya. Mayoritas kepengurusan KONI Maluku bentukkan Gubernur KAR, 2003-2008 dan 2008-2013, diperkuat teknokrat olahraga Maluku (mendiang) Agust Kaya dibantu Prosefor Dr. Albertus Fenanlampir dari Program Studi Kesehatan, Jasmani dan Rekreasi pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Pattimura.
Gubernur KAR juga tidak memasukan isterinya, Nyonya Sofia Ralahalu/Sohilait, dan salah satu anaknya atau anak mantunya dalam struktur kepengurusan KONI Maluku saat itu.Benar-benar profesional. Sedikit sekali pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan para politisi dimasukan ke dalam struktur kepengurusan KONI Maluku di bawah komando KAR, Gubernur Maluku 2003-2008 dan 2008-2013.
Sedikit bahkan nyaris tidak ada sentiment publik olahraga yang menyentil kepengurusan KONI Maluku di zaman Gubernur KAR didominasi para politisi haus kekuasaan dan sejumlah ’’orang-orang tak tulus’’ yang menjadikan KONI Maluku sebagai ’’lahan mencari makan’’ (seharusnya KONI Maluku dijadikan tempat pengabdian tulus tanpa digaji) setelah purnabakti dari PNS atau TNI-Polri.
Fenomena ini terbalik 160 derajat ketika Gubernur MI ditunjuk aklamasi ketum KONI Maluku 2022-2026. Mayoritas pengurus KONI Maluku di rezim ini lebih didominasi sebagian besar politisi, birokrasi, aktivis, pengusaha dan kalangan kurang berpengalaman dalam manajemen keolahragaan.
Menariknya, diduga ada istri dan anak mantu Gubernur MI yang juga dimasukan ke dalam struktur KONI Maluku saat ini. Memang tak ada aturan yang melarang hal itu. Tapi, apakah tak ada lagi para praktisi olahraga Maluku yang lebih layak dimasukan ke dalam struktur kepengurusan KONI Maluku terkini. Lebih menyedihkan, di barisan pimpinan dan bidang pembinaan prestasi (Binpres) KONI Maluku saat ini diisi para politisi yang suka lompat-lompat partai dan konsisten di politik ketimbang olahraga. Yang merasakan getahnya adalah atlet dan pelatih yang susah payah berlaga di Pekan Olahraga Provinsi Maluku (Popmal) IV-2022 di Kota Ambon, Maluku.
Sebab, akhirnya Popmal IV 2022 mubazir setelah daerah ini merugi lebih kurang Rp 8 Miliar untuk mendukung multievent olahraga lokal yang sifatnya tak lebih dari sekadar hura-hura para pejabat di provinsi dan kota/kabupaten Maluku. Muara Popmal IV ke pembentukkan Pemusatan Latihan Daerah (Pelatda) Pra Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI 2023 tersumbat hanya gegara mayoritas pimpinan KONI Maluku sibuk mengurus administrasi pencalonan anggota legislative (caleg) 2024.
Mereka juga tak berani meminta pertimbangan Gubernur MI ex officio Ketum KONI Maluku yang lagi bingung dan pusing tujuh keliling soal kedudukannya sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Maluku tetap dipertahankan Megawati Soekarnoputri ataukah diturunkan di Rapat Pimpinan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP.
Bebannya kian berat ketika Gubernur MI ex officio ketum KONI Maluku tengah fokus ke pencalegkan istrinya, Widya Pratiwi ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang awalnya melalui PDIP namun akhirnya via Partai Amanat Nasional (PAN). Masalahnya kian pelik menyusul konfirmasi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian di Jakarta, Kamis (25/5/2023) bahwa Gubernur Maluku MI termasuk 17 kepala daerah yang akan turun dari jabatannya pada September 2023 nanti.
Mengapa? Jika merujuk pada nomenklatur Gubernur Maluku ex officio ketum KONI Maluku, maka yang menjadi Ketum KONI Maluku adalah Gubernur Maluku bukan Murad Ismael secara pribadi. Dengan begitu, apakah Penjabat (caretaker) Gubernur Maluku bisa menjabat ketum KONI Maluku? Lalu bagaimana kapasitas MI ketika turun dari jabatannya selaku Gubernur Maluku? Apakah masih legal disebut ketum KONI Maluku.
Ini merupakan ’’kecelakaan sejarah’’ dalam dunia olahraga Maluku. Ini dosa siapa? Ya, dosa kolektif para pemangku kepentingan olahraga yang menjadi voter (pemilik suara) di Musyawarah Olahraga Provinsi (Musorprov) KONI Maluku 2022.
Sejatinya perlu dan mendesak sekali dilakukan penyelamatan dunia olahraga Maluku. Caranya? Kirimkan mosi tak percaya ke KONI Pusat lalu menggelar Musorprov Luar Biasa untuk memilih ketum KONI Maluku yang baru.
Mungkinkah? Tergantung komitmen tulus seluruh pemangku kepentingan olahraga di wilayah ini. Ini sebuah satire. Mau ke mana ( quo vadis) KONI Maluku? (RM-03)
Discussion about this post