Referensimaluku.id,Ambon-Kasus intimidasi verbal yang diduga dilakukan oleh Ketua DPRD Provinsi Maluku Benhur George Watubun terhadap wartawati Harian Rakyat Maluku (Jawa Pos Grup di Ambon) Silmy disesalkan Wakil Ketua Bidang Pembelaan “ex officio” Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Maluku Rony Samloy, S.H. “Wartawan dan legislatif sama-sama merupakan bagian dari empat elemen demokrasi yang dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus saling menghormati sebagai mitra yang saling mendukung satu sama lainnya.
Nah, jika kemudian terjadi kasus intimidasi terhadap wartawati Harian Rakyat Maluku saudari Silmy oleh saudara Benhur George Watubun, maka hal ini patut disesalkan kita semua terutama oleh insan pers di Maluku,” papar Samloy kepada referensimaluku.id di Ambon, Jumat (12/5/2023).
Samloy menegaskan tidak ada alasan yang rasional jika hanya karena arogansi seorang pejabat lantas dilakukan pemutusan kerja sama media dan pemerintah, apalagi anggaran kerja sama media dan instansi terkait in casu DPRD Provinsi Maluku bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan bukan beras dari kantung pribadi pejabat dimaksud. “Sangat tidak rasional dan tidak etis jika hanya karena pernyataan arogan seorang pimpinan dewan lantas mau diputus kerja sama simbiosis mutualisme antara harian Rakyat Maluku dan DPRD Provinsi Maluku.
Ini sangat tidak fair, bentuk arogansi pejabat dan bentuk ketidakdewasaan dalam membangun demokrasi yang hakiki,” tegasnya.
Samloy menyebutkan dirinya dan Jonathan Madiuw adalah dua wartawan yang sudah puluhan tahun bekerja di Harian Rakyat Maluku setelah berpindah dari harian Ambon Ekspres (Jawa Pos) yang sejauh ini sangat mengenal dekat Benhur George Watubun (BGW) maupun kakak-beradiknya semenjak mereka aktif membangun Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Ambon.
“Saya ini sempat dilema setelah kejadian intimidasi terhadap wartawati Rakyat Maluku saudari Silmy oleh saudara BGW. Tapi, dalam kapasitas sebagai Ketua LBH Pers Maluku saya tetap berdiri di atas semangat dan soliditas sesama pers. Sampai kapanpun saya akan membela kepentingan pers di daerah ini.
Saya sangat prihatin atas kejadian ini,” ungkapnya. Menurut Samloy wartawan dalam menjalankan tugasnya tetap bersandar pada ketentuan sebagaimana dimaksud Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Kode Perilaku Wartawan. “Oleh karena itu, dalam menjalankan tugas, pers harus dilindungi, dihormati dan mendapat perlindungan hukum sebagai dimaksud Pasal 8 UU RI n Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” urainya.
Samloy menegaskan tak ada orang yang kebal hukum jika mencoba menghalang-halangi kerja pers. Di dalam Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers disebutkan “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat, menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000”. “Rasio legis dari Pasal 18 UU RI Nomor 40 Tahun 1999 sebenarnya secara eksplisit memberi ancaman dan sanksi yuridis yang tegas bagi siapapun di Negara ini yang dengan sengaja secara melawan hukum menghalangi atau menghambat tugas seorang wartawan. Apalagi konteksnya mengintimidasi wartawan,” papar jurnalis olahraga senior Maluku dan advokat ini.
Untuk menjaga harmonisasi peran pers dan legislatis di ranah demokrasi lokal, Samloy menyarankan BGW sowan ke Rakyat Maluku dan meminta maaf terbuka. “Tawaran saya ini sangat elegan dan bermartabat untuk menjaga silaturahim antara pers dan legislator. Kalau adik atau saudaraku BGW mau terima tawaran saya yang elegan ini, sebelumnya saya sampaikan apresiasi tinggi,” pungkas Samloy. (RM-04/RM-06)
Discussion about this post