Referensimaluku.id,Ambon-Penyalahgunaan dana penanganan virus korona atau Covid-19 Tahun Anggaran 2019-2020 tak hanya menyeruak di kabupaten-kabupaten lain di Tanah Air secara umum. Hal serupa pun mengemuka di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maluku Barat Daya, Maluku, menyusul hanya terjadi satu kasus luar biasa Covid-19 di wilayah itu dengan korban bukan warga atau penduduk asli setempat. Informasi yang diperoleh media siber ini dari sumber tak resmi di Inspektorat Kabupaten MBD menyebutkan Pemerintah Pusat (Pempus) telah menggelontorkan lebih kurang Rp 20 Miliar selama kurun dua tahun, 2019-2020, untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di daerah otonom baru pecahan Kabupaten Kepulauan Tanimbar (dulunya Kabupaten Maluku Tenggara Barat) itu.
Sayangnya, menurut sumber yang enggan menyebutkan identitasnya itu, dari Rp 20 Miliar dana Covid-19 yang dialokasikan Pempus melalui Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku ke Pemkab MBD sampai saat ini penggunaan dan pemanfaatannya tidak jelas karena masyarakat tidak merasakan dampak besar dan bermanfaat bagi mereka selama mewabahnya virus korona.
“Sampai sekarang tidak diketahui kemana saja dan untuk apa saja dana Covid-19 digunakan Pemkab MBD yang dirasakan masyarakat di sini. Masyarakat di sini masih tambah miskin kok,” keluh sumber itu via ponsel, Sabtu (29/4/2023).
Menurut sumber itu lagi adalah pembodohan publik dan pembohongan publik jika dana Covid-19 dimanfaatkan untuk meningkatkan pelayanan publik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat MBD jika dikaitkan kondisi nyata di masyarakat. “Hasil penelitian dan evaluasi Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Maluku menempatkan Kabupaten MBD sebagai kabupaten dengan pelayanan publik terburuk dan terendah dari 10 kabupaten dan kota lain di Maluku.
Lalu pelayanan publik yang selama ini didengung-dengungkan Pemkab MBD arahhnya ke mana saja. Ini yang membuat masyarakat dapat saja berkesimpulan pejabat MBD saat ini hanya kejar pencitraan diri dan kelompok serta serta memerintah sambil menebar harapan palsu,” ketusnya.
Di bagian lain informasi yang diperoleh media ini menyebutkan buruknya dan rendahnya pelayanan publik Kabupaten MBD dibanding 10 kabupaten dan kota lain di Maluku disebabkan lebih dari separuh perhatian elite Pemkab MBD hanya pada upaya menutupi kasus dugaan korupsi PT Kalwedo periode 2011-2015 yang suatu saat nanti dapat saja menyeret mantan Direktur Utama (Dirut) PT Kalwedo Benjamin Thomas Noach ke balik terali besi jika kasus ini disoroti dan diambil alih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari penanganan penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.
Mengapa harus KPK dan bukan Kejati Maluku yang diharapkan dapat menuntaskan kasus ini? Sebagaimana diketahui sesuai “nyanyian sakit hati” mantan anggota DPRD Kabupaten MBD periode 2011-2014 Kim Devits Markus di mana dirinya pernah dimintakan pengusaha lokal Alfred Hong dan Muhamad Sam Latuconsina (mantan Wakil Walikota Ambon periode 2011-2016) menyerahkan sejumlah uang di dalam sebuah koper ke mantan Kejati Maluku untuk meloloskan Benjamin Thomas Noach dari jeratan hukum atas dugaan korupsi anggaran operasional PT Kalwedo senilai hampir Rp. 10 Miliar di periode 2011-2015.
Publik Maluku nyaris percaya sepenuhnya “nyanyian solo” Kim Devits Markus ada benarnya soal dugaan gratifikasi dan suap ke mantan Kejati Maluku YH alias Yudi yang diduga dilakukan Benjamin Thomas Noach melalui Alfred Hong dan Sam Latuconsina.
Indikasi itu kian meruncing sebab sampai detik ini setelah menjalani pemeriksaan rutin oleh penyidik Kejati Maluku, baik Alfred Hong maupun Sam Latuconsina belum berani mengklarifikasi tudingan Kim Devits Markus ke khalayak soal peran kedua dalam kasus dugaan suap sebesar Rp 500 Juta itu.
Begitupun mantan Kejati Maluku YH alias Yudi, yang disebut Kim Devits Markus diduga ikut menerima sejumlah uang di dalam koper untuk menutupi kasus PT Kalwedo di zaman Dirut Benjamin Thomas Noach masih memilih bungkam dan belum pernah dikonfrontir penyidik Kejati Maluku. “Yang kami tahu ada sebagian dana Covid-19 Pemkab MBD yang digunakan oknum-oknum tertentu di Pemkab MBD untuk tutupi kasus korupsi PT Kalwedo dari tahun 2011 sampai tahun 2015,” beber sumber lain di kesempatan berbeda.
Aliansi Masyarakat Peduli Rakyat (AMPERA) Kabupaten MBD dalam demo mereka ke Kejati Maluku, beberapa waktu lalu, bahkan menuding oknum-oknum penyidik Kejati Maluku diduga “masuk angin” di balik penanganan dugaan suap korupsi PT Kalwedo di masa Benjamin Thomas Noach. Paguyuban masyarakat antikorupsi merasa heran mengapa di balik korupsi dana operasional PT Kalwedo hanya Benjamin Thomas Noach yang diloloskan Kejati Maluku, sebab tiga mantan Dirut PT Kalwedo masing-masing Luckas Tapilouw (2015-2016), Bily Thomas Ratulunhory (2016-2017) dan Joice Lerrick (2015-2017) telah dihukum penjara Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Ambon pada akhir 2021 silam. Tanya pendemo “Apakah Benjamin Thomas Noach satu-satunya warganegara Indonesia yang kebal hukum di Indonesia?”.
Dalam perkara korupsi PT Kalwedo ini Tapilouw telah divonis 5 tahun penjara, Ratulunhory (2 tahun dan 3 bulan) serta Lerrick 3 tahun penjara. Masyarakat pada umumnya menilai Kejati Maluku tebang pilih dalam kasus korupsi PT Kalwedo tahun operasi 2011-2015. Mengapa demikian?
Sebab selama tahun 2011-2012 di masa Dirut Benjamin Thomas Noach, pencairan anggaran oleh Pemkab MBD tidak didasari Peraturan Daerah (Perda) teknis. Bukankah ini bentuk penyalahgunaan kewenangan dan menggunakan anggaran tidak sah atau cacat hukum? Entahlah!
Sayangnya baik Bupati MBD Benjamin Thomas Noach maupun Wakil Bupati MBD Arie Kilikily belum dapat dikonfirmasi media ini mengenai kasus ini karena diduga kuat nomor kedua orang kuat MBD ini sengaja tidak diberikan tim kuasa hukumnya Dodie Soselisa, S.H.,M.H dan Marnex Salmon, S.H. “Masak tim hukum Pemkab MBD tidak mengantongi nomor Bupati dan Wakil Bupati padahal dibayar pemkab MBD. Omong kosong,” kritik pimpinan referensimaluku.id Abdul Fattah Nur. (RM-06/RM-07/RM-05)
Discussion about this post