Referensimaluku.id,Ambon-Maluku merupakan salah satu dari delapan daerah yang ikut mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 18 Agustus 1945 silam. Tujuh daerah lain pendiri NKRI, yakni Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Sulawesi dan Kalimantan.
Nah, itu dulu di mana Maluku sungguh diperhitungkan di zaman sebelum datangnya bangsa Persia, China dan Eropa, zaman kolonialisme, zaman di awal kemerdekan hingga masa awal Orde Lama di masa Presiden Ir. Soekarno. Kini Maluku sudah jauh tertinggal jika dibandingkan daerah-daerah baru atau daerah otonom baru di Tanah Air.
Selain tergolong miskin, tingkat pendidikan Maluku termasuk terendah di Indonesia. Jika ditelisik “budaya tutur” (tidak membiasakan budaya menulis) yang mendarah daging dalam dunia pendidikan merupakan faktor yang memperburuk raihan prestasi anak-anak Maluku di panggung perlombaan sains dan teknologi di setiap event nasional.
Sistem “family” (keluarga dekat rektor, wakil rektor, dekan dan sebagainya) dan perimbangan pascakonflik sosial tahun 1999 dalam perekrutan tenaga dosen di kampus-kampus ternama macam Universitas Pattimura (Unpatti) ikut membawa keterpurukan dunia pendidikan Maluku dalam dua dekade terakhir.
Alhasil, nyaris setiap tahun Unpatti maupun perguruan tinggi swasta di Maluku acapkali menghasilkan sejumlah “guru besar” hanya kenyang pujian tapi jarang menghasilkan karya-karya akademik dalam bentuk buku-buku yang dapat dipasarkan di Toko buku Gramedia di seluruh penjuru Tanah Air.
Sudah begitu, karena jarang berkarya, kampus di Maluku hanya memproduksi banyak “guru besar” yang doyan “kewel” (omong kosong) di kedai-kedai kopi (kafe-kafe) lalu menghabiskan separuh waktu bermain judi ludo dan menebak angka jatuh Hongkong, Singapura atau Sidney dalam judi toto gelap (togel).
Lebih celaka, ada sebagian guru besar di Maluku yang rela melacuri intelektualitasnya demi membela kepala daerah yang korup dan membangun oligarki atau dinasti politik. Dalam bingkai politik lebih ironis lagi.Penduduk di Maluku Tengah boleh saja mengklaim diri sebagai tempat lahir para negarawan dan politisi andal Indonesia di masanya.
Tapi itu dulu. Justru saat ini Maluku Tengah menjadi tempat bermukim para pemilih yang tidak cerdas (terlalu naif jika digolongkan “pemilih bodoh”) dan fanatik memegang teguh politik identitas di zaman modern. Alhasil, di luar Mercy Barends, tujuh wakil rakyat Maluku di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Senayan, Jakarta, berasal dari Maluku Tengah.
Adapun ketujuh Senator itu masing-masing Saadiah Uluputty, Hendrik Lewerissa, Nono Sampono, Novita Anakotta, Ana Latuconsina, Mirati Dewaningsih dan Abdulah Tuasikal. Selama pengamatan tim Penelitian dan Pengembangan (Litbang) media ini diungkapkan, bahwa hanya Saadiah Uluputty yang vokal menyuarakan kepentingan Maluku di Senayan.
Sisanya? Ya, “microphone off” terus. Datang, Duduk, Diam, Duit Dan tidur nyenyak (5D). Memperjuangkan nasib anak Maluku bernama Hens Tongyanan yang nyaris gagal dilantik sebagai Prajurit TNI-AD saja semua diam seribu bahasa (beruntung ada anggota DPR RI asal Sulawesi Utara, Brigitta Hilary Lasut yang melobi Panglima TNI Jenderal Andhika Perkasa), apalagi berbicara mega proyek Lumbung Ikan Nasional (LIN), Ambon New Port dan 10 Persen Participating Interest (PI) di balik ekplorasi dan rencana eksploitasi sumur abadi Blok Masela pada 2027 mendatang? Wakil rakyat berkualitas, vokal dan militan selalu dihasilkan dari suara pemilih yang cerdas (tahu tanda-tanda zaman, tidak gampang dibayar).
Menjelang pesta demokrasi pada 2024, para senator Maluku kembali datang dengan jualan jamu lama seraya menyodorkan “gambar mati” yang diedit glowing seolah-olah mereka lantang menyuarakan kepentingan Maluku di Senayan. Rakyat sudah bosan cara-cara lama. Sudah basi .
Maluku kini darurat wakil rakyat yang berani bersuara di ruang paripurna DPR RI maupun DPD RI. Sudah saatnya wakil rakyat yang hanya diam membisu dan seringkali angkat lenso lalu “seka” air mata karena tak mampu menghentakkan floor persidangan digantikan wajah-wajah baru yang berkarakter, cerdas, vokal dan “kabaresi” alias pemberani. Pemilih di Maluku Tengah dan kabupaten/kota lain di Maluku sangat menentukan nasib daerah ini lima tahun ke depan. (Tim Litbang RM).
Discussion about this post