REFERENSIMALUKU.ID,-AMBON- Beberapa Pedagang di Pasar Mardika mendatangi Balai Kota Ambon dalam program Walikota Jumpa Rakyat (Wajar), Jumat (24/2/2023) pagi tadi mengeluhkan pungutan liar (pungli) yang dilakoni
Asosiasi Pedagang Mardika Ambon (APMA) yang sudah sungguh sangat meresahkan pedagang.
Dalam Wajar itu para pedagang membeberkan kiprah buruk Organisasi pedagang yang diketuai Alham Valeo ini yang sejauh ini memaksa sekitar 300 Pedagang dalam kawasan Terminal Mardika, yang lapaknya telah dibongkar dan dibangun kembali oleh PT. Bumi Perkasa Timur, untuk menyetor uang sebesar Rp. 9 juta ke pihak APMA.
“Yang menjadi permasalahan di sini, yakni pembangunan lapak.
Kami ingin tanyakan soal dasar pembayaran Rp. 9 juta yang disuruh APMA ini dari mana, sedangkan material yang dipakai itu tidak sampai di harga itu.
Tapi pertanyaannya, kenapa APMA membongkar dan membangun seenaknya, dan Pemerintah seakan-akan bebaskan apa yang dilakukan oleh mereka (APMA),” keluh salah satu Pedagang Pasar Mardika, Dedi, dalam program Wajar tersebut.
Berdasarkan pantauan media online ini proses pembangunan lapak yang dihentikan Penjabat Walikota Ambon Bodewin Wattimena itu tidak digubris pihak APMA. Sesuai pantauan itu menyebutkan hingga Kamis (23/2) malam proses pekerjaan lapak masih terus berjalan.
“Tadi malam (Kamis malam) pekerjaan itu terus dilakukan. Jadi tidak ada penghentian. Realita sekarang mereka masih membangun bahkan malam pun mereka masih membangun. Aneh
ini asosiasi bisa dengan leluasanya melakukan apa yang mereka mau lakukan. Artinya kalau mereka bisa, mestinya kita juga bisa membangun tanpa harus membayar Rp. 9 juta ke mereka,” keluh Dedi lagi.
Hal yang sama disampaikan pedagang lainnya bahwa jika ada pengalihan kewenangan ke Provinsi Maluku. “Semestinya Pemerintah Kota Ambon juga dapat menjelaskan bagi kami, paling tidak memberikan surat ke Pedagang untuk diketahui. Kita juga baru tahu bahwa sudah ada pelimpahan kewenangan entah ke PT.BPT atau Provinsi Maluku itu, tapi ini tidak pernah dijelaskan oleh Pemerintah baik kota maupun provinsi sehingga selama ini yang kami tahu kami ini ada di bawah nauangan Pemerintah Kota Ambon. Mesti ini dijelaskan supaya jangan kami ini mengeluhnya ke Pemkot Ambon dalam hal ini Disperindag,” lanjut Dedi.
Selain soal 9 juta itu, kata Dedi, Pedagang juga harus menyetor Rp. 3.000 per hari sebagai uang sampah yang mana tagihan itu dilakukan tanpa karcis sehingga dianggap sebagai pungli yang dilakukan APMA maupun PT. BPT.
Di tempat yang sama, menanggapi apa yang disampaikan Pedagang, Penjabat Walikota Ambon Bodewin Wattimena mengancam,dan memastikan akan membubarkan APMA jika organisasi pedagang ini masih bertindak seenaknya di kawasan Pasar dan Terminal Mardika Ambon.
“Apakah saya harus turunkan Pasukan pemukul. Itukan tidak perlu menurunkan pasukan pemukul untuk menghentikan aktifitas APMA di Terminal Mardika,” tegasnya.
Wattimena menegaskan tidak ada satu pihak pun di luar Pemerintah yang bisa mengintimidasi atau mendikte Pemerintah.
“Kalau organisasi ini mau melawan Pemerintah, maka saya pastikan bubarkan mereka saja. APMA ini kan dibentuk oleh Pemerintah dengan SK Walikota. Kalau dia melawan berarti dia bukan lagi mitra, sehingga untuk apa dibiarkan. Saya sudah bilang kalau masih dibangun, Satpol Pp (Satuan Polisi Pamong Praja) bongkar saja,” tegasnya.
“Saya telah meminta Pedagang agar menahan diri. Jangan dulu ada pembangunan sampai ada keputusan setelah rapat koordinasi dilakukan Senin (27/2/2023) nanti. Kita bicarakan ini dulu antara Pemkot Ambon dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku bersama DPRD dengan melibatkan pihak ketiga itu.
Ini sebenarnya dibangun dan tidak terkoordinir dengan baik, makanya muncul persoalan. Sebenarnya tidak ada persoalan antara Pemkot Ambon dengan Pemprov Maluku. Pemerintah dengan Pemerintah tidak mungkin bermasalah. Jadi jangan benturkan ini,”ujarnya.
“Saya sudah mendapatkan izin Gubernur Maluku (Murad Ismail) untuk menata Pasar dan Terminal Mardika.
Sebenarnya Gubernur juga berpikir sama dengan kita. Artinya mau melakukan apapun harus sesuai aturan. Beliau juga tidak setuju lapak dibangun di Terminal. Untuk itu nanti dalam rapat baru kita pertanyakan dasarnya apa. Kalau saya baik pribadi maupun atas nama Pemerintah tidak bisa ambil kesimpulan sebelum rapat,”jelasnya. (RM-04)
Discussion about this post