Referensimaluku.id,-Ambon-Angkatan Muda Hatuhaha Waelapia Pelauw kembali menyambangi Badan kehormatan Dewan DPRD Provinsi Maluku 19 Desember 2022, melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dan peraturan perundang-undangan, Surat bernomor B.0105/PB.AMHW/XII/2022 perihal laporan Rangkap Jabatan Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku R.E Latuconsina ini diterima bagian Sekretariat Dewan
Rangkap jabatan ini terungkap setelah tokoh politik dari Fraksi Golkar ini menerbitkan Surat Keputusan Raja/ Kepala Pemerintah Negeri Nomor: 33/SKEP/KP-NP/XI/2022 Tentang Panitia Kerja Persiapan Pelaksanaan Tenun 2022.
“Jelas ini melanggar kode etik anggota DPRD, beliau sah dan terbukti sebagai anggota DPRD Aktif sebagaimana dibuktikan dengan Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Maluku Nomor : 606/PL.01.9-Kpt/81/PROV/VIII/2019 Tentang Penetapan Calon Terpilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Maluku Tahun 2019, lalu bagaimana bisa beliau mengeksekusi SK atas nama Kepala Pemerintah Negeri Pelauw? “ ungkap Fandi Ahmad Talaohu Sekretaris AMHW Pelauw.
Sebelumnya, AMHW juga telah melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Ambon terhadap Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku R.E. Latuconsina terkait dugaan pengambilalihan Hak adat dalam gelaran Cakalele dan rangkap jabatan. Tim hukum AMHW dalam gugatan juga menarik Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tengah sebagai turut tergugat I dan menarik DPRD Provinsi Maluku sebagai turut tergugat II dalam perkara perbuatan melawan hukum atas pembiaran rangkap jabatan yang dilakukan oleh tergugat.
Tim Pengacara AMHW Pelauw menuturkan “ Kami harap badan kehormatan dewan untuk melakukan investigasi dan pendalaman akan laporan kami terhadap R.E. Latuconsina yang merangkap jabatan sebagai Kepala Pemerintah Negeri Pelauw dan menjabat sebagai anggota dewan aktif harus diberhentikan atau dinonaktifkan. Selain rangkap jabatan melanggar UU, Bahwa adapun tindakan rangkap jabatan yang dilakukan oleh terlapor Rasyad Effendy Latuconsina sudah jelas bertentangan dengan Pasal 29 UU no 6 tahun2014 tentang desa Kepala Desa dilarang: (g). menjadi pengurus partai politik; (i). merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan” (*)
Discussion about this post