Oleh : Asghar Saleh
Referensi Maluku.ud,-Sepakbola di level yang kompetitif dan penuh tekanan selalu terkait dengan hal-hal detail yang bisa mengubah hasil akhir sebuah pertandingan. Kadang yang detail itu membawa kemenangan yang dirayakan dengan kegembiraan yang meluas. Tapi tak jarang, tangis dan penyesalan berkelindan dengan kesalahan fatal di moment yang menentukan.
Empat tahun lalu, pertemuan pertama sepanjang sejarah Piala Dunia antara Argentina melawan Kroasia terjadi di Nizhny Novgorod Stadium, Rusia 21 Juni 2018. Laga berjalan imbang tanpa gol di babak pertama. Menit ke 53, kiper Willy Cabalero bikin blunder fatal. Ia mencoba menchip bola backpass dalam posisi yang tak ideal. Bola jatuh di kaki Ante Rebic. Dengan sekali kontrol, penyerang sayap Kroasia ini menjaringkan si kulit bundar yang kosong. Gol ini mengubah ritme pertandingan. Kroasia menekan. Argentina tertekan.
Di menit ke 80, Luka Modric bikin gol kedua lewat tendangan keras. Di masa injurytime, Ivan Rakitic bikin Argentina makin tenggelam. Skor 3 – 0 memastikan Kroasia sebagai juara grup D. Beruntung bagi Messi dkk, di laga penentuan mereka menang atas Nigeria dan lolos ke babak knock out sebagai runner up. Argentina kalah dari Perancis di babak selanjutnya, sedangkan Kroasia menembus final namun dikalahkan Perancis yang jadi juara.
Dini hari nanti, kedua tim akan kembali bertemu di semi final Qatar 2022. Jejak keduanya tak berbeda. Argentina sempat dikalahkan oleh Arab Saudi namun bangkit cepat dan melaju ke delapan besar. Di babak ini, Messi dkk harus melewati tantangan paling serius yakni mengalahkan Belanda di babak adu penalti. Kroasia punya cerita yang nyaris sama. Diunggulkan karena berstatus finalis Russia 2018, Luka Modric dkk tertatih di fase knock out. Mereka harus melewati dua kali adu penalti yang menguras banyak energi sebelum memulangkan Jepang dan kandidat juara – Brazil.
Jika melihat kekuatan kedua tim, ada yang berbeda meski beberapa pemain adalah tulang punggung di Piala Dunia sebelumnya. Di kubu Argentina, selain Messi – masih ada Di Maria, Dybala dan Acuna. Kroasia menyisakan Modric, Brozovic dan Kovacic. Dominic Livakovic yang bikin frustasi Spanyol, Jepang dan Brazil kini jadi kiper utama. Pelatih Kroasia masih Zlatko Dalic sedangkan arsitek Tango ada pada sosok muda yang lebih energik – Lionel Scaloni.
Jika ada “rissing star” baru di tubuh kedua tim saat ini, kita boleh menyebut nama Julian Alvarez. Anak muda yang belum banyak mendapat menit bermain di Manchester City ini jadi alternatif mesin gol yang berbahaya saat Messi dimatikan. Dua golnya menyingkirkan Dybala dan Lautaro Martinez ke bangku cadangan. Di Kroasia, kita sepertinya harus menyimpan nama anak muda ini juga. Penampilannya di jantung pertahanan Vetreni adalah jaminan kelas dunia. Namanya Josko Gravdiol. Bek jangkung yang bermain Di RB Leipzig ini baru berusia 20 tahun. Ia kandidat serius pemain muda terbaik di Qatar 2022 dan namanya kini diburu Madrid, Muenchen, Chelsea, Manchester United dan beberapa klub top Eropa.
Bercermin pada jejak kedua tim selama di Qatar, saya meyakini tak akan ada perubahan berarti di posisi “starting eleven”. Baik Kroasia maupun Argentina akan memainkan pemain yang sama seperti saat mereka menghadapi Brazil dan Belanda. Skemanya tetap 4-3-3. Artinya, kualitas permainan kedua tim akan ditentukan oleh penguasaan lini tengah. Trio Modric – Brozovic – Kovacic adalah pusat permainan Kroasia. Mereka konsisten dan pintar mengatur ritme. Reading the game ketiganya mumpuni. Di tubuh Argentina, kualitasnya tak beda jauh. Trio Allistar, de Paul dan Fernandez dalam posisi on fire. Secara moral, keduanya juga tengah dalam fase kepercayaan diri yang tinggi setelah melewati babak delapan besar dengan perjuangan yang heroik.
So, siapa yang menang. Banyak yang menjagokan Argentina tetapi sepakbola bukan semata hitungan statistik atau rekam jejak. Segala sesuatu dipertaruhkan selama 90 menit dan sekali lagi hal-hal detail yang akan bikin perbedaan. Artinya, pilihan taktikal, kualitas individu dan kolektifitas bermain kadang dirusak oleh kesalahan elementer yang tidak perlu. Siapa yang abai akan menanggung akibatnya. Saya memprediksi partai ini akan sangat alot. Bisa jadi pemenang ditentukan sekali lagi dalam adu penalti. Kedua pelatih tentu punya banyak referensi sejak fase grup. Mereka tak ingin mengulang kesalahan yang sama.
Hasrat berburu kemenangan akan dipengaruhi oleh dua bintang besar di kubu keduanya. Lionel Messi alias M10 adalah pesepakbola dengan banyak prestasi hebat di klub. Juara liga, piala Champions dan piala dunia antar klub berderet dalam lemari karirnya. M10 yang lain adalah Luka Modric. Lemarinya juga penuh dengan banyak gelar juara. Argentina atau Kroasia malam ini akan bermain untuk kedua legenda hidup ini. Messi (35 tahun) dan Modric (37tahun) menyadari betul ini Piala Dunia terakhir bagi mereka. Now or never.
Kita tentu akan menikmati pertarungan keduanya untuk berebut Piala Dunia. Apalagi keduanya punya rekor “tak enak”. Di Piala Dunia 2014, Messi diberi hiburan dengan Golden Ball setelah Argentina kalah dari Jerman. Empat tahun kemudian, Modric mengalami hal yang sama. Dihibur dengan pemain terbaik setelah Kroasia dikalahkan Perancis.
Yang pasti, di Luzail Stadium dinihari nanti, siapapun yang menang, kita akan kehilangan salah satu pemain hebat dalam sejarah sepak bola di bumi. Messi di mata Pep Gurdiola adalah pemain yang mendominasi sepakbola seperti Michael Jordan di bola basket. Sedangkan menurut Carlo Ancelotti, sosok Modric itu abadi. Ia pemain yang selalu mengubah jalannya pertandingan.
Setelah kehilangan Cristiano Ronaldo, kita harus merelakan kepergian entah Messi atau Modric dari panggung utama sepakbola dunia. Dan kita tak tahu kapan akan lahir lagi M10 yang menghipnotis bumi.
Asghar Sale
Discussion about this post