Oleh : Dr. M.J. Latuconsina,S.IP,MA
Pemerhati Sosial,Ekonomi&Politik
Referensi Malukuid,-Ambon-Bermula dari sosok Leonardo da Vinci, ia adalah salah seorang senimaan kenamaan berkebangsaan Italia, kelahiran Vinci, provinsi Firenze, Italia, 15 April 1452 lantas wafat di Clos Lucé, Prancis, 2 Mei 1519. Ia digambarkan sebagai arketipe “manusia renaisans” dan “genius universal”, yang terkenal melalui karya lukisannya “Mona Lisa” dan “Perjamuan Terakhir”. Ia juga dikenal karena mendesain banyak penemuan yang mengantisipasi teknologi modern. Pada suatu waktu ia pernah mengungkapkan bahwa,..“dia tidak pernah tahu di mana akan terdampar”.
***
Seperti ungkapan itu, yang kemudian saya memberanikan diri menggambarkan saya, bak “Anak Uganda Yang Terdampar di Pulau Seram”. Mengapa demikian ?, tentu ada kisahnya. Tatkala kecil di tahun 1980-an, saat sekolah pada salah satu sekolah di Kota Masohi, saat berangkat ke sekolah ibundah saya sering memberi bekal sebuah Pisang Meja (Pisang Ambon) kesukaan saya, hasil panen dibelakang kediaman saya, biar saya tidak jajan lagi di sekolah. Bekal itu saya terima dengan senang hati, karena saya menyukai menu itu. Rupanya kesukaan menu pisang, sama dengan anak-anak Uganda di Afrika Timur sana, dimana pisang adalah makanan pokok mereka.
Uniknya lagi menu makanan favorit mereka namanya “Matooke”, yang mirip dengan salah satu marga di Pulau Seram, yang terbuat dari pisang raja dan daun pisang. Namun berbeda jauh dengan anak-anak Uganda sana. Pasalnya pisang menjadi menu pokok mereka, dimana sarapan pagi, makan siang dan makan malam adalah pisang. Sementara Pisang Meja saya santap di waktu pagi hari menjelang siang di saat sekolah dulu bukanlah makanan pokok. Meski pisang masih diidentikan dengan makanan kaum papa (marginal food), tapi pisang mengandung karbohidrat, vitamin c, b6, potassium, mangan dan serat yang memiliki konrtibusi positif bagi kesehatan, dan perkembangan tubuh manusia.
Suatu hari sebelum berangkat ke sekolah, Pisang Meja yang diberikan ibundah sudah saya masukan ke dalam tas sekolah, tatkala berangkat ke sekolah di jalan saya berpapasan dengan ibundah saya, yang hendak menuju ke rumah dari kantornya, kata ibundah : “sudah bawah buku ?” saya pun menjawab dengan percaya diri (convidence) “sudah”. Namun tatkala sudah di ruang kelas saat ibu guru memulai pelajaran dan saya pun membuka tas, untuk mengabil buku dan pensil ternyata tidak ada buku dan pensil yang tersedia di dalam tas melainkan hanya sebuah Pisang Meja..”hehehehe”.
Lantaran suka makan Pisang Meja jadi lupa membawa buku dan pensil. Tapi itulah realitas di masa kecil bahwa, sekolah tidak hanya berbekal buku dan pensil saja, namun sebuah Pisang Meja, yang selalu disediakan ibundah di waktu kecil dahulu menjadi sangat berarti. Jika diingat lupa buku dan pensil dimana hanya membaha sebuah Pisang Meja lucu juga. Namun dengan buku, pensil dan sebuah Pisang Meja menjadi kiat untuk meraih sukses di kemudian hari. Sehingga tak perlu berkecil hati (discouraged), jika saya bak “Anak Uganda Yang Terdampar di Pulau Seram”.
Tentu meskipun saya bak “Anak Uganda Yang Terdampar di Pulau Seram”, tapi saya tak bermimpi menjadi seorang otoritarian seperti Jenderal Idi Amin Dada Oumee Presiden Uganda era 1971-1979, yang membawa negaranya ke arahan kehancuran ekonomi, yang dampaknya pada kemiskinan rakyatnya. Barangkali mimpi saya seperti kesuksesan yang diraih Sudhir Ruparelia seorang warga negara Uganda keturunan India, yang pernah diusir dari negaranya dengan alasan rasisme. Kini Ruparelia salah satu miliarder terkaya dunia, dengan total kekayaan mencapai US$ 1,1 miliar atau Rp 12,46 triliun.
Namun kesuksesan yang diraih Sudhir Ruparelia bukan bak adegan sulap, yang semuanya serba ada dan serba terpenuhi dalam beberapa detik saja, melainkan tatkala di usir oleh rezim dictator Jenderal Idi Amin, ia memilih menetap di Inggris. Di Inggris ia bertahan hidup dengan melakukan berbagai pekerjaan kasar. Begitu pula ia rajin menyimpan penghasilannya. Sehingga tatkala kembali ke Uganda ia memulai berbisnis dengan hasil tabungannya selama di Inggris. Tak sia-sia kerja keras yang dilakukannya, dimana berbuah kesukesan di kemudian hari.
Mimpi saya akan kesuksesan tidak sebesar dan seideal yang di raih Ruparelia, melainkan mimpi saya dalam batas-batas kewajaran dan sederhana, dimana yang sesuai dengan profesi saya yakni, mencerdaskan warga masyarakat (educating citizens) demi kemajuan bangsa dan negara (the progress of the nation and state). Akhirul kalam meminjam ungkapan Nelson Rolihlahla Mandela Presiden Afrika Selatan periode 1994-1999, kelahiran Mvezo, Afrika Selatan, pada 18 Juli 1918 dan wafat di Johannesburg, Afrika Selatan, pada 5 Desember 2013 bahwa, “jangan menilai saya dari kesuksesan, tetapi nilai saya dari seberapa sering saya jatuh dan berhasil bangkit kembali”.(*)
Discussion about this post