Referensi Maluku.id,- Ambon –Jauh sebelum Indonesia merdeka, leluhur kami Abdoel Moethalib Sangadji atau ebih dikenal dengan nama A. M. Sangadji dan dijuluki Jago Tua sudah membayangkan tentang sebuah negara bangsa yang merdeka, ia menginginkan rakyatnya dapat berdiri diatas kaki sendiri, ini sebuah optimisme tentang masa depan Indonesia yang adil makmur.
Tak hanya sebatas gagasan tapi AM Sangadji rela melepaskan segala kenyamanannya sebagai pegawai Belanda (Panitera pengadilan pada kantor pengadilan Surabaya) juga meninggalkan tahta raja yang bergelimang harta dan kuasa, Sangadji berkata “Lebih Baik Berjuang untuk Indonesia Merdeka Daripada Pulang Menjadi Raja” yah ibunya seorang putri dari keturunan raja Siri Sori Islam, sementara ayahnya adalah seorang raja negeri Rohomoni, Hatuhaha, Maluku.
Saat orang lain takut berbicara tentang Indonesia Merdeka dibawah tekanan politik dan intimidasi Belanda yang sudah mengakar selama 350 tahun dengan sistim kuat, tapi AM Sangadji menjadi pembeda, Ia tidak tinggal diam, Ia tidak takut, Ia melakukan gerilya dan menarasikan narasi kebangsaan, meneguhkan semangat perjuangan dan menghimpun masa rakyat dari Tanah Jawa, Borneo (Kalimantan) dan Maluku. Manuvernya membuat Belanda pusing, Sangadji pun senantiasa mengibarkan bendera merah putih di wilayah yang dikunjunginya, militansinya kala itu tak perlu diragukan, tak heran jika dia dijuluki “Jago Toea” versi koran Hindenburg dan Merdeka.
Bersama dengan Oemar Said Tjokroaminoto, Hadji Agus Salim, Abdoel Moeis, Soerjopranoto dan KI Hajar Dewantara, mereka menjadi pemimpin Organisasi Sarekat Islam yang melahirkan dan membentuk pejuang-pejuang muda lainnya agar punya semangat dan nyali besar, seperti Soekarno, Muso, Alimin, Kartosuwiryo, Darsono, dan yang lainnya.
Sangadji mengkoordinir buruh hingga sopir di masa pergerakan melawan Belanda, Ia sempat ditangkap lalu dipenjarakan di Banjarmasin. Namun Sangadji tak jera, gertakan dan ancaman Belanda tak menciutkan nyalinya, Ia kembali melakukan perlawan dengan memimpin laskar Hizbullah di Yogyakarta. Perlawan demi perlawan terus ia lakukan, hingga Ia wafat di Yogyakarta saat Belanda melancarkan Agresi Militer yang pertama, semua pejuang mangangkat topi untuknya, namanya harum dan abadi. Sehingga sudah layak negara menganugrahinya gelar pahlawan nasional, dan Insya Allah AM Sangadji pahlawan nasional Presiden Joko Widodo.
Assalamu’alaikum ahlad-diyyari, minal-mu’minina wal-muslimina, wa Inna in-sya Allahu bikum lahiquna, wa yarhamullahul-mustaqdimina Minna wal-musta’khirana, as-alullaha Lana walakumul-‘afiyah 😇
Selamat Hari Kemerdekan Republik Indonesia ke-77 Tahun, Bangkit lebih cepat, pulih lebih kuat, Merah Putih 🇮🇩 (*)
Discussion about this post