Oleh : Dr. M.J. Latuconsina, S.IP, MA
Pemerhati Sosial,Ekonomi&Politik
Referensi Maluku.id,-Berkaca pada ungkapan Peter Ludwig Berger (1929-2017), seorang sosiolog berkebangsaan Austria bahwa, “masa lalu dapat ditempa dan fleksibel, berubah saat ingatan kita menafsirkan dan menjelaskan kembali apa yang telah terjadi.” Benar adanya kata-kata dari sosiolog populer berkebangsaan Austria, yang wafat di Brookline, Massachusetts, Amerika Serikat itu.
Jika dikaitkan ungkapannya itu relevan dengan sosok J.F. Nahumury, dan A.M. Tehupelasuri, yang merupakan awak Kapal Republik Indonesia (KRI) Dewaruci, yang berasal dari Negeri Aboru dan Negeri Tulehu, Maluku. Pasalnya, kedua kru KRI Dewaruci ini menorehkan sejarah, dimana turut bersama KRI Dewaruci dalam mengelilingi dunia, untuk pertamakalinya pada 16 Maret 1964 lampau.
Peran serta kedua kru KRI Dewaruci, yang berasal dari Negeri Aboru dan Negeri Tulehu, Maluku itu dapat kita simak dalam buku karya dari Cornelis Kowaas, dengan judul : “Dewa Ruci, Sebuah Kisah Nyata, Pelayaran Pertama menaklukan Tujuh Samudera”, yang diterbitkan Buku Kompas, di tahun 2010 silam.
Nahumury, dan Tehupelasuri yang merupakan bagian dari awak KRI Dewa Ruci itu bersama kawan-kawannya berlayar mengililingi dunia, yang dipimpin Letkol Laut Sumantri. Saat muhibah mengilingi dunia pertama, kapal latih buatan galangan kapal H. C. Stülcken & Sohn Hamburg, Jerman ini membawa 78 orang taruna Akademi Angkatan Laut (AAL), dan 32 Anak Buah Kapal (ABK).
Ketika mengarungi tujuh samudra dan lima benua itu, pelayaran KRI Dewaruci tidaklah mudah. Beberapa kali dihantam gelombang dan badai. Ini terjadi saat KRI Dewaruci melewati Teluk Aden menuju Pelabuhan Djibouti hingga meninggalkan Pelabuhan Djobouti, dan melawati Laut Merah kemudian di perairah Yunani dihantam gelombang tinggi.
Korbannya Patung Dewaruci yang berada dibawah cocor, tengah haluan atas permukaan laut kapal latih milik AL ini hilang tertelan gelombang laut di negeri para dewa itu. Begitu pun saat melewati Atlantik pelayaran yang cukup menjemukan, lantaran terbentang laut sejauh 6.000 kilometer, yang harus dilayari tanpa adanya pelabuhan persinggahan.
Dalam pelayaran kapal latih milik AL ini, dengan melewati kawasan : Zivio Yoguslavia, Aitma, Casablanca, Bermuda, Karibia, Panama, Pasifik, Acapulco, Sandiego, Hawai, dan Midwai kondisi alamnya berbeda-beda pula, dimana ada yang bersahabat dan tidak bersahabat. Kendati demikian KRI Dewaruci sukses melakukan pelayaran mengelilingi dunia pertama tersebut.
***
Dalam pemaparannya di buku ini, Kowaas menyentil awak KRI Dewaruci Nahumury saat pelayarannya mereka menuju Colombo, Sri Lanka. Ia menuturkan, “disana, dibawah laksi buritan, awak kapal berdesakan mengerumuni ikan alu-alu atau barakuda. Panjangnya sekitar 70 sentimeter dengan garis tengah kira-kra 12 sentimeter.”
Menurutnya, “aku dan Umbo merekam adegan ikan itu dengan kamera masing-masing, dan Kelasi J.F. Nahumury yang telah berhasil memancing alu-alu tersebut dengan seutas kawat baja, yang diberi umpan tiruan berupa majun putih, yang dilemparkan ke laut melalui buritan kapal.”
Selanjutnya kata penulis kelahiran Amurang, Minahasa, Sulawesi Utara ini, tentang aktifitas Nahumury di atas gladak KRI Dwaruci, ditengah pelayaran muhibah keliling dunia itu bahwa, “esoknya, anak Ambon yang rupanya dibesarkan diatas kole-kole dan mahir menggunakan pancing ini berhasil pula menaikan ke gladak seekor ikan hiu sepanjang dua meter.”
Begitu juga dalam dekskripsi buku ini, Kowaas menyentil awak KRI Dwaruci Tehupelasuri ketika pelayarannya mereka dari Acapulco-San Diego. Ia menuturkan, Jumad, 28 Agustus, pukul 21.00, kami berpesta di ruang kesehatan. Ajudan Simanjuntak yang sedang merayakan ulang tahun putrinya, yang terkecil mengundang kami kesana, dengan disuguhi anggur Dalmacya yang sangat terkenal enak itu.”
Dikatakannya, “Sersan Tehupelasuri yang mengenakan ketelpak biru tua, dan berlumuran minyak mesin, Sersan Mubarok yang ahli radio radar, Kopral Yakisman si penguasa gudang makanan, Jenang Rifai yang biasa menyiapkan makanan untuk bintara, semuanya bernyanyi sambil mengenggam segelas anggur, dan bergantian menari di ruang sempit.”
***
Kendati Nahumury dan Tehupelasuri dua kru KRI Dewaruci, yang berasal dari Negeri Aboru dan Negeri Tulehu, Maluku saat pelayaran muhibah keliling dunia pertama itu, tidak memiliki kepangkatan yang tinggi. Namun mereka berdua telah mendedikasikan jiwa dan raga mereka, untuk bangsa dan negara ditengah amukan gelombang dan badai.
Barangkali kata-kata yang tepat, untuk mengenang peran kenegaraan dan kebangsaan kedua figur ini, merujuk pada ungkapan Bung Karno (1901-1970) bahwa, “jangan sekali-kali meninggalkan sejarah” (Jasmerah), sebagaimana yang disampikanya dalam pidatonya yang terakhir pada Hari Ulang Tahun (HUT) RI, 17 Agustus 1966 lampau.
Foto : https://id.pinterest.com, 2022.
Discussion about this post