Dr. M.J. Latuconsina, S.IP, MA
Pemerhati Sosial,Ekonomi&Politik
Referensimaluku.id,-Ambon- Salah satu presiden Amerika Serikat yang populer dari 46 figur presiden sejak 1789 pasca dimerdekakannya negara ini dari Inggris yakni, Abraham Lincoln (1809-1865). Ia merakyat karena tidak hanya memimpin bangsanya keluar dari perang saudara Amerika, dan mempertahankan persatuan bangsanya.
Tapi ia juga sukses menghapuskan perbudakan di negaranya Paman Sam pada 1863 melalui proklamasi emansipasi. Meski berbuat terbaik untuk rakyatnya, nasib tragis menimpa Lincoln ia ditembak di teater Ford-Washington pada 14 April 1865, dan meninggal keesokan harinya pada 15 April 1865 dalam usia 56 tahun.
Pembunuhnya John Wilkes Booth adalah pemain sandiwara yang memiliki gangguan jiwa, ia juga salah seorang pendukung Konfederasi yang menentang diserahkannya tentara Konfederasi kepada pemerintah setelah berakhirnya perang saudara.
Kesamaan kisah Lincoln itu ditemukan pada sosok King (Raja) Faisal bin Abdul Aziz bin Abdurahman as-Saud dari Kerajaan Arab Saudi (Kingdom of Saudi Arabia). Awalnya King Faisal menggantikan saudaranya Raja Aziz pada 2 November 1964, karena Raja Aziz tersangkut kasus skandal keuangan, sehingga menyebabkannya turun dari tahta.
Pada masa kepemimpinannya selaku Raja, Faisal pun berusaha memodernisasi negaranya, dan memberikan dukungan keuangan dan moral. Pada tahun 1967 Raja Faisal menggalakkan program penghapusan perbudakan, program ini ia lakukan dengan membeli seluruh budak di Arab Saudi dengan kas pribadinya hingga tak tersisa satupun budak yang dimiliki seorang majikan di negara itu.
Bahkan ada budak yang ia beli itu memiliki harga sangat mahal (dengan nilai mata uang dimasa itu), yaitu 2.800 dolar. Kemudian ia bebaskan budak-budak yang dibelinya itu, dan dilanjutkan dengan pemberlakuan aturan tentang pelarangan adanya perbudakan di Arab Saudi untuk selamanya.
Atas sikapnya itu, Raja Faisal dikenal sebagai pemimpin yang shalih, dan sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya, dimana banyak sekali program-program baru yang dicanangkannya selepas penobatannya sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, salah satunya program penghapusan perbudakan.
Begitu pula Raja Faisal melakukan penyederhanaan gaya hidup keluarga kerajaan, serta melakukan penghematan kas kerajaan dengan menarik 500 mobil mewah Cadillac milik istana, dana dari hasil program diatas salah satunya terealisasi pada pembangunan sumur raksasa hingga sedalam 1.200 meter sebagai tambahan sumber air rakyat untuk dialirkan pada lahan-lahan tandus disemenanjung Arab.
Serupa dengan Lincoln, kendati berbuat terbaik untuk rakyatnya, nasib malang menimpa Raja Faisal. Pada 25 Maret 1975 Raja Faisal wafat karena dibunuh. Pembunuhnya adalah keponakannya sendiri, yaitu Pangeran Faisal bin Mus’ad yang baru saja pulang dari pulang dari California Amerika Serikat pada 25 Maret 1975.
Mus’ad menyamar sebagai delegasi Kuwait yang ingin bertemu Raja Faisal secara mendadak. Pada saat Raja Faisal berjalan kearahnya untuk menyambut, maka Faisal bin Mus’ad pun tiba-tiba mengeluarkan sepucuk pistol dan menembakkannya ketubuh Raja Faisal sebanyak tiga kali. Dari luka tembak tersebut, Raja Faisal kehabisan darah menghembuskan nafas terakhirnya tak lama setelah itu.
Dari hasil penyidikan dan interogasi yang dilakukan, Faisal bin Musaid mengaku bahwa pembunuhan itu atas dasar inisiatifnya sendiri, selain teori konspirasi yang berhembus di masyarakat Arab kala itu, petugas pun mencurigai adanya kerusakan mental pada Faisal bin Musaid.
Akhirnya tak lama setelah itu, Faisal bin Musaid dihukum qishos (bunuh) dihadapan khalayak di alun-alun Riyadh pada 18 Juni 1975 pukul 04:30, tiga jam sebelum matahari terbenam. Kisah pengabdian yang serupa antara Raja Faisal, dan Lincoln kepada rakyatnya dengan menghapus perbudakan di negaranya, sehingga tidak salah jika predikat Abraham Lincoln dari Jazirah Arab tepat disematkan kepada Raja Faisal.(Republika, ArahmaNews.com: 2016, Wikipedia, Tribunjateng : 2017). (*)
Discussion about this post