Dr. M. J. Latuconsina, S.IP, MA
Pemerhati Sosial, Ekonomi&Politik
Referensimaluku.id,-Ambon – Mao Zedong (1893-1976) dikenal sebagai Presiden China yang lahir dari sebuah keluarga petani miskin di Shaoshan Hunan. Sejak kecil Mao harus bekerja keras dan hidup prihatin. Meskipun di kemudian hari keadaan ekonomi keluarganya meningkat, tetapi kesengsaraan di masa kecil itu banyak mempengaruhi kehidupannya kelak.
Sama halnya dengan Juan Evo Morales Ayma, yang populer dengan sebutan Evo Morales merupakan Presiden Bolivia yang berasal dari keluarga petani miskin, dikomunitas kecil Isallavi di Orinoca Provinsi Sud Caranas Departemen Oruro.
Evo kecil dikenal pekerja keras ia rajin membantu ayahnya di pertanian. Evo juga menjadi penggembala Llama, sejenis unta tapi tidak punya bonggol. Pada usia 6 tahun, Evo menemani ayah dan kakak perempuannya ke bagian utara Argentina. Di sana mereka bekerja memanen tebu.
Evo sendiri sempat jadi penjual es krim. Di sana mereka tinggal 6 bulan, lalu kembali ke kampung halaman. Evo juga kerap menemani ayahnya ke pasar di Cochabamba. Perjalanan itu ditempuhnya dua minggu dengan berjalan kaki. Dari pengalaman itu, Evo mengenal bagaimana diskriminasi terhadap kaum pribumi.
Hal ini dikarenakan, hingga saat itu kaum pribumi dilarang masuk ke kota, sekalipun hanya untuk berbelanja atau jalan-jalan. Tatkala memasuki SMP di Unidad Educativa Central Orinoca, ia dan temannya sempat berkunjung ke Palacio Quemado nama istana Presiden Bolivia di Ibukota La Paz.
Sayang, mimpinya bertemu Presiden tidak kesampaian karena ditolak protokeler istana. Saat itu, karena kecewa dia bilang, “suatu hari nanti aku akan jadi Presiden.” Untuk membiayai pendidikannya, Evo melakukan segala-galanya : menjadi tukang batu, tukang roti, hingga peniup terompet di acara-acara.
Dia menjadi peniup terompet di Band Imperial Royal, yang memungkinkan dirinya berkeliling Bolivia. Sayang, Evo gagal menuntaskan pendidikannya. Tahun 1977 ia mengikuti wajib militer, dan ditempatkan di markas militer di Ibukota La Paz, ini tidak terlepas dari kondisi politik Bolivia, yang tengah mengalami masa-masa krisis politik.
Dalam dua tahun saja terjadi lima kali pergantian presiden dan dua kali kudeta militer, yaitu Juan Pereda Asbun (1978) dan David Padilla Arancibia (1978). Tahun 1978 Evo meninggalkan militer dan kembali ke kampung halamannya sebagai petani. Namun tragis badai El Niño datang dan menyebabkan 70 persen pertanian hancur dan 50 persen ternak mati seketika.
Tahun 1980-an harga koka sedang naik. Selain dijadikan sebagai teh dan obat-obatan, masyarakat Indian sejak 6000 tahun yang lampau punya tradisi mengunyah koka. Daun koka punya zat stimulan untuk mengurangi rasa lapar, haus, sakit, dan lelah. Tidak hanya itu, daun koka juga berguna untuk mengurangi penyakit orang yang tinggal di daerah ketinggian.
Harga koka yang tinggi memicu banyak orang Bolivia, terutama pribumi beralih menjadi petani koka. Koka menjadi sumber pendapatan yang dapat diandalkan bagi kaum miskin. Termasuk bagi Evo dan keluarganya yang beralih menjadi petani koka. Tak lama kemudian, Evo bergabung dengan serikat petani coca—sering disebut cocaleros.
Di cocaleros Evo makin radikal dan militan. Ia memimpin aksi pendudukan kantor pemerintah, memblokade jalan, mogok makan, pawai, dan aksi jalan kaki, untuk memaksa pemerintah menghentikan pembasmian daun koka. Dalam aksi itu, tidak sedikit kawannya sesama petani yang tewas dibunuh oleh militer. Ia sendiri beberapa kali ditangkap dan dipukuli.
Pada tahun 1997 Evo menjadi konestan Pemilu Bolivia melalui Partai Izquierda Unida (UI), dia berhasil meraih 70,1 persen suara, sehingga duduk sebagai anggota parlemen. Puncak kesuksesan yang diraih petani koka ini, ketika dihelat Pemilu 2005 di Bolivia, ia maju sebagai calon presiden, yang dicalonkan Partai Movimiento al Socialismo (MAS).
Akhirnya Evo pun sukses memangkan pesta demokrasi di negeri penghasil koka ini, dengan meraih 53,7 persen suara mengalahkan mantan Presiden Bolivia Jorge Quiroga Ramirez. Hal ini tidak terlepas dari dukungan para petani koka, yang didapatkannya bukan cuma-cuma, tapi karena Evo konsisten membela hak-hak para petani koka itu.
Konsistensi itu tetap dipeggagnya, dimana tatkala terpilih Evo menyatakan akan memotong setengah gajinya untuk kepentingan perluasan lapangan kerja bagi rakyatnya, dan itu benar-benar direalisasikannya tatkala ia mengemban jabatan sebagai Presiden Bolivia periode 2016-2019 selama dua kali masa jabatan. (Berdikarionline :2016, Wikipedia : 2017). (M)
Discussion about this post