Oleh : Dr. M.J. Latuconsina, S.IP, MA
Pemerhati Sosial, Ekonomi&Politik
Referensimaluku.id,-Ambon- Pembangunan infrastruktur listrik bagi kepentingan publik di Provinsi Maluku, perlu menjadi perhatian serius dari pemerintah Provinsi Maluku. Sebab pembangunan infrastruktur listrik, akan mendorong pertumbuhan ekonomi bagi Provinsi Maluku. Untuk mensupprot pembangunan inprastruktur listrik di Provinsi Maluku, maka tiap tahunnya selalu ada peningkatan biaya pembangunan inprastruktur listrik, yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Maluku, maupun yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Peningkatan anggaran itu, akan memiliki output positif bagi percepatan pembangunan inprasruktur listrik di Provinsi Maluku.
Pembangunan inprastruktur listrik di Provinsi Maluku itu penting, karena hingga saat ini, sekitar 436 desa di Provinsi Maluku belum mendapatkan layanan listrik dari total 913 desa yang ada. Hal ini berarti masih sekitar 42 persen desa di Provinsi Maluku yang belum tersentuh layanan listrik. Kondisi geografis berupa gugusan kepulauan, penduduk yang tersebar, status kepemilikan tanah, dan pendanaan menjadi penyebab utama belum terjangkaunya listrik pada desa-desa di Provinsi Maluku. Berbagai kendala itu, perlu dicari solusi yang tepat, sehingga pembangunan infrastruktur listrik di Provinsi Maluku bisa tercapai dengan baik.
Secara umum rasio penyebaran listrik (elektrifikasi) di Provinsi Maluku baru mencapai 73,97 persen. Tentu dengan jumlah ini, menunjukan rasio elektrifikasi listrik di Provinsi Maluku belum maksimal. Target rasio elektrifikasi listrik di Provinsi Maluku harus mencapai 100 persen, yang dilakukan secara bertahap dimana diharapkan terpenuhi pada tahun 2019 lalu. Jika kendala geografis, demografis, agraria, dan finansial dapat diatasi, maka tentunya target pencapaian rasio elektrifikasi listrik di Provinsi Maluku bisa direalisasikan sebelum tahun 2019.
Kondisi ini menunjukan Provinsi Maluku mengalami permasalahan dalam ketercukupan pasokan listrik, dimana tidak hanya mencakup target rasio elektrifikasi listrik mencapai 100 persen saja. Namun terkadang kebutuhan listrik pada wilayah-wilayah yang sudah teraliri listrik di Provinsi Maluku tidak bisa terpenuhi dengan baik. Bahkan sering terjadi pemadaman listrik pada beberapa wilayah secara bergiliran. Hal ini dikarenakan tingginya penggunaan listrik pada wilayah-wilayah perkotaan di Provinsi Maluku, yang tidak setara dengan tersedianya pasokan listrik oleh perusahaan penyedia layanan jasa listrik.
Disamping itu, listrik tidak hanya dibutuhkan pada rumah tangga saja, tapi juga sangat dibutuhkan pada sektor industri, yang berdampak pada perekonomian masyarakat di Provinsi Maluku. Atas dasar itu, maka infrastruktur listrik merupakan komponen vital dalam menunjang aktivitas masyarakat, yang sangat berpengaruh terhadap masalah perekonomian di Provinsi Maluku. Sehingga target rasio elektrifikasi listrik di Provinsi Maluku perlu direalisasikan, agar mampu mendukung berbagai pembangunan inprastruktur strategis lainnya di Provinsi Maluku seperti ; perhubungan, pariwisata, telekomunikasi, perdagangan, perindustrian, pertambangan serta perikanan dan kelautan.
Untuk pencapaian target rasio elektrifikasi listrik di Provinsi Maluku, maka perlu ada kemitraan (public private patnership), yang serius dari pihak pemerintah pusat, pemerintah Provinsi Maluku, perusahaan listrik negara (PLN), dan pihak swasta yang berkompoten dalam penyediaan inprastruktur listrik, serta adanya dukungan dari masyarakat di Provinsi Maluku, menyangkut dengan kepastian hukum atas legalitas tanah milik masyarakat, yang akan dibangun inprastruktur listrik. Pasalnya banyak kasus terjadi, pihak-pihak yang berkompoten dalam pembangunan inprastrukur listrik di Provinsi Maluku, sering terkendala menyangkut dengan legalitas tanah milik masyarakat.
Pembangunan inprastruktur listrik yang memadai di Provinsi Maluku, akan mampu mendukung pembangunan inprastruktur strategis yang potensial, yang memiliki dampak bagi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku. Salah satu inprastruktur strategis yang potensial itu yakni, perikanan dan kelautan, dimana dengan luas laut Maluku yang mencapai 658.294 km2, yang didalamnya terkandung standing stock sebesar 1.9 juta ton/tahun, dan potensi lestari sebesar 950.000 ton/tahun. Potensi perikanan dan kelautan itu, jika dikelola dengan baik, dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) bagi Provinsi Maluku. Dengan potensi perikanan dan kelautan itu, pemerintah pusat kemudian mengehendaki Provinsi Maluku dijadikan Lumbung Ikan Nasional (LIN).
Konsekuensi dari dijadikannya Provinsi Maluku sebagai LIN, akan diikuti pula dengan pembangunan berbagai inprastruktur industri perikanan dan kelautan seperti ; pabrik ikan, galangan kapal, tempat pelelangan ikan, pelabuhan perikanan nusantara (PPN), stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBBN), dan stasiun pengsian air bersih (SPAB). Berbagai pembangunan inprastruktur industri perikanan dan kelautan yang mendukung LIN di Provinsi Maluku, harus mendapat pasokan listrik yang memadai. Tanpa adanya dukungan pasokan listrik yang memadai, maka tentunya berbagai inprastruktur industri perikanan dan kelautan yang mendukung LIN tidak akan optimal, karena tiap harinya terjadi pemadaman listrik.
Bahkan buruknya lagi berbagai inprastruktur industri perikanan dan kelautan yang mendukung LIN di Provinsi Maluku itu akan mangkrak, karena tidak mendaptkan suplai listrik yang optimal. Hal ini akan diikuti pula dengan diberhentikannya ratusan para karyawan, yang bekerja dalam mengoperasionalkan berbagai inprastruktur perikanan dan kelautan, yang mendukung LIN di Provinsi Maluku itu. Oleh karena itu, pembangunan inprastruktur industri perikanan, dan kelautan yang mendukung LIN di Provinsi Maluku, harus diikuti pula dengan pembangunan inprastruktur listrik yang memadai.
Kondisi ini tergambar dalam pandangan mata Wakil Presiden Jusuf Kalla saat melakukan kunjungan ke Banda Naira pada (17/03/2016) lalu, dimana dalam kunjungannya di cold storage kawasan Parigi Dua, Negeri Nusantara Wakil Presiden Jusuf Kalla kaget, karena cold storage itu tidak lagi beroperasi. Dari tanya jawab yang terjadi dengan pengelola
cold storage, terungkap tidak beroperasinya cold storage, diakibatkan kurangnya pasokan listrik. Kasus ini menunjukan mandeknya industri perikanan dan kelautan di Banda Naira, akibat minimnya pasokan listrik. Untuk mengatasi masalah ini, maka perlu adanya pasokan listrik yang maksimal. Dengan pasokan listrik yang memadai, maka akan menggairahkan industri perikanan dan kelautan di Banda Naira.
Terlepas dari itu, pembangunan inprastruktur listrik di Provinsi Maluku, akan berperan besar dalam mendorong pertubuhan ekonomi Provinsi Maluku. Sehingga pemenuhan pasokan listrik yang memadai juga akan mampu mendukung Provinsi Maluku menjadi LIN. Pasalnya tatkala Provinsi Maluku benar-benar menjadi LIN, maka berbagai inprastruktur industri perikanan dan kelautan seperti ; pabrik ikan, galangan kapal, tempat pelelangan ikan, PPN, SPBBN, dan SPAB harus disediakan. Berbagai inprastruktur ini, akan menyerap ratusan tenaga kerja di Provinsi Maluku, yang memiliki output positif bagi pendapatan daerah, dan pendapatan masyarakat.
Pada akhirnya, jika LIN di Provinsi Maluku dapat direalisasikan pemenuhannya oleh pemerintah pusat, yang ditunjang dengan tersedianya berbagai inprastruktur industri perikanan dan kelautan, yang terlebih dahulu diikuti dengan pembangunan iprastruktur listrik yang memadai di Provinsi Maluku. Sehingga mampu memenuhi rasio elektrifikasi listrik untuk kepentingan LIN di Provinsi Maluku. Pemenuhan rasio elektrifikasi listrik ini, akan turut berperan bersama sektor-sektor lainnya, dalam menaikan target pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku 6,85-6,95 persen dibawah target pertubuhan ekonomi nasional 7-8 persen. Hal ini sekaligus akan mampu menurunkan 18,44 persen kemiskinan akut yang dialami Provinsi Maluku. ()
Discussion about this post