Dr. M.J. Latuconsina, S.IP, MA
Pemerhati Sosial,Ekonomi&Politik
Referensimaluku.id,-Ambon – Taro Aso nama yang tidak asing lagi dimata public dunia, pasalnya dia merupakan Perdana Menteri Jepang ke-92. Latarbelakangnya sosialnya adalah seorang kepala pemerintahan, yang beragama Khatolik Roma ditengah masyarakat Jepang, yang mayoritas pemeluk Agama Shinto, dan Budha. Latarbelakang sosialnya, tidak berbeda jauh dengan John Fitzgerald Kennedy (1961-1963) Presiden Amerika Serikat ke-35, yang juga beragama Khatolik Raoma ditengah masyarakat Amerika Serikat, yang mayoritas pemeluk Kristen Protestan. Kesamaan latarbelakang sosial itu, sehingga tidak salah jika Aso dikatakan sebagai Kennedy dari Jepang.
Nama lengkapnya adalah Taro Aso, dia lahir di Iizuka Prefektur Fukuoka Jepang, pada 20 September 1940. Seperti kebanyakan pemimpin politik Jepang sejak dulu hingga saat ini, Aso juga berasal dari keluarga politikus dan pengusaha kaya. Kakeknya, Shigeru Yoshida (1946-1947/1948-1954), adalah seorang Perdana Menteri Jepang ternama dan berpengaruh pada zamannya, karena sukses membangun Jepang yang porak-poranda akibat Perang Dunia II. Sementara itu, ayahnya, Takakichi Aso (1911-1980) adalah Direktur Aso Cement Company, dan teman dekat Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka (1972-1974).
Aso juga memiliki relasi emosional dengan keluarga Kekaisaran Jepang, karena adiknya Nobuko, adalah istri Pangeran Tomohito dari Mikasa, saudara sepupu Raja Akihito. Istri Aso adalah putri ketiga mantan Perdana Menteri Zenko Suzuki (1980-1982). Sehingga bole dibilang Aso adalah seorang figur, yang berasal dari kelas berkuasa (ruling class) dan terpandang (respected family) di negara matahari terbit itu. Dia mengeyam pendidikan tingginya pada Universitas Gakushūin, salah satu universitas swasta ternama di Mejiro Toshima Ward, Tokyo.
Aso selanjutnya mengeyam pendidikan tinggi lagi di London School of Economics Inggris, dan Stanford University Amerika Serikat. Dari pengalaman pendidikannya di luar negeri itu, yang kemudian hari banyak mempengaruhi penampilannya sehari-hari dihadapan publik, dimana Aso selalu berpakaian necis, sehingga dianggap ”kebarat-baratan”. Belum selesai kuliah di Stanford, Aso diminta pulang oleh keluarganya, mereka khawatir Aso menjadi ”terlalu Amerika”. Seusai kuliah, Aso lantas bekerja di pertambangan intan di Sierra Leone selama dua tahun. Namun, ia segera pulang karena perang saudara.
Aso lantas bergabung di perusahaan ayahnya pada 1966 dan menjadi Direktur Pertambangan Aso pada 1973-1979. Sukses menjadi pengusaha, Aso lantas merambah dunia politik, dengan menjabat Ketua Partai Demokrat Liberal (LDP), menjadi anggota Majelis Rendah Jepang sejak tahun 1979 dengan 9 kali masa jabatan. Ketua faksi Ikōkai (faksi Aso) di faksi LDP. Ia pernah menjadi Menteri Urusan Dalam Negeri, Pos, dan Komunikasi, Menteri Luar Negeri (2005-2007) di kabinet Perdana Menteri Shinzo Abe (2006-2007) dan Junichiro Koizumi (2001-2006), Ketua Riset Kebijakan LDP, dan Sekretaris Jenderal LDP pada tahun 2007 dan 2008.
Jalan panjang Aso untuk mencapai kekuasaan, tidak semudah membalik telapak tangan. Untuk mencapai jabatan Perdana Menteri Jepang, terlebih dahulu dia harus bertarung merebut jabatan ketua LDP. Kurang lebih sebanyak tiga kali, dia harus bertarung dengan para rivalnya, untuk merebut jabatan ketua partai tertua dan terbesar di Jepang itu. Nasibnya mujur tatkala pada 1 September 2008 Yasuo Fukuda (2007-2008) mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua LDP.
Terpilihnya Asso sebagai Ketua LDP, otomatis dia menjadi Perdana Menteri Jepang karena LDP menguasai Majelis Rendah. Parlemen menetapkan Aso sebagai Perdana Menteri Jepang setelah menolak keberatan dari Majelis Tinggi, pada Rabu 24 September 2008. Sesuai konstitusi Jepang, Majelis Rendah berhak menolak keberatan Majelis Tinggi dan membuat keputusan jika kedua majelis itu sulit mencapai kata mufakat tentang suatu persoalan. Sehingga Aso pun menjadi Perdana Menteri Jepang sejak 2008-2009.
Rupanya, kesabaran Aso membawa hasil dikemudian hari. Setelah sebelumnya pada 2001 dia kalah dari Koizumi. Aso kembali menelan pil pahit pada 2006, karena kalah lagi dari Abe. Ketika satu tahun kemudian Abe mundur, Aso yakin ini kesempatan emas baginya. Namun, ia lagi-lagi gagal. LDP ternyata memilih Fukuda yang dinilai lebih santun dibandingkan dengan Aso yang dikenal keras dan berlidah ”tajam”.
Oleh para pengamat Asso dianggap “kurang ajar dan kasar” karena lidah ”tajam”-nya hingga menyakitkan perasaan banyak orang. Pernyataan pedas kerap menimbulkan persoalan baginya. Ia kerap kali harus minta maaf atas pernyataannya yang kontroversial. Seperti saat ia memakai isu penyakit alzheimer sebagai bahan lelucon. Padahal, isu ini sensitif bagi orang-orang tua di Jepang. Atau saat ia menyinggung isu bencana banjir dengan menyatakan ”untung saja kota-kota besar” tidak terkena banjir. Aso juga pernah dipaksa segera minta maaf saat ia menyamakan partai oposisi di Jepang dengan Nazi.
Pernyataan lainnya yang mencengangkan adalah ketika ia menyatakan ”negeri yang ideal adalah negeri yang bisa menarik perhatian orang Yahudi yang paling kaya”. Bahkan dia juga pernah memuji masa kolonialisme Jepang di Semenanjung Korea pada 1919-1945, yang membuat marah Korea Selatan dan Korea Utara. Aso juga pernah mengkritik kebijakan Amerika Serikat di Irak pada 2007 dengan menyatakan, Jepang yang ”berwajah kuning” akan lebih berhasil berdiplomasi di Timur Tengah daripada Barat yang punya ”rambut pirang dan mata biru” karena Jepang tak pernah mengeksploitasi kawasan itu.
Baik Aso dan Kennedy bole memiliki latarbelakang social yang sama, namun memiliki perbedaan dalam karier memerintah di negara mereka masing-masing, dimana Asso mampu menyelesaikan masa jabatannya sebagai Perdana Menteri Jepang. Sedangkan Kennedy tidak dapat menyelesaikan masa jabatannya sebagai Presiden Amerika Serikat, lantaran dibunuh Lee Harvey Oswald di Dallas, Texas, pada Jumat, 22 November 1963, dalam kunjungan politiknya ke Texas untuk meredam gesekan di internal Partai Demokrat. Oswald melesakan pelurunya dari gedung depositori, yang mengena tenggorokan, dan di punggung atas, dan satu tembakan mematikan di kepala. (Kompas, 2018, Wikipedia, 2019). (*)
Discussion about this post