Dr. M.J. Latuconsina, S.IP, MA
Pemerhati Sosial,Ekonomi&Politik
Referensimaluku.id,-Ambon –Meskipun otot tanganku nampak gempal, tentu aku bukanlah “otot kawat tulang besi” layaknya Gatotkaca, seorang manusia super dalam wiracarita Mahabharata dari tanah Hindustan India. Alkisah Gatotkaca adalah seorang tokoh dalam wiracarita Mahabharata, putra Bimasena (Bima) atau Wrekodara dari keluarga Pandawa. Ibunya bernama Hidimbi (Arimbi), berasal dari bangsa rakshasa. Gatotkaca dikisahkan memiliki kekuatan luar biasa. Dalam perang besar di Kurukshetra, ia menewaskan banyak sekutu Korawa sebelum akhirnya gugur di tangan Karna.
Di Indonesia, Gatotkaca menjadi tokoh pewayangan yang sangat populer. Misalnya dalam pewayangan Jawa, ia dikenal dengan sebutan Gatotkoco (bahasa Jawa: Gathotkaca). Kesaktiannya dikisahkan luar biasa, antara lain mampu terbang di angkasa tanpa menggunakan sayap, serta terkenal dengan julukan “otot kawat tulang besi”. Dalam bahasa Sanskerta, nama Ghatotkacha secara harfiah bermakna “kepala gundul yang seperti kendi”. Nama ini terdiri dari dua kata, yaitu ghaṭam yang berarti “buli-buli” atau “kendi”, dan utkacha yang berarti “gundul”.Nama ini diberikan kepadanya karena sewaktu lahir kepalanya yang gundul mirip dengan buli-buli atau kendi.
Menurut versi pewayangan Jawa, Tetuka diasuh di kahyangan oleh Narada yang saat itu sedang digempur oleh Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Patih tersebut diutus rajanya, Kalapracona untuk melamar bidadari bernama Batari Supraba. Tetuka dihadapkan sebagai lawan Sekipu. Semakin dihajar, Tetuka justru semakin kuat. Karena malu, Sekipu mengembalikan Tetuka kepada Narada untuk dibesarkan saat itu juga. Narada menceburkan tubuh Tetuka ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa.
Para dewa kemudian melemparkan berbagai jenis senjata pusaka ke dalam kawah. Beberapa saat kemudian, Tetuka muncul ke permukaan sebagai seorang laki-laki dewasa. Segala jenis pusaka para dewa telah melebur dan bersatu ke dalam dirinya. Kemudian Tetuka bertarung melawan Sekipu dan berhasil membunuhnya dengan gigitan taringnya. Kresna dan para Pandawa saat itu datang menyusul ke kahyangan.
Kresna memotong taring Tetuka dan menyuruhnya berhenti menggunakan sifat-sifat kaum raksasa. Batara Guru, raja kahyangan menghadiahkan seperangkat pakaian pusaka, yaitu Caping Basunanda, Kotang Antrakusuma, dan Terompah Padakacarma untuk dipakai Tetuka, yang sejak saat itu berganti nama menjadi Gatotkaca. Dengan mengenakan pakaian pusaka tersebut, Gatotkaca mampu terbang menuju Kerajaan Trabelasuket dan membunuh Kalapracona.
Dari Gatotkaca ke Moses Gatutkaca
Kisah Gatotkaca baik dalam epik Mahabarata dari Tanah Hindustan India, dan dari versi wayang dari tanah Jawa, selalu menjadi perhatian kita, lantaran kisahnya menarik. Terdapat juga kisah Moses Gatutkaca bukan merupakn sebuah kisah dari sebuah epos, melainkan yang merupakan kisah nyata yang pernah terjadi tatkala prahara politik nasional di tahun 1998 lalu menimpa tanah air di Yogyakarta
Moses Gatutkaca adalah mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, yang tewas dalam demonstrasi menuntut turunnya Presiden Soeharto pada Jumat, 8 Mei 1998. Peristiwa bentrokan yang menewaskan Moses dikenal juga dengan Peristiwa Gejayan. Ia meninggal setelah kepalanya luka oleh pukulan benda tumpul. Moses ditemukan sekarat oleh beberapa mahasiswa dari posko PMI Universitas Sanata Dharma, sesaat setelah aparat melakukan pembersihan di daerah bentrokan sekitar hotel Radisson Yogyakarta.
Moses ditemukan tergeletak di jalan dengan kondisi tangannya patah menelikung ke belakang, dan kepalanya mengalami luka parah. Dari telinga dan hidungnya darah segar terus menerus mengalir. Dengan menggunakan ambulans, ia dibawa ke Rumah Sakit Panti Rapih sekitar pukul 21.55 WIB, dalam perjalanan ia kemudian meninggal. Visum korban dari RS Panti Rapih menyatakan korban mengalami pendarahan telinga dan mulut diduga mengalami retak dalam tulang dasar tengkorak. Dari dompetnya diketemukan identitas KTP dan SIM C atas nama Moses Gatutkaca. Pemuda kelahiran Banjarmasin ini diketahui tinggal di Gang Brojolamatan No 9A Mrican Yogyakarta.
Tempat ini juga tak jauh dari kampus Sanata Dharma dan sama-sama berada di wilayah Jalan Gejayan Yogyakarta. Pembantu Rektor III Universitas Sanata Dharma, G. Sukadi didampingi seorang dosen, YR. Subakti dan Romo Broto Wiyono SJ melayat Moses sekitar pukul 00.15 di RS Panti Rapih. Ketiganya mengidentifikasi Moses sebagai mahasiswa Universitas Sanata Dharma. Untuk menghormatinya, sejak 20 Mei 1998, Jalan Kolombo yang berada tepat di sebelah kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta diubah namanya menjadi Jalan Moses Gatutkaca. (*)
Discussion about this post